Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Milenial Mau Mulai Investasi? Begini Langkahnya

Kompas.com - 23/09/2019, 07:21 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Milenial, kamu sudah mengerti perencanaan keuangan, tetapi bingung bagaimana cara memulai investasi?

Kali ini, tak perlu bingung ataupun risau.  Memulai investasi itu mudah asal kamu mau belajar dan mencobanya.

Apalagi, investasi memang satu-satunya cara yang bisa ditempuh untuk memapankan keuangan kamu di masa depan tentunya, tanpa menjadi generasi sandwich.

Tahu generasi sandwich kan? Itu tuh generasi yang menanggung beban keluarganya, selain keluarga inti. Nah supaya kelak, saat tua nanti kita tidak menjadi "beban" anak cucu, ada baiknya untuk mempersiapkan dana pensiun. Salah satunya dengan investasi.

Baca juga: Emas Harus Ada dalam Setiap Portofolio Investasi, Mengapa?

Jadi, jika ditanya seberapa penting investasi, tentu sangat penting. Supaya lebih jelas bagaimana cara memulainya, berikut Kompas.com rangkum poin-poin memulai investasi ala perencana keuangan Prita H. Ghozie.

1. Pahami Profil