Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres Kalla Sindir Listrik Panas Bumi Lamban, Ini Kata Dirut Geo Dipa

Kompas.com - 18/08/2019, 17:11 WIB
Aprillia Ika,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Alasan lain, FiT selama 10 tahun juga lantaran rentang waktu tersebut merupakan rata-rata pengembalian pinjaman pengembang panas bumi ke bank.

Riki berpendapat jika FiT selama 10 tahun juga sesuai dengan masukan ESDM dalam Roadmap Panas Bumi 2019-2030 yang disampaikan ke Menteri Keuangan RI.

Baca juga: Kembangkan PLTP, Geo Dipa Dapat Pinjaman 300 Juta Dollar AS

"Pemerintah diharapkan mempertimbangkan insentif pembangunan infrastruktur, insentif pencegahan risiko ekonomi, dan insentif lingkungan dengan total sekitar 9 cent per kWh yang ditambah harga BPP PLN sebagai harga keekonomian proyek," ujar Riki.

Lebih lanjut menurut Riki, harga EBT panas bumi dan berjalannya proyek baru panas bumi memang diperlukan untuk menjalankan tercapainya PP Kebijakan Energi Nasional (KEN), UU Panas Bumi, UU Energi, juga UU Perubahan Iklim yg disampaikan di Perjanjian Paris.

"Subsidi Listrik PLN setiap tahun naik dan ini tidak bisa dihindari karena berbagai macam alasan teknis dan nilai tukar dollar AS ke rupiah. Mendorong proyek EBT hari ini dipastikan tidak ada rugi dan dosanya karena berbagai macam manfaat akan didapat dibandingkan dengan mudaratnya," lanjut Riki.

Riki juga mengajak semua pihak untuk menyepakati usulan range atau batas atas - bawah harga EBT proyek baru yang lebih berkeadilan dan disesuaikan dengan insentif di atas, sebagai fair price untuk awal proyek saja atau 10 tahun.

Baca juga: Wapres Duga Ada Kriminalisasi dalam Kasus Hukum PT Geo Dipa Energi

Harapan Wapres Kalla

Sebelumnya dalam pidatonya di konferensi internasional pengembangan listrik geotermal di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, 13 Agustus 2019 lalu, Wapres Jusuf Kalla meminta ESDm dan PLN berhenti membuat pameran tentang panas bumi.

"Sehingga lain kali berhenti dulu bikin pameran, ke lapangan saja semua dulu. Masih banyak pameran kita (isinya) jalan-jalan juga. Kalau konferensi apa sih yang dikonferensikan? Semua bikin seminar itu-itu juga yang dibacakan, apa (ada) yang lain?" ujar Jusuf Kalla.

Dia berharap, ke depan pengembangan listrik berbasis panas bumi lebih progresif sehingga mampu memenuhi target pemenuhan kebutuhan listrik berbasis energi terbarukan (EBT) sebesar 25 persen pada 2025.

Karena itu, Kalla meminta pihak terkait untuk mempelajari teknologi listrik berbasis panas bumi ke negara-negara yang telah mempraktikannya, seperti Selandia Baru dan Eslandia.

"Kalau pengetahuan ini belajar saja dari Eslandia, New Zealand, atau Amerika tentang teknologi. Tidak ada yang berat, apalagi kalau cuma 10 megawatt apa susahnya itu," kata Wapres.

Baca juga: Panas Bumi di Rantau Dedap Akan Sumbang Penerimaan Negara 106,87 Juta Dollar AS

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com