Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Pemerintah Dicurigai Ada Maksud Terselubung dalam Pemindahan Ibu Kota

Kompas.com - 29/08/2019, 09:55 WIB
Akhdi Martin Pratama,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo akhirnya memilih Provinsi Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru. Tepatnya, sebagian di Penajam Passer Utara, dan sebagian di Kutai Kartanegara.

Rencana pemerintah memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur pun menuai beragam tudingan.

Pertama, pemerintah dituding kongkalikong dengan pihak swasta dalam penentuan lokasi ibu kota baru itu.

Tudingan itu pun muncul bukan tanpa alasan. Pasalnya, sehari setelah Jokowi mengumumkan lokasi ibu kota baru, pengembang kelas kakap seperti PT Agung Podomoro Land Tbk memasang iklan satu halaman penuh di Harian Kompas edisi Selasa (27/8/2019).

Dalam iklan tersebut, PT APLN memajang foto apartemen bernama Borneo Bay City dengan disertai embel-embel "Investasi Terbaik di Ibu Kota Negara".

Baca juga : Kepala Bappenas: Ibu Kota Baru Bebas dari Gambut dan Batubara

Kemunculan iklan tersebut membuat publik menjadi riuh. Muncul perspektif di tengah masyarakat bahwa para pemain properti kelas kakap telah memiliki lahan yang luas di lokasi ibu kota baru itu.

Atas dasar itu, muncul tudingan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur hanya untuk kepentingan swasta.

Penjelasan Pemerintah

Mendengar polemik tersebut, pemerintah akhirnya angkat bicara.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil mengklaim, pemerintah telah menguasai 90 persen lahan calon ibu kota baru di Kalimantan Timur. Adapun total kebutuhan luas wilayah ibu kota tersebut mencapai 180 ribu hektar.

Dengan begitu pemerintah tak perlu mengeluarkan kocek yang besar untuk pembebasan lahan di loksi ibu kota baru tersebut. Sebab, mayoritas lahan yang digunakan milik negara.

"Itu 90 persen adalah tanah negara, paling sisanya yang dibebaskan hanya untuk jalan-jalan penghubung saja," kata Sofyan di kantornya, Selasa (27/8/2019).

Untuk menghindari spekulan, sisa lahan yang belum dikuasai akan dibekukan. Sehingga, bila sewaktu-waktu pemerintah membutuhkan dapat segera dibebaskan.

"Alhamdulillah saya pikir pembebasan tanah itu enggak terlalu banyak ya," ujarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com