Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jazak Yus Afriansyah
Trainer

Author, Coach, Trainer.
Master of Technology Management.

Menelisik 4 Faktor Leadership Gap Syndrome (3)

Kompas.com - 15/08/2019, 08:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Meneruskan perjalanan kita pada kajian Leadership in Millennial, pada edisi kali ini kita kupas 1 dari 4 Faktor yang memicu terjadinya Leadership Gap Syndrome atau Gejala Jurang Kepemimpinan di Era Millennial.

Berdasarkan kajian empiris yang kami lakukan, dan ditunjang dengan dengan pengalaman praktis serta didukung oleh beberapa referensi ilmiah terkini khususnya kami kutip dari buku fenomenal “Lead or Leave It to Millennial”, bisa kita ekstraksi bahwa ada 4 faktor kunci yang menyebabkan Leadership Gap Syndrome muncul.

Faktor pertama adalah Karakter Khas masing-masing generasi yang sangat berbeda jauh, perbedaan karakter ini oleh para ahli disimpulkan akibat pengaruh lingkungan yang sangat kuat. Di mana, lingkungan tersebut mampu membentuk karakter umum manusia yang lahir dan tumbuh berkembang di era tersebut.

Kita ketahui "Generasi Kolonial" yang terdiri dari Generasi X yang lahir pada tahuan 40 hingga 50 an dan Generasi Y yang lahir pada tahun 60 hingga 70 an. Generasi X ini terlahir pada masa-masa dimana dunia baru saja selesai melaksanakan “hajatan besar” yaitu Perang Dunia II. Bagaimanapun, perang menyisakan kondisi yang sangat prihatin secara umum, terutama kondisi ekonomi makro.

Baca : Ini Cara Agar Generasi Milenial Betah Kerja dalam Satu Perusahaan

Banyak perusahaan yang bangkrut atau terpaksa tutup karena perang, sehingga perlu penataan ulang kehidupan. Di saat yang sama, banyak keluarga yang memiliki banyak anak.

Orang-orang pada masa itu masih cenderung “konservatif” dan sangat matang dalam pengambilan keputusan, mereka sangat menyukai proses dan sadar bahwa setiap proses membutuhkan waktu yang tidak sebentar, sehingga sebagain besar dari mereka terlihat sabar dan tenang.

Lahir dan tumbuh di zaman yang belum modern dan minim lapangan pekerjaan saat itu, membuat masa muda Generasi x penuh dengan perjuangan sehingga mereka secara umum memiliki sikap struggling atau berjuang keras dan membuat mereka sangat kompetitif.

Dalam benak mereka tertanam sikap : jika tidak bekerja itu artinya tidak akan bisa makan atau hidup. Inilah yang menyebabkan Generasi X sangat loyal atau setia dengan perusahaan di mana mereka bekerja.

Wajar, karena saat itu hanya tersisa sedikit perusahaan yang survive dari amukan Perang Dunia II yang berujung kepada resesi ekonomi di hampir sebagian besar belahan dunia.

Dalam konteks kepemimpinan, karakter khas Generasi X adalah mereka sangat terbiasa dengan perintah, arahan, atau direction.

Kita lanjutkan ke Generasi berikutnya yaitu Generasi Y. Ketika Generasi Y lahir kondisi dunia saat itu sudah mulai lebih baik, cukup stabil, terutama kondisi ekonomi, sehingga berdampak kepada lahir dan tumbuhnya beberapa perusahaan.

Akibatnya, generasi Y, telah memiliki tambahan pilihan bekerja di banyak perusahaan. Hal ini yang memicu mereka memiliki sikap sangat loyal dan berdedikasi tinggi dengan profesinya, bukan lagi dengan perusahaannya.

Dengan sikap dan karakter tersebut, Generasi Y sangat antusias dalam bekerja, termasuk dari kalangan perempuan mereka juga rajin bekerja, dan ketika mereka menikah mereka memutuskan untuk tetap bekerja, maka jadilah suami dan istri sibuk bekerja.

Pada era 60an hingga 70an ada istilah The latchkey kids - anak yang sering merasa sendirian akibat ditinggal orang tuanya bekerja. Hal ini merupakan istilah yang kerap diberikan untuk para generasi Y. Maklum, generasi yang lahir pada pertengahan tahun enam puluhan hingga awal tujuh puluhan ini dibesarkan oleh orang tua dari Generasi X yang dianggap yang workaholic.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com