Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudiyanto
Direktur Panin Asset Management

Direktur Panin Asset Management salah satu perusahaan Manajer Investasi pengelola reksa dana terkemuka di Indonesia.
Wakil Ketua I Perkumpulan Wakil Manajer Investasi Indonesia periode 2019 - 2022 dan Wakil Ketua II Asosiasi Manajer Investasi Indonesia Periode 2021 - 2023.
Asesor di Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI) untuk izin WMI dan WAPERD.
Penulis buku Reksa Dana dan Obligasi yang diterbitkan Gramedia Elexmedia.
Tulisan merupakan pendapat pribadi

Efek Perang Dagang Terhadap Investasi Reksa Dana

Kompas.com - 15/08/2019, 11:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia yaitu Amerika Serikat dan China yang bermula pada awal 2018 ternyata masih berlanjut hingga pada tahun 2019 ini.

Tidak hanya saling ancam, kedua negara juga saling menetapkan tarif bea masuk untuk ekspor impor antar negara. Bagaimana efek dari perang dagang terhadap investasi reksa dana?

Perang dagang pada dasarnya adalah penetapan tarif atau bea masuk terhadap barang impor dari suatu negara. Biasanya ada 3 tujuan penetapan tarif ini yaitu untuk menghambat impor barang / jasa luar negeri, melindungi barang / jasa produksi dalam negeri, dan atau menambah pendapatan pemerintah dari pajak.

Pengenaan tarif atau bea masuk sebenarnya merupakan praktik yang lumrah dalam perdagangan internasional. Seperti bea masuk atas barang mewah, minuman beralkohol, bahan baku yang tersedia di dalam negeri dan sebagainya. Hal ini menjadikan barang dari suatu negara lebih murah dibeli di negara asalnya dibandingkan harga ketika sudah diimpor.

Menjadi permasalahan apabila suatu negara merasa keberatan atas tarif bea masuk impor yang ditetapkan negara lain terhadap produknya. Keberatan tersebut dapat direspon dalam bentuk protes, mediasi di pengadilan arbitrase internasional, atau bahkan pembalasan dalam bentuk pengenaan bea masuk kembali.

Efek Samping

Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia, perang dagang antara AS dan China tidak hanya berdampak terhadap ekonomi pada kedua negara itu saja tapi juga menimbulkan efek samping bagi negara lain.

Baca juga: Perang Dagang, Ekonomi Singapura Dikhawatirkan Bakal Alami Resesi

Sebagai contoh turunnya permintaan dan harga komoditas seperti batu bara karena China merupakan importir dan konsumen terbesar di dunia. Bagi Indonesia, batu bara merupakan salah satu komoditas andalan ekspor sehingga membuat defisit neraca perdagangan meningkat.

Singapura sebagai negara yang sangat mengandalkan perdagangan, pada tahun ini memprediksikan pertumbuhan ekonomi mendekati 0 persen akibat perang dagang ini.

Perang dagang juga dapat meningkat menjadi perang mata uang. Dimana dalam rangka menjaga daya saing produk ekspornya, nilai tukar mata uang negara tersebut mengalami pelemahan. Entah disengaja atau tidak, ketika nilai tukar Renmimbi (RMB) China melemah dari sekitar level 6 koma-an menjadi 7 per 1 dollar AS, Amerika Serikat menuduh China sebagai manipulator mata uang.

Tidak semua efek samping perang dagang bersifat negatif. Ada juga negara yang diuntungkan karena perusahaan di China memindahkan basis produksinya ke negara lain yang tidak dikenakan bea masuk seperti Malaysia, Vietnam dan Thailand.

Hingga saat ini belum ada kepastian bahwa kapan perang dagang ini akan mereda. Perubahan hasil perundingan dari yang sebelumnya baik bisa berubah menjadi buruk dan sebaliknya dalam hitungan minggu bahkan hari. Dan perkembangan mengenai sikap Amerika Serikat bisa dilihat dari cuitan Presiden AS di akun Twitternya.

Pasar Modal

Apakah ada efek ke pasar modal? Secara langsung tidak. Sebab dana asing yang masuk dan keluar dari Indonesia untuk investasi saham dan obligasi yang menjadi aset dasar reksa dana tidak dikenakan tarif bea masuk atau bea keluar.

Kinerja IHSG dan Obligasi juga lebih banyak disebabkan karena hal yang sifatnya fundamental seperti kinerja laporan keuangan, suku bunga dan kondisi likuiditas global.

Sebagai contoh pada tahun 2018, yang menjadi tahun dimana perang dagang dimulai, IHSG mengalami penurunan 2,54 persen dan rata-rata reksa dana pendapatan tetap berbasis obligasi turun 2,2 persen. Apakah ini karena murni perang dagang?

Baca: Perang Dagang AS-China Kian Panas, Ini Saran untuk Investor

Rasa-rasanya tidak. Penyebab utama dari kinerja investasi yang kurang baik pada tahun 2018 disebabkan karena kebijakan bank sentral Amerika Serikat yang mulai melakukan pengetatan likuiditas dengan mengurangi pinjaman, kenaikan suku bunga acuan (The Fed) yang kemudian diikuti dengan kenaikan suku bunga acuan BI Rate di Indonesia.

Kemudian dari awal tahun sampai dengan 13 Agustus 2019 di mana perang dagang masih berlanjut, IHSG sempat naik mendekati level 6600an dan kemudian turun ke 6210 dengan kenaikan baru 0,27 persen.

Di sisi lain, rata-rata reksa dana pendapatan tetap mengalami kenaikan 6 persen sejak awal tahun.

Tahun 2019 dan juga 2020 diperkirakan akan menjadi tahun dimana kinerja IHSG dan reksa dana pendapatan tetap memberikan kinerja positif kembali. Bukan karena perang dagang akan berakhir, tapi lebih karena bank sentral dunia yang mulai melakukan perubahan kebijakan dari yang sebelumnya melakukan pengetatan likuiditas menjadi pelonggaran likuiditas.

Di Indonesia, hal ini terlihat dari berbagai kebijakan seperti pelonggaran kebijakan DP Rumah, percepatan penyaluran kredit KPR ke developer properti, menurunnya rasio Giro Wajib Minimum (GWM), dan diturunkannya suku bunga BI Rate pada pertengahan tahun 2019 dan diprediksi akan mengalami beberapa kali penurunan lagi.

Bagi pasar modal, efek dari perang dagang juga tidak melulu selalu negatif. Ketidakpastian akan perang dagang akan mendorong bank sentral untuk menurunkan suku bunga lebih dalam dan lebih cepat serta semakin melonggarkan kebijakan terkait likuiditas.

Secara teori, kondisi kinerja laporan keuangan yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, suku bunga yang menurun, dan atau kebijakan likuiditas yang longgar, akan berdampak positif terhadap kinerja produk investasi.

Sebaliknya, ketika kinerja laporan keuangan menurun, suku bunga naik dan atau kebijakan likuiditas yang ketat, akan berdampak negatif.

Efek dari perang dagang lebih bersifat sentimen dan mempengaruhi perilaku investor reksa dana. Perang dagang yang berlarut-larut membuat investor merasa tidak nyaman sehingga memilih produk yang lebih aman seperti reksa dana terproteksi atau menjadi lebih jangka pendek dengan melakukan jual beli secara aktif (trading).

Reksa Dana

Hal ini tidak salah, harus diakui juga memang kinerja reksa dana terutama yang berbasis saham kurang begitu baik dalam 2-3 tahun terakhir ini. Selain tindakan di atas, investor juga bisa melakukan diversifikasi investasi ke beberapa jenis reksa dana yang berbeda seperti reksa dana pasar uang, reksa dana campuran atau reksa dana berbasis dollar AS.

Bagi investor dengan profil agresif yang senang dengan reksa dana saham, selain tindakan trading secara aktif, bisa mempertimbangkan juga untuk berinvestasi jangka panjang dan memberikan kesempatan kepada manajer investasi. Sebab pada hakikatnya investasi reksa dana saham adalah investor mempercayakan dana dan manajer investasi yang melakukan pengelolaan secara aktif untuk mendapatkan hasil optimal dalam jangka panjang.

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com