Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis Era Digital Banyak Gunakan 'Intangible Assets,' Apa Itu?

Kompas.com - 30/08/2019, 11:39 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Di era digital, banyak teori maupun metode bisnis tak lagi relevan dan berujung pada perubahan analisa bisnis. Perubahan ini akhirnya menciptakan aset baru.

Aset tak lagi hanya tangible, yakni aset yang berwujud dan bisa dijamin perbankan. Tapi ada aset intangible yang tak berwujud.

Lantas, apa sebetulnya aset intangible?

Menurut Akademisi dan Praktisi Bisnis Rhenald Kasali, aset intangible adalah aset yang tidak bisa dijamin perbankan, tapi aset yang melekat di diri seseorang, seperti keterampilan, inovasi, ide, pengetahuan, dan brand image.

"Aset intangible itu melekat kepada manusia dan enggak bisa dijaminkan ke bank. Contohnya brain image melekat pada otak, skill melekat pada tangan kita, dan pengetahuan juga melekat pada otak," kata Rhenald Kasali di Jakarta, Kamis (29/8/2019).

Baca juga: Mau Sukses Berbisnis di Era Digital? Simak 6 Pilar Teknologi Ini

"Misalnya begini, kita kirim pegawai 100 orang ke Inggris buat belajar, agar ilmunya terpakai. Itu enggak bisa dicatat aset dalam akuntansi. Dicatatnya sebagai cost karena itu intangible. Terus ada lagi yang namanya kerja sama tim, itu intangible," imbuh Rhenald.

Menurut Rhenald, aset inilah yang banyak digunakan milenial alias new power untuk membangun bisnis di era digital, meski tak bisa dicatat dalam balance sheet akuntansi.

Terbukti dengan menggunakan aset intangible, imbuhnya, bisnis milenial bisa maju dan berkembang. Bahkan tak jarang valuasinya mengalahkan industri-industri yang telah berdiri puluhan tahun lamanya, seperti fenomena Garuda Indonesia dengan Gojek.

"Anak-anak muda itu asetnya (tangible) sedikit. Tapi intangiblenya banyak. Dijaminkan ke bank aja enggak bisa tapi valuasinya bisa mengalahkan perusahaan yang puluhan tahun berdiri," ungkap Rhenald.

Baca juga: Rudiantara soal Ekonomi Digital: Kalau Diatur Terlalu Ketat, Anak muda Bilang Jadul!

Lebih lanjut Rhenald menjelaskan, aset intangible ini diperoleh saat mengimplementasikan orkestrasi dalam bisnis. Dengan kata lain, memanfaatkan ekosistem dari luar perusahaan, bukan aset yang hanya dimiliki di perusahaan (stand alone).

Sama seperti Gojek yang memanfaatkan ekosistem pemilik motor dan menyatukannya dalam sebuah aplikasi, hal serupa juga dilakukan oleh Android dan Ios. Ponsel-ponsel tersebut memanfaatkan ekosistem Appstore dan Google Store sehingga terbangun network.

"Super apps inilah yang membunuh Nokia yang stand alone, yang hanya mengandalkan fitur sms dan fitur telepon dalam ponselnya. Atau Nike yang menciptakan jam tangan pendeteksi kondisi kesehatan tubuh selain produk sepatu. Bayangkan diagnosa dokter pun bisa berubah karena ini," jelas dia.


Jadi, siapkah Anda membangun bisnis di era digital ini?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com