BrandzView
Konten kerja sama Kompas.com dengan KCN

Konsesi Pelabuhan Marunda, PT KCN Harap Pemerintah Bantu Selesaikan Sengketa

Kompas.com - 23/08/2019, 15:00 WIB
Kurniasih Budi,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com
- Sambil menggigit potongan pizza, kuasa hukum PT Karya Citra Nusantara (KCN) Juniver Girsang, bertutur soal detail sengketa hukum yang dihadapi kliennya, PT Karya Citra Nusantara.

Saat itu pukul 13.30 WIB, langit Jakarta Rabu (21/8/2019) siang terik. Namun demikian, udara di dalam Bruschetta Restaurant yang berada di Hotel Borobudur Jakarta, tempat Juniver dan Kompas.com berbincang terasa cukup sejuk.

Juniver tak sendiri. Ia ditemani sejumlah staf dan juru bicara hukum PT KCN, Maya Sri Tunggagini menyampaikan informasi terkait sengketa hukum dengan santai dan sesekali terlontar guyonan.

Klien Juniver, PT KCN memang menghadapi persoalan serius yakni gugatan hukum atas perjanjian kerja sama konsesi dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

PT KCN dan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau KBN terlibat sengketa sejak 2012, setelah Sattar Taba terpilih sebagai Direktur Utama KBN.

Baca juga: Sembari Tunggu Putusan MA, KCN Lanjutkan Pembangunan Pelabuhan Marunda

Jauh sebelumnya, pada 2005 KBN dan PT Karya Tekhnik Utama (KTU) sepakat membuat perusahaan patungan yakni KCN. Anak perusahaan yang berstatus Badan Usaha Pelabuhan (BUP) itu dibentuk untuk membangun proyek infrastruktur Pelabuhan Marunda.

Komposisi saham PT KTU saat itu 85 persen, sedangkan KBN memiliki saham goodwill 15 persen yang tidak akan terdelusi meski ada penambahan modal. Adapun proyek tersebut memang bersumber dari swasta murni alias non APBN.

Sattar Taba mengajukan perubahan komposisi saham. Ia meminta KBN menjadi pemegang saham mayoritas di KCN, dengan porsi 50,5 persen.

Pada 2013 lalu, sempat terjadi pemblokiran akses menuju area pembangunan oleh KBN selama empat bulan. Akibatnya, pengoperasian pier atau dermaga 1 dan pembangunan tak bisa berlangsung.

“Dengan adanya penutupan jalan, maka pembangunan tidak bisa dilakukan. Banyak pekerja yang harus kehilangan pekerjaan. Atas pertimbangan kemanusiaan, kami bersedia untuk berunding,” kata Juniver.

Proses pembangunan di Pelabuhan Marunda, Jakarta UtaraDok. PT KCN Proses pembangunan di Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara
Penutupan akses tersebut membuat KTU menyetujui adendum III, yakni kepemilikan saham KBN dan KTU di KCN masing-masing sebesar 50 persen.

Dalam persetujuan itu, KTU meminta KBN harus melengkapi syarat penambahan modal dalam tenggat waktu 15 bulan. Namun demikian, KBN tidak bisa memenuhi syarat tersebut hingga tenggat waktu yang ditetapkan.

Pasalnya, penambahan modal tidak disetujui Menteri BUMN dan Gubernur DKI Jakarta sebagai pemilik saham KBN.

Pada Desember 2015 KBN dan KTU bertemu dan membahas untuk kembali ke perjanjian awal, yakni mengembalikan komposisi saham KTU sebesar 85 persen dan KBN 15 persen.

Artinya, ketentuan adendum III batal dengan kelahiran kesepakatan baru, yang dijadikan sebagai adendum IV. Adendum tersebut dibuat oleh Jaksa Pengacara Negara.

Baca juga: Sengketa KCN dan KBN Masih Berlanjut, Investor Jadi Ciut

Setelah adanya kesepakatan itu, pengoperasian dan pembangunan Pelabuhan Marunda bisa dilanjutkan.

Juniver mengatakan, selama ini sengketa tersebut ditangani Kelompok Kerja (Pokja) IV Satuan Tugas Percepatan Paket Kebijakan Ekonomi. Sebagai informasi, Pokja IV tersebut dipimpin Yasonna Laoly yang menjabat Menteri Hukum dan Ham (Menkumham).

