Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Naikkan Iuran, Solusi Sri Mulyani Tambal Defisit BPJS Kesehatan

Kompas.com - 28/08/2019, 11:01 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan memberikan usulan kenaikan pembayaran iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan, besaran kenaikan iuran tersebut mencapai 100 persen. Artinya, peserta JKN kelas I yang tadinya hanya membayar Rp 80.000 per bulan harus membayar sebesar Rp 160.000.

Kemudian untuk peserta JKN kelas II yang tadinya membayar Rp 110.000 dari yang sebelumnya Rp 51.000. Sementara, peserta kelas mandiri III dinaikkan Rp 16.500 dari Rp 25.500 per bulan menjadi Rp42 ribu per peserta.

Sebelumnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sempat mengusulkan adanya kenaikan iuran peserta kelas I menjadi Rp 120.000 sementara kelas II Rp 75.000 dan kelas III di angka yang sama untuk mengatasi masalah defisit yang telah melanda BPJS Kesehatan sejak tahun 2014.

Baca juga : BPJS Kesehatan Tak Serta Merta Penuhi Tawaran Asuransi dari China

"Kami mengusulkan kelas II dan kelas I jumlah yang diusulkan DJSN perlu dinaikkan. Pertama, itu untuk memberi sinyal yang ingin diberi pemerintah ke seluruh universal health coverage standard kelas III kalau mau naik kelas ada konsekuensi," ujar Sri Mulyani ketika melakukan rapat bersama dengan Komisi IX dan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Berpotensi Defisit Rp 32,8 Triliun

Sri Mulyani menjelaskan, jika jumlah iuran tidak dinaikkan, defisit BPJS Kesehatan yang tadinya diperkirakan mencapai Rp 32,8 triliun, dari yang sebelumnya Rp 28,3 triliun.

Perhitungan defisit tersebut sudah memperhitungan besaran defisit tahun lalu yang mencapai Rp 9,1 triliun.

"Apabila jumlah iuran tetap sama, peserta seperti ditargetkan, proyeksi manfaat maupun rawat inap dan jalan seperti yang dihitung, maka tahun ini akan defisit Rp 32,8 triliun, lebih besar dari Rp 28,3 triliun," ujar dia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan, sebenarya terdapat opsi lain untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan, yaitu dengan menyuntikkan dana segar. Namun, dampak dari penyuntikan tersebut tidak akan berkelanjutan.

"Kalau untuk suntikan saja, misalnya ya Rp 10 triliun, akuntabilitasnya lemah. Makanya, harus ada perbaikan seluruhnya," ujar Sri Mulyani.

Untuk menambal defisit tersebut, pemerintah pun telah membayarkan iuran seluruh peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) sekaligus TNI, Polri dan ASN sepanjang tahun 2019 yang seharusnya dibayarkan setiap bulan.

Hingga saat ini pun, BPJS Kesehatan masih memiliki utang jatuh tempo lebih dari Rp 11 triliun.

"Dengan seluruh yang sudah kita bayarkan di 2019, BPJS masih bolong. Sekarang sudah ada outstaning lebih dari Rp 11 triliun belum terbayar, sementara pemasukan dari pemerintah sudah semua masuk," ujar Sri Mulyani.

Terdapat beberapa opsi yang bakal dilakukan pemerintah untuk bisa menyehatkan kondisi keuangan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan pun telah mendapatkan beberapa rekomendasi dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mulai dari persoalan kepesertaan hingga cleansing data penerima manfaat.

Jika BPJS menerapkan berbagai rekomendasi tersebut, Sri Mulyani memperhitungkan badan tersebut hanya akan mendapat tambahan sebesar Rp 5,01 triliun.

"BPJS masih akan bolong tahun ini," ujar dia.

Sri Mulyani mengungkapkan, dengan usulannya tersebut maka pada tahun 2020 bisa menyelesaikan sisa defisit sekitar Rp 14 triliun di tahun 2019. Bahkan, BPJS berpotensi mencetak surplus sebesar Rp 17,2 triliun sehingga tersisa Rp 3 triliun jika menambal defisit tahun sebelumnya.

Surplus tersebut bakal masih berlanjut di tahun -tahun berikutnya.

Untuk 2021, 2022, sampai 2023 proyeksi berdasarkan jumlah peserta dan utilisasi, di masing-masing tahun BPJS bakal surplus Rp 11,59 triliun, Rp 8 triliun, dan Rp 4,1 triliun.

"Itu yang kita usulkan sehingga mungkin untuk menyelesaikan situasi hari ini dan memperbaiki dari proyeksi cashflow BPJS," sambungnya.

Tanggapan AnggotaDPR

Banyak anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang hadir dalam rapat bersama tak sepakat iuran BPJS Kesehatan naik dua kali lipat seperti yang diusulkan Sri Mulyani. Menurut mereka, dengan dinaikkannya nilai iuran, peserta justru bakal kian malas membayar, jumlah peserta yang menunggak pembayaran iuran bakal semakin meningkat.

"Setiap kenaikan apapun yang mengalami kenaikan yang cukup drastis harus dimitigasi oleh pemerintah. Saya tidak sepakat kalau kenaikannya 100 persen," ujar Ichsan Anggota Komisi XI Ichsan Firdaus.

Sebab, masyarakat bisa saja justru lebih memilih menggunakan perusahaan asuransi swasta ketimbang menjadi peserta di BPJS Kesehatan karena perbedaan tarifnya semakin kecil. Bila itu terjadi, maka lembaga itu akan kehilangan pangsa pasarnya.

Baca juga : Soal Defisit BPJS Kesehatan, Ini Saran DPR untuk Pemerintah

"Perlu dilihat apakah masyarakat mampu atau tidak. BPJS Kesehatan kan bersaing dengan perusahaan asuransi swasta," tegas dia.

Adapun Anggota Komisi IX Mafirion mengatakan, tidak ada artinya iuran BPJS Kesehatan jika tidak ada perbaikan tata kelola lembaga.

"Saya kira usul kenaikan iuran akan sia-sia apabila tidak diikuti dengan tata kelola kita sebagai badan pelayanan publik. Tata kelola perlu diperbaiki karena itulah sumber masalah yang utama," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com