Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Ekonomi Tak Populer Jokowi Pasca Pemilu yang Tuai Kritik

Kompas.com - 04/09/2019, 19:38 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

 JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah baru-baru ini mengeluarkan kebijakan yang bisa jadi mimpi buruk bagi sebagian masyarakat.

BPJS Kesehatan yang selama ini diandalkan masyarakat kelas menengah ke bawah untuk menikmati subsidi layanan medis, tarifnya akan naik.

Tak berhenti sampai di situ, tak berapa lama kemudian, pemerintah mengumumkan dicabutnya subsidi listrik untuk pelanggan 900 VA pada 2020.

Kebijakan ini diambil di akhir periode pertama Jokowi, pasca penetapan dirinya sebagai presiden terpilih untuk kedua kalinya.

Baca juga: Ini Besaran Iuran BPJS Kesehatan Mulai 2020

Padahal, sebelum Pemilu berlangsung, pemerintah terkesan menahan diri untuk mengeluarkan kebijakan tidak populer.

Bahkan, Jokowi pernah menganulir pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan pada Oktober 2018 lalu.

Saat itu, Jonan mengumumkan rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi.
Jokowi mengatakan, rencana tersebut memang ada, namun urung dilakukan.

Sebab, setelah dihitung-hitung, kenaikan harga BBM ternyata tidak memberikan keuntungan signifikan bagi Pertamina jika harga BBM jenis premium dinaikkan menjadi Rp 6.900- Rp 7.000 per liter.

Kebijakan pemerintah di penghujung periode pertamanya itu pun menuai berbagai kritik. Bahkan, muncul gerakan sarkastik yang nampak di media sosial.

Menyusul naiknya iuran BPJS Kesehatan diikuti pencabutan subsidi listrik 900 VA itu, muncul tagar #TdLBpjsNaikWeLoveJokowi yang menjadi tiga teratas trending topic Twitter hari ini.

Baca juga: Catat, Subsidi Listrik 24,4 Juta Pelanggan 900 VA Dicabut pada 2020

Iuran BPJS Naik 100 Persen

Iuran BPJS Kesehatan akan mulai naik 100 persen per 1 Januari 2020.

Hal ini dilakukan untuk menutup defisit JKN.
Pemerintah tetap menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) meski banyak pihak yang mengkritik.

Saat ini tercatat jumlah peserta BPJS Kesehatan sebanyak 223,3 juta jiwa. Kenaikan ini hanya berlaku untuk peserta kelas I dan II atau peserta non Penerima Bantuan Iuran (PBI) pemerintah pusat dan daerah.

Peserta kelas I akan naik menjadi Rp 160.000 dan kelas II naik menjadi Rp 100.000.

Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen Mulai 1 Januari 2020

Sementara itu, kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III masih ditunda setelah Komisi IX dan XI DPR menolak usulan itu.

DPR meminta pemerintah melakukan pembersihan data sebab terjadi karut-marut data. Selain itu, kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas III juga dinilai akan membebani masyarakat bawah.

Kebijakan ini dikritik Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, 100 persen masyarakat menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

"Kami yang mendengarkan aspirasi ya mayoritas atau bahkan 100 persen masyarakat menolak terhadap kenaikan tarif yg akan dilakukan," kata Tulus.

Tulus mengatakan, penolakan tersebut dilandasi oleh beberapa alasan, seperti soal daya beli masyarakat kelas menengah dan klaim layanan kesehatan dari BPJS Kesehatan yang belum optimal.

Baca juga: Jika Iuran Tak Naik, Defisit BPJS Kesehatan Bisa Capai Rp 77,9 Triliun

Tulus menegaskan, kenaikan tarif BPJS Kesehatan untuk menutup defisit bukanlah satu-satunya solusi yang harus ditempuh.

Masih banyak solusi lain yang bisa ditempuh seperti pemberian subsidi oleh pemerintah.

Cabut Subsidi Listrik 900 VA

Pemerintah berencana mencabut subsidi listrik 24,4 juta pelanggan 900 VA pada 2020. Usul pencabutan subsidi 24,4 juta pelanggan listrik 900 VA datang langsung dari Kementerian ESDM.

Alasannya, karena 24,4 juta pelanggan tersebut merupakan rumah tangga mampu (RTM).

Jika R1 900 VA-RTM dilepas subsidinya, maka subsidi listrik menjadi Rp 54,79 triliun.

Saat ini, dari 38 golongan pelanggan listrik, 26 golongan diantaranya masih mendapatkan subsidi. Total jumlah pelanggan yang mendapatkan subsidi listrik mencapai 61 juta pelanggan.

Pelanggan tersebut terdiri dari 23,9 juta pelanggan listrik 450 VA, 31,5 juta pelanggan listrik 900 VA dan 5,7 juta sisanya pelanggan yang terbagi pada 24 golongan lainnya.

Baca juga: Pemerintah Jangan Buru-buru Cabut Subsidi Listrik Pelanggan 900 VA

 

Khusus untuk pelanggan listrik 900 VA, terdapat dua bagian yakni pelanggan yang miskin dan pelanggan yang mampu.

Total pelanggan rumah tangga mampu inilah yang mencapai 24,4 juta pelanggan. Total subsidi untuk 24,4 juta pelanggan listrik 900 VA ini sebesar Rp 6,9 triliun. Subsidi inilah yang akan dicabut oleh pemerintah.

Akibat pencabutan subsidi listrik 24,4 juta pelanggan listrik 900 VA-RTM ini, anggaran subsidi listrik hanya Rp 54,7 triliun pada 2020.

Angka ini lebih kecil dari usulan di RAPBN 2020 yang sebesar Rp 62,2 triliun.

Selain itu subsidi listrik 2020 juga lebih kecil dari 2019 yang mencapai Rp 65,3 trilliun.

Tarif Tol akan Naik

Sebelum ada pemberitahuan kenaikan tarif listrik dan iuran BPJS Kesehatan, data Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) menunjukkan bahwa ada beberapa ruas jalan tol yang akan naik tarifnya. Setidaknya ada 18 ruas tol yang tarifnya akan disesuaikan.

Corporate Communication and Community Development Group Head PT Jasa Marga Tbk Dwimawan Heru Santoso, mengatakan, pengajuan usulan penyesuaian tarif tersebut sesuai dengan peraturan UU yang ada, yakni UU No 38/2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah no 15/2005 tentang Jalan Tol.

"Dalam aturan tersebut ditetapkan bahwa evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap dua tahun sekali oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) berdasarkan tarif lama yang disesuaikan dengan pengaruh inflasi," kata Dwimawan.

Namun dirinya tidak merinci berapa kenaikan tarif yang diajukan kepada Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). Dwimawan menyebut, ada enam ruas jalan tol yang akan dilakukan penyesuaian tarif pada tahun ini.

Baca juga: Siap-siap, Tarif Tol Dalam Kota, Jagorawi, dan Jakarta-Tangerang Naik

 

Keenam ruas tol itu adalah ruas tol Palikanci, ruas tol Belmeran, ruas tol Dalam Kota Cawang-Tomang-Pluit, ruas tol Surabaya-Gempol & Kejapanan Gempol, ruas tol Jagorawi, dan ruas tol Jakarta-Tangerang.

Hingga saat ini surat usulan penyesuaian tarif yang sudah disampaikan kepada BPJT baru untuk ruas tol Jakarta-Tangerang dan ruas tol Jagorawi. Sedangkan untuk yang lainnya masih dalam tahan penyusunan surat usulan.

Grup Astra Infra juga sudah bersiap-siap menaikan tarif empat ruas tol yang dikelolanya.
CEO Toll Road Business Group Astra Infra Kris Ade Sudiyono mengatakan, ruas tol yang akan mengalami kenaikan tersebut adalah Jombang–Mojokerto, Semarang–Solo, Cikopo–Palimanan, dan Tangerang–Merak.

Menurut dia, kenaikan tarif tol sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

“Jadi bukan dinaikkan oleh badan usaha,” katanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com