Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pajak Digital, Perancis Akhirnya Buat Kesepakatan dengan AS

Kompas.com - 27/08/2019, 07:39 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Sumber CNN

PARIS, KOMPAS.com - Perancis dan Amerika Serikat akhirnya mencapai kesepakatan dalam menentukan pajak baru untuk perusahaan-perusahaan digital.

Seperti dikutip dari CNN, hal tersebut dilakukan untuk mengurangi potensi konflik di antara kedua negara.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, Perancis bakal membayarkan selisih antara pajak digital kepada perusahaan-perusahaan berbasis internet dengan jenis mekanisme pajak yang tengah dibuat oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

"Kami telah mencapai kesepakatan yang baik. Perusahaan multinasional raksasa yang tidak membayar pajak, merekalah yang membuat ketidakstabilan yang membuat perekonomian jadi tidak adil," ujar Presiden Perancis Emmanuel Macron dalam konferensi pers bersama dengan Presiden Amerika Serika Donald Trump di KTT G7 di Biarritz, Prancis Senin (26/8/2019).

Baca juga: Mengejar Pajak Digital...

Macron pun mengatakan, preferensi pihaknya adalah aturan internasional soal pajak digital. Dia menjamin bila sudah ada aturan internasional, maka Perancis bakal menghapus aturan pajak mereka.

Bulan lalu, Perancis mengeluarkan pengenaan pajak  sebesar 3 persen untuk bisnis digital milik para raksasa perusahaan teknologi.

Perusahaan yang dimaksudkan adalah mereka yang mengumpulkan sejumlah besar data pengguna dan melakukan penjualan iklan berdasarkan target tertentu melalui kanal internet.

Pajak digital tersebut hanya berlaku untuk perusahaan dengan penghasilan lebih dari 25 juta euro atau setara dengan 27,7 dollar AS di Perancis, atau perusahaan multinasional dengan penghasilan 750 juta euro atau setara dengan 830 juta dollar AS.

Baca juga: Perancis Berlakukan Pajak Untuk Perusahaan Digital

Pemberlakuan pajak itu pun langsung direspons oleh pemerintah Amerika Serikat.

Kantor Perwakilan Dagang AS langsung meluncrukan penyelidikan pada Juli lalu mengenai kemungkinan undang-undang perpajakan yang diberlakukan Perancis masuk dalam kategori praktik perdagangan yang tidak adil.

Sebab, sebagian besar perusahaan digital multinasional berasal dari Amerika Serikat. Presiden Trump bahkan telah mengancam bakal membalas balik dengan mengenakan pajak untuk wine atau anggur asal Perancis.

"Kami yang memajaki perusahaan AS, mereka tidak (berhak) memajaki perusahaan kita," ujar Trump bulan lalu.

Baca juga: Konsumen, Pusat Perhatian Bisnis Digital

Perusahaan teknologi raksasa seperti Google dan Amazon pun menilai, pajak yang diberlakukan oleh pemerintah Perancis tersebut bakal secara tidak adil ditargetkan untuk perusahaan AS.

Dalam sebuah rapat dengar pendapat di Washington, AS pekan lalu, Amazon mengatakan bakal mentransmisikan pajak tersebut kepada penjual pihak ketiganya mulai 1 Oktober 2019.

Macron pun menegaskan, pajak tersebut tidak untuk menargetkan pada perusahaan tertentu dan banyak perusahaan Prancis bakal terimbas penerapan pajak digital.

Adapun OECD kini tengah berupaya untuk mengatasi aturan perpajakan digital secara lebih spesifik. Aturan tersebut untuk menjawab pertanyaan mengenai apakah pajak diberlakukan di negara-negara layanan diberikan, atau hanya di negara tempat perusahaan tersebut berasal.

Rencana OECD tersebut juga sebagai salah satu upaya agar perusahaan digital membayar pajak di tingkat pajak minimum, sehingga mereka tidak mengalihkan keuntungan ke negara-negara dengan tingkat pajak yang lebih rendah.

Jika sebuah bisnis membayar kurang dari minimum, negara tempat ia beroperasi bisa menuntut lebih banyak pendapatan pajak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber CNN
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com