Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ambil Pusing dengan Penolakan, Pemerintah Tetap Naikkan Iuran BPJS Kesehatan

Kompas.com - 05/09/2019, 05:22 WIB
Yoga Sukmana,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah menaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan dua kali lipat mulai 1 Januari 2020 terus menjadi polemik publik.

Pemerintah tinggal menunggu payung hukumnya berupa Peraturan Presiden (Perpres) untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Nantinya iuran BPJS Kesehatan kelas I naik dari Rp 80.000 jadi Rp 160.000 per bulan, kelas II naik dari Rp 51.000 jadi Rp 110.000 per bulan.

Sementara itu iuran kelas III rencananya naik dari Rp 25.500 jadi Rp 42.000 per bulan. Namun kenaikan iuran kelas III belum bisa dipastikan karena ditolak DPR.

Pemerintah terlebih dahulu diminta memperbaiki carut marut data keanggotaan BPJS Kesehatan kelas III sebelum memutuskan kenaikan iurannya.

Banjir Penolakan

Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan banjir penolakan. Kritik tajam deras mengalir, tentu saja diarahkan kepada pemerintah.

Penolakan awal datang dari DPR. Sejumlah anggota DPR dari Fraksi partai oposisi dan pemerintah kompak menentang rencana pemerintah tersebut

Hal itu terjadi saat rapat kerja gabungan Komisi XI dan IX DPR dengan pemerintah dan BPJS Kesehatan.

Baca juga : Buruh Hingga Pegusaha Ramai-ramai Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

"Saya enggak setuju kalau iuran masyarakat dinaikan, enggak setuju. Kecuali iuran dari pemerintah dari APBN yang dinaikan," ujar Anggota Komisi XI Refrizal dari Fraksi PKS, Senin (2/9/2019).

Menurutnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan justru akan menggencet masyarakat yang ada dalam ekonomi yang sulit.

Anggota Komisi XI lainnya, Elviana dari Fraksi PPP juga menolak usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Ia heran pemerintah justru dengan mudah mau menambah beban rakyat.

Padahal kata dia, pemerintah punya cukup anggaran. Hal itu mengacu kepada semangat pemerintah memindahkan ibu kota ke Kalimatan.

Seperti diketahui anggaran pemindahan ibu kota ke Kalimantan diperkirakan lebih dari Rp 400 triliun. Sementara itu defisit BPJS Kesehatan diperkirakan mencapai Rp 32,8 triliun pada 2019.

"Memindahkan ibu kota saja mampu kok," kata dia.

Protes keras juga datang dari serikat buruh. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, para buruh akan menggelar aksi demo besar-besaran untuk menentang rencana pemerintah tersebut.

Demo akan digelar pada 2 Oktober mendatang. Said mengatakan, 150.000 buruh akan turun ke jalan untuk memprotes rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Said memastikan protes buruh tidak hanya akan berhenti hanya dengan demonstrasi. Sebab kenaikan iuran BPJS Kesehatan jelas akan memberatkan masyarakat, tidak hanya buruh.

Suara penolakan juga datang dari pengusaha. Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman mengatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak bisa menjadi tolak ukur keadilan pungutan.

Sebab setiap provinsi memiliki upah minimum yang berbeda-beda. Adapun iuran untuk peserta pekerja sebesar 5 persen dari penghasilan per bulan dengan ketentuan 4 persen di bayar pemberi kerja, dan 1 persen oleh peserta.

Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan menambah beban pelaku UMKM yang menjadi peserta.

Derasnya penolakan juga ramai di media sosial. Bahkan beberapa tagar terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan sempat menjadi trending topik di Twitter dalam beberapa hari terakhir ini.

Tak Ambil Pusing

Meski kritik dan penolakan terus mengalir, namun pemerintah tetap jalan terus dengan rencananya menaikan iuran BPJS Kesehatan. Ibarat pribahasa, anjing menggonggong, kafilah berlalu.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai wajar rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta kelas I dan II. Menurutnya, bila iuran tak dinaikkan, justru BPJS Kesehatan akan sulit memberikan pelayanan prima.

Saat ini, kata dia, besaran iuran peserta tidak mampu menanggung biaya pengobatan dan perawatan pasien. Akibatnya BPJS Kesehatan terus-terusan defisit.

"Kalau ingin memberikan kesejahteraan untuk masyarakat harus dinaikkan (iuran BPJS Kesehatan)," ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (4/9/2019).

Di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta masyarakat menerapkan mindset bahwa  sehat itu mahal menyusul rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Baca juga : Tepatkah Defisit BPJS Kesehatan Diatasi dengan Kenaikan Iuran Peserta?

"Semua Masyarakat harus memahami itu. Jangan mengembangkan sehat itu murah. Nanti repot. Sehat itu mahal, perlu perjuangan," kata Moeldoko.

Sedangkan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani menyebut Perpres payung hukum kenaikan iuran BPJS Kesehatan tengah dalam proses penyusunan.

Puan tidak memberi waktu pasti kapan Perpres akan diteken. Namun ia optimis Perpres bisa terbit pada Oktober 2019, sebelum periode pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla berakhir pada 20 Oktober mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com