BrandzView
Konten ini merupakan kerjasama Kompas.com dengan SKK Migas

Langkah Sigap Atasi Tumpahan Minyak

Kompas.com - 30/08/2019, 09:00 WIB
Anissa DW,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Siang itu, sekelompok warga berjalan beriringan menuju pinggir pantai. Masing-masing dari mereka menenteng plastik dan karung berukuran besar serta sekop.

Ketika tiba di pantai, tanpa aba-aba mereka langsung berpencar dan mulai memasukkan pasir pantai ke dalam karung.

Akan tetapi, pasir di dalam sekop tampak berwarna hitam pekat. Berbeda dari pasir pantai biasanya, yang berwarna putih kecokelatan.

Rupanya kelompok warga tersebut merupakan para nelayan yang secara sukarela membantu membersihkan pantai dari limbah tumpahan minyak di Karawang, Jawa Barat.

Baca juga: Pertamina Akui Gunakan Tenaga Kerja Asing untuk Atasi Tumpahan Minyak

Seperti diketahui, sudah beberapa minggu terakhir pantai di utara Pulau Jawa itu tercemar tumpahan minyak dari lapangan YYA Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ).

Menurut VP Relations Pertamina Hulu Energi Ifki Sukarya, dalam keterangannya, Jumat (9/8/2019), warga yang terlibat dalam aksi pembersihan tumpahan minyak itu bergerak atas keinginan sendiri. Mereka adalah penduduk di sekitar kawasan tersebut.

Dalam melakukan tugasnya, warga dibekali dengan perlengkapan sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan pembersihan minyak yang disediakan oleh PHE.

Akibat well kick

Menurut keterangan pers dari PHE, Kamis (18/7/2019), penyebab terjadinya tumpahan minyak itu adalah well kick di sumur (re-aktivasi) YYA-1.

Kejadian itu menyebabkan munculnya gelembung di sekitar anjungan lepas pantai YYA PHE ONWJ pada Jumat (12/8/2019), atau sekitar 2 kilometer (km) dari Pantai Utara Jawa.

Well kick merupakan peristiwa masuknya fluida formasi ke dalam sumur selama kegiatan drilling. Penyebabnya adalah tekanan formasi lebih tinggi dari pada tekanan hidrostatik mud.

Untuk mencegah akibat fatal, pada hari yang sama, PHE ONWJ langsung mengaktifkan Incident Management Team (IMT) untuk menanggulangi kejadian tersebut.

“Prioritas penanganan kami adalah memastikan keselamatan karyawan di anjungan dan menara pengeboran (rig), masyarakat di sekitarnya, dan memastikan isolasi serta pengamanan di area sekitar lokasi kejadian,” papar Ifki, dalam artikel di laman pertamina.com, Rabu (17/7/2019).

Dia menjelaskan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Direktorat Jenderal (Ditjen) Migas, dan instansi terkait penanganan kejadian itu.

Pengeboran sumur baru

Hingga saat ini, berbagai upaya telah PHE ONWJ untuk mengatasi kebocoran minyak dengan cepat. Salah satunya dengan mempercepat pengeboran sumur baru relief well (RW) YYA-1 RW. Tujuannya untuk menutup kebocoran di sumur YYA-1.

Static boom dan kapal combat milih PHE ONWJ yang bekerja membersihkan tumpahan minyak di lautDok. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) Static boom dan kapal combat milih PHE ONWJ yang bekerja membersihkan tumpahan minyak di laut
Pemilihan lokasi sumur baru itu pun tidak sembarangan. PHE ONWJ telah melakukan kajian keamanan menyeluruh dari tiga aspek berbeda, yakni HSSE, SubSurface, dan Seabed Survey.

Sumur baru tersebut dibor secara miring untuk mencapai titik kedalaman tertentu. Caranya, dengan memompakan lumpur berat dan semen untuk secara permanen mematikan sumur YYA-1.

Data terbaru PHE ONWJ, Senin (26/8/2019) menyebutkan, saat ini pengeboran sumur baru sudah mencapai kedalaman 6.950 kaki, dari target 9.000 kaki.

Baca juga: Atasi Tumpahan Minyak, Pertamina PHE Targetkan Bisa Tutup Sumur YYA-1 Pada Oktober 2019

Dalam konferensi pers, Kamis (15/8/2019), Direktur Hulu dan SDM Pertamina Dharmawan Samsu menjelaskan, selain kontrol sumur, tim PHE bersama ahli engineering melakukan inovasi pengumpul tumpahan minyak lewat alat bernama Lancer Barge atau Torren.

