Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom Minta Pemerintah Pertimbangkan Hal Ini SebeIum Pindah Ibu Kota

Kompas.com - 23/08/2019, 17:39 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Para ekonom meminta pemerintah untuk kembali mempertimbangkan beberapa hal sebelum melakukan pemindahan ibu kota negara, salah satunya mengoptimalkan fungsi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sebelum mempertimbangkan perpindahan Ibukota.

Sebab, fungsi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah untuk aspek pemerataan ekonomi, yang digadang-gadang sebagai penyebab utama perpindahan ibu kota.

"Kita sudah ada aspek pemerataan lewat otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pemerintah pusat sudah memberikan dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Seharusnya ini dulu dioptimalkan sehingga fungsinya bisa maksimal," kata ekonom senior Indef Fadhil Hasan dalam diskusi publik di Jakarta, Jumat (23/8/2019).

Baca juga: Teka-teki Ibu Kota Baru yang Kembali Ditutup Rapat

Menurut Fadhil, alasan pemindahan ibu kota untuk menciptakan Indonesia sentris terlalu dibuat-buat, karena perpindahan ibu kota di Kalimantan justru akan mendorong Kalimantan sentris, bukan Indonesia sentris.

"Pemindahan ibu kota untuk menjadikan Indonesia sentris terlalu dibuat-buat. Kalau argumennya adalah pemerataan ekonomi, harusnya daerah tertinggal yang menjadi ibu kota tersebut, entah di Papua atau daerah tertinggal lain. Ekonomi Kalimantan itu sudah relatif lebih maju ketimbang Papua," ucap dia.

Fadhil menuturkan pemindahan ibu kota baru belum tentu berhasil. Dalam kenyataannya, banyak negara-negara yang akhirnya gagal, seperti Malaysia, Brazil, Korea Selatan, dan Australia.

Baca juga: Jadi Spekulan Tanah di Lokasi Calon Ibu Kota Baru Pasti Rugi, Kenapa?

Banyak kota bekas ibukota baru di negara-negara tersebut akhirnya mati, tetap sepi, dan tidak menjadi nafas ekonomi negara. Sementara Korea, pemindahan ibu kota baru dari Seoul ke Sejong belum terlaksana karena berbagai keterbasan anggaran dan dinamikanya.

Sementara ekonom senior Emil Salim mengatakan, Indonesia punya 17.000 pulau yang tidak semua wilayah bisa ditempuh dengan jalur darat, berbeda dengan 30 negara yang telah mempraktekkan pemindahan ibukota karena bisa ditempuh dengan jalur darat.

Seperti Malaysia misalnya, pemindahan ibu kota dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya hanya berjarak 25 kilometer.

"Katanya 30 negara berhasil, itu negara bukan seperti Indonesia yg punya 17.000 pulau, mereka bisa jalan darat. Kau tidak bisa jalan kaki ke Kalimantan. Lah kok disamakan?" kata yang mantan Menteri Pembangunan dan Lingkungan ini.

Baca juga: Menpan RB: 800.000 ASN akan Dipindahkan ke Ibu Kota Baru

Terlebih, Pulau Kalimantan dipilih karena disinyalir sebagai sentrum RI. Namun menurut Emil, di era digital sentrum wilayah ditentukan oleh aspek non fisik, seperti keampuhan prasarana perhubungan maupun telekomunikasi.

"Kenapa teman saya di Bappenas kok lupa itu? Jadi, kami bukannya menentang pemerintah. Kenapa Bappenas tega seperti ini? Yang kena kritik dan yang memikul bebannya presiden kita," ucap Emil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com