Direktur Utama PT KCN Widodo Setiadi menjelaskan, hingga kini pembangunan Pelabuhan Marunda telah menelan biaya sekitar Rp 3 triliun dari total Rp 9 triliun. Biaya tersebut dialokasikan untuk membangun dermaga 1, 2, dan 3.

Sejatinya, Pelabuhan Marunda telah ditetapkan sebagai proyek strategis nasional pada 2018.

Oleh karena itu, Juniver berharap pemerintah bersedia membantu penyelesaian sengketa agar pembangunan pelabuhan bisa rampung sesuai target pada 2023.

“Tolong pemerintah membantu kami dengan memanggil pihak KBN. Bisa ditanyakan dalam pertemuan itu nanti, apa sebenarnya yang menjadi masalah. Kalau memang ada yang perlu diperbaiki, mari dibahas dan dibicarakan bersama,” kata dia.

Konsesi Pelabuhan Marunda

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menunjuk KCN untuk melakukan konsesi kegiatan pengusahaan jasa kepelabuhan pada terminal KCN di Marunda. Perjanjian konsesi ini ditandatangani oleh Kemenhub dan KCN pada 16 September 2016.

Adaya konsesi itu ternyata menimbulkan persoalan baru. Pada 2018, KBN menggugat Kemenhub dan KCN ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Pasalnya, kedua pihak menandatangani konsesi pelabuhan.

Badan Usaha Pelabuhan (BUP) Karya Cipta Nusantara (KCN) telah rampung membangun dermaga I Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara. Sementara itu, pembangunan dermaga II sedang dikerjakan. Dok. PT KCN Badan Usaha Pelabuhan (BUP) Karya Cipta Nusantara (KCN) telah rampung membangun dermaga I Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara. Sementara itu, pembangunan dermaga II sedang dikerjakan.
Dalam perkara itu, KBN menuntut ganti rugi material Rp 1,820 triliun dan immaterial Rp 55,8 triliun. Pada perjalanan kasus, PN Jakarta Utara mengabulkan gugatan KBN dan konsesi dianulir. Selain itu, pengadilan memvonis KCN dan Kemenhub membayar ganti rugi Rp 773 miliar.

Kasus itu terus berlanjut ke Pengadilan Tinggi. PT KCN mengajukan kasasi atas putusan hukum. Saat ini, para pihak yang bersengketa tengah menanti putusan hukum dari lembaga peradilan tertinggi di Indonesia itu.

Widodo Setiadi menegaskan, sesuai Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, BUP wajib melaksanakan konsesi.

Namun demikian, KCN yang bekerja sama dengan Kemenhub untuk melaksanakan konsesi justru menghadapi gugatan hukum.

Kalau tidak mau konsesi, ia menambahkan, pelabuhan umum bisa turun status menjadi pelabuhan khusus.

“Tidak ada uang negara dalam pembangunan Pelabuhan Marunda yang masuk dalam proyek strategis nasional. Kami berharap investasi yang sudah kami kucurkan tidak hilang,” katanya dalam jumpa pers di Sumba Room 3, Hotel Borobudur Jakarta, Rabu (21/8/2019).

Sejumlah kapal bersandar di dermaga 1 Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara.Dok. PT KCN Sejumlah kapal bersandar di dermaga 1 Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara.
Ia pun mengatakan, status perairan/laut yang dibangun pelabuhan dan dikonsesikan adalah hak pengelolaan lahan (HPL). Adapun, Kemehub selaku wakil pemerintah yang merupakan regulator wilayah laut/perairan merupakan pihak yang berkewajiban mengurus status tersebut ke Kementerian Agraria.

Menurut dia, Kemenhub telah mengajukan pengurusan status lahan yang dikonsesikan. Badan Pertanahan Nasional (BPN) pun telah mengeluarkan peta bidang sebagai bukti telah dilakukan pengukuran lahan yang PT KCN bangun.

Ia berharap, Kemenhub ikut memperjuangkan infrastruktur pelabuhan yang telah dibangun PT KCN. Sayangnya, imbuh dia, hingga kini Kemenhub belum melakukan langkah-langkah hukum.

“Padahal ada 19 pelabuhan yg sudah konsesi, ini bisa rontok semua kalau putusan hukum tidak berpihak pada investor,” katanya.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com