Alasan lain, FiT selama 10 tahun juga lantaran rentang waktu tersebut merupakan rata-rata pengembalian pinjaman pengembang panas bumi ke bank.
Riki berpendapat jika FiT selama 10 tahun juga sesuai dengan masukan ESDM dalam Roadmap Panas Bumi 2019-2030 yang disampaikan ke Menteri Keuangan RI.
Baca juga: Kembangkan PLTP, Geo Dipa Dapat Pinjaman 300 Juta Dollar AS
"Pemerintah diharapkan mempertimbangkan insentif pembangunan infrastruktur, insentif pencegahan risiko ekonomi, dan insentif lingkungan dengan total sekitar 9 cent per kWh yang ditambah harga BPP PLN sebagai harga keekonomian proyek," ujar Riki.
Lebih lanjut menurut Riki, harga EBT panas bumi dan berjalannya proyek baru panas bumi memang diperlukan untuk menjalankan tercapainya PP Kebijakan Energi Nasional (KEN), UU Panas Bumi, UU Energi, juga UU Perubahan Iklim yg disampaikan di Perjanjian Paris.
"Subsidi Listrik PLN setiap tahun naik dan ini tidak bisa dihindari karena berbagai macam alasan teknis dan nilai tukar dollar AS ke rupiah. Mendorong proyek EBT hari ini dipastikan tidak ada rugi dan dosanya karena berbagai macam manfaat akan didapat dibandingkan dengan mudaratnya," lanjut Riki.
Riki juga mengajak semua pihak untuk menyepakati usulan range atau batas atas - bawah harga EBT proyek baru yang lebih berkeadilan dan disesuaikan dengan insentif di atas, sebagai fair price untuk awal proyek saja atau 10 tahun.
Baca juga: Wapres Duga Ada Kriminalisasi dalam Kasus Hukum PT Geo Dipa Energi
Sebelumnya dalam pidatonya di konferensi internasional pengembangan listrik geotermal di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, 13 Agustus 2019 lalu, Wapres Jusuf Kalla meminta ESDm dan PLN berhenti membuat pameran tentang panas bumi.
"Sehingga lain kali berhenti dulu bikin pameran, ke lapangan saja semua dulu. Masih banyak pameran kita (isinya) jalan-jalan juga. Kalau konferensi apa sih yang dikonferensikan? Semua bikin seminar itu-itu juga yang dibacakan, apa (ada) yang lain?" ujar Jusuf Kalla.
Dia berharap, ke depan pengembangan listrik berbasis panas bumi lebih progresif sehingga mampu memenuhi target pemenuhan kebutuhan listrik berbasis energi terbarukan (EBT) sebesar 25 persen pada 2025.
Karena itu, Kalla meminta pihak terkait untuk mempelajari teknologi listrik berbasis panas bumi ke negara-negara yang telah mempraktikannya, seperti Selandia Baru dan Eslandia.
"Kalau pengetahuan ini belajar saja dari Eslandia, New Zealand, atau Amerika tentang teknologi. Tidak ada yang berat, apalagi kalau cuma 10 megawatt apa susahnya itu," kata Wapres.
Baca juga: Panas Bumi di Rantau Dedap Akan Sumbang Penerimaan Negara 106,87 Juta Dollar AS
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.