Alat itu ditempatkan di bawah anjungan YYA-1 untuk menampung tumpahan secara langsung, sehingga mengurangi minyak yang jatuh ke laut.

“Jadi, di antara anjungan itu diletakkan dua buah kapal di kiri dan kanan, yang terhubung dengan tali. Di tali tersebut ada sebuah kontainer atau biasa disebut dengan lancer barge atau torren,” terangnya.

Torren itu, lanjut Dharmawan, kemudian akan bergerak bolak-balik untuk mendistribusikan tumpahan minyak yang dikumpulkan langsung dari bawah anjungan.

Penanganan onshore dan offshore

Tidak hanya melakukan kontrol sumur, PHE ONWJ dengan sigap menangani tumpahan minyak di laut dan pantai. Lebih dari 3.997 personel dan peralatannya diterjunkan untuk membersihkan ceceran minyak.

Untuk penanganan di pantai (onshore), mereka menggunakan 7.435 meter oil boom. Penanganan tak hanya dilakukan oleh personel dari Pertamina. TNI dan warga sekitar pun turut membantu membersihkan tumpahan minyak yang tidak tertangkap di laut lepas dan terbawa hingga ke pantai.

Baca juga: Menteri Rini Minta Tumpahan Minyak di Karawang Tuntas September

Sementara itu, di offshore atau lepas pantai, penanganan dilakukan dengan menggunakan 5.900 meter static oil boom. Untuk mengejar minyak yang lolos, IMT memasang moveable oil boom sepanjang 400 meter.

Tak hanya itu, sebagai langkah antisipasi IMT memasang pula satu set oil boom sepanjang 400 meter di sekitar Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Nusantara Regas, 4 skimmer, dan 45 kapal.

Langkah penanganan tersebut pun telah berhasil mengangkat tumpahan minyak dari laut dalam jumlah cukup besar. Data terbaru PHE ONWJ, Senin (26/8/2019) pukul 19.00 WIB menunjukan, total kumulatif oil spill yang berhasil diangkat dari laut sebanyak 13.930 barel.

Sesuai pedoman

Tentunya, langkah penanganan kebocoran minyak oleh PHE ONWJ telah sesuai dengan pedoman penanganan yang berlaku.

Di sektor hulu migas sendiri, SKK Migas telah mengeluarkan pedoman Pengelolaan Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lindungan Lingkungan (K3LL).

Petugas memasang oilboom shore line unutk menangkap tumpahan minyak yang terbawa hingga ke pantai  utara Pulau Jawa Dok. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) Petugas memasang oilboom shore line unutk menangkap tumpahan minyak yang terbawa hingga ke pantai utara Pulau Jawa
Dalam PTK itu diatur apa saja yang harus dilakukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), seperti PHE, jika terjadi keadaan mendesak, darurat, dan krisis.

Misalnya, setiap KKKS wajib menyiapkan sumber daya memadai untuk mendukung penerapan prosedur penanganan keadaan darurat, sesuai dengan karakteristik dan kegiatan operasionalnya.

Tak hanya itu, setiap KKKS wajib membentuk Tim Manajemen Darurat dan Krisis (TMDK) sesuai dengan kondisi organisasi dan kegiatan operasinya, serta Tingkatan Keadaan Darurat/Krisis yang dituliskan di dalam dokumen rencana tanggap darurat dan manajemen krisis.

Baca juga: Awasi Penanganan Tumpahan Minyak, Kapal Patroli Diterjunkan

Kompetensi dan kesiapsiagaan para anggota tim tersebut juga harus dipastikan. KKKS harus memberikan pelatihan dan pengujian terhadap setiap anggota TMDK secara berkala, untuk memastikan kesiapsiagaan tim dalam menanggulangi Keadaan Darurat/krisis yang dapat terjadi.

Tak hanya anggota TMDK, sektor-sektor lain terkait usaha hulu migas pun rutin melakukan latihan berkala. Misalnya, lewat acara Maritime Pollution Exercise (Marpolex) 2018 yang diselenggarakan oleh Kementerian Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

Acara yang dilaksanakan di Surabaya pada 25-26 Juli 2018 itu dihadiri oleh beberapa sektor, seperti TNI AL, SKK Migas, Ditjen Hubungan Laut, POLRI, BASARNAS, serta seluruh KKKS Area V Jawa Timur.

Dengan begitu, semua kegiatan produksi minyak dan gas di Indonesia bisa terjamin keselamatannya. Utamanya, jaminan keselamatan bagi para pekerja, warga, dan lingkungan sekitar tambang.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com