Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Stok Cukup, Praktisi Minta Pemerintah Tak Lakukan Impor Jagung

Kompas.com - 26/08/2019, 14:35 WIB
Alek Kurniawan

Penulis

KOMPAS.com – Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan cita-cita swasembada jagung telah tercapai. Hal ini terbukti dalam tiga tahun terakhir impor jagung sudah berkurang dari sebelumnya.

Namun, musim kemaru berkepanjangan yang terjadi pada tahun ini kembali memunculkan isu bahwa Indonesia akan kembali mengimpor jagung.

Terkait itu, salah satu praktisi peternakan Cecep M. Wahyudin menilai Indonesia tak perlu lagi melakukan impor jagung. Ditemui di Jakarta, pria yang akrab dipanggil Cecep ini menegaskan impor jagung dapat mengukur sejauh mana keberpihakan pemerintah pada petani.

"Saat ini stok jagung cukup untuk beberapa bulan kedepan. Apalagi Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman sudah sampaikan panen puncak jagung pada Oktober. Saat ini masih terus ada panen," kata Cecep melalui rilis tertulis, Senin (26/8/2019).

Baca juga: Produksi Pangan Nasional Surplus, Tradisi Impor Harus Dikurangi

Pengusaha muda yang sedang mengembangkan koperasi berbasis pesantren ini percaya Kementan bekerja sangat keras untuk menyejahterakan petani. Menurut Cecep, biarlah petani jagung juga menikmati harga yang bagus.

"Kasian mereka sudah terlalu lama menanggung rugi karena harga jagung hancur. Kini mereka bergairah tanam jagung. Kita harus jaga semangatnya," tegas Cecep.

Cecep yang juga menjabat CEO sebuah start-up berbasis peternakan, eTanee juga mengatakan ke depan korporasi petani harus dikembangkan agar petani tidak selalu kalah dengan pemodal besar.

Baca juga: Neraca Perdagangan Pertanian Surplus, Pengamat: Impor Menurun

"Kita besarkan koperasi dan ekonomi kerakyatan agar peternak rakyat tetap hidup dan memberikan kontribusi bagi ekonomi nasional. Kalau impor terus, petani dan peternak bagiannya apa?," tanya Cecep.

Ia berharap pejabat pemerintah yang berpikir impor selalu solusi harus sering turun kebawah melihat nasib petani dan peternak.

"Mereka ‘kan harus disejahterakan. Makanya berpikirnya tidak boleh pendek dan instan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com