Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Rhenald Kasali: Digitalisasi Kehidupan Bawa Kita Hadapi Era #MO

Kompas.com - 30/08/2019, 19:06 WIB
Mikhael Gewati

Editor


KOMPAS.com
- Profesor Rhenald Kasali mencatat, digitalisasi kehidupan telah membawa perubahan yang sangat signifikan terhadap cara setiap orang melakukan konsumsi, kegiatan ekonomi produktif, menyebarkan informasi dan menjalani kehidupan itu sendiri

Hal ini berpengaruh terhadap banyak hal, mulai dari marketing, komunikasi publik, pelayanan jasa publik, leadership hingga pengelolaan ekonomi.

"Bahkan industri akan dan tengah dihantui oleh gejala kehilangan the main yang menjadi sumber pendatannya," katanya dalam peluncuran buku Mobilisasi dan Orkestrasi atau #MO, di Vertical Garden, Telkom Landmark Tower, Jakarta, Kamis (29/8/2019).

Surat kabar, kata dia, adalah korban pertama ketika mereka kehilangan pendapatan dari penjualan koran dan iklan. Disusul televisi. Lalu airlines tak dapat hidup dari tiket. Demikian juga industri telekomunikasi tak dapat hidup dengan hanya mengandalkan pendapatan dari voice.

“Inilah era #MO. Era yang membuat banyak teori-teori bisnis jadi usang, dan berbagai model bisnis tak lagi relevan. Banyak orang yang kebingungan. Dan yang pasti, era yang membuat banyak orang yang gagal paham. Termasuk, di kalangan akademisi yang masih berkutat dengan teori dan asumsi lama,” kata dia.

Orkestrasi

Selain mobilisasi, menurut Rhenald, era MO ditandai dengan munculnya cara-cara baru dalam value creation yang menjadi dasar ekonomi produktif.

Bila dulu value creation bersifat internal dan didapat dari aset-aset tangible melalui skala ekonomis, kini justru didapat dari sisi permintaan melalui ekosistem. Karena itulah timbul kebingungan-kebingungan. Salah satunya adalah menentukan siapa pemilik unicorn di Asia Tenggara.

“Hal lain yang juga memunculkan gagal paham adalah mekanisme valuasi akutansi tentang keuntungan dan kekayaan perusahaan digital, atau perusahaan yang mulai melakukan digitalisasi,” ujar Rhenald seperti dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Jumat (30/8/2019).

Berbicara mengenai model bisnis yang baru, Rhenald mengatakan, sebelumnya perusahaan-perusahaan besar yang incumbent cenderung selalu melakukan kontrol resources dalam rantai produksinya. Namun di era sekarang hal itu sudah tak relevan lagi.

Saat ini, kata dia, yang diperlukan bukan lagi mengontrol resources, namun membangun ekosistem bisnis yang memungkinkan pelaku bisnis bisa melakukan orkestrasi atas berbagai resouces yang ada di luarnya.

Untuk hal ini, Rhenald memberikan contoh bagaimana produsen ponsel Nokia yang bangkrut dan iPhone bertahan terus hingga saat ini.

“Nokia hanya menjual ponsel yang hanya bisa dipakai untuk telpon dan SMS. Kalaupun ada game, layanan tersebut sangat terbatas, yakni game bawaan di ponsel Nokia. Sebaliknya, iPhone mengembangkan ekosistem bisnis,” ujar Rhenald.

Lewat ekosistem tersebut, lanjut dia, pengguna iPhone bisa mendapatkan game dengan jumlah yang sangat banyak dan pilihan beragam dari developer di luar Apple.

Tentu tak hanya itu, pengguna iPhone juga bisa mengakses layanan lain dari pengembang aplikasi yang ada di App Store.

Kompetiasi yang sama, kata Rhenald Kasali, dapat terlihat dari produsen sepatu Adidas vs Nike.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com