Konsep co-living memungkinkan para milenial dan profesional muda untuk bersama menyewa sebuah rumah di bawah manajemen suatu perusahaan.
Konsep tersebut bukanlah konsep baru. Sejumlah kota besar di dunia yang mulai menyediakan properti co-living untuk para milenial dan profesional muda yang tidak ingin, atau tidak mampu, membeli rumah sendiri.
“Hunian yang baik tidak hanya memberi kenyamanan bagi para penghuninya, namun juga membantu meningkatkan kesehatan mental para milenial,” kata Sabrina.
Kepemilikan properti makin lama kian tidak relevan sebagai bentuk investasi bagi mayoritas milenial. Buktinya, ia melanjutkan, penjualan rumah terus turun. Sementara itu, penjualan apartemen cenderung meningkat.
“Peningkatan tetap terjadi meski dengan penurunan luas apartemen sebesar rata-rata 26 persen,” katanya.
Perubahan pola sosialisasi ikut mendorong jenis pilihan tempat tinggal kaum milenial. Saat ini, milenial jarang saling berkunjung ke rumah dan lebih memilih untuk bertemu di tempat umum seperti mal dan kafe.
“Mereka lebih mementingkan koneksi internet yang cepat,” ujarnya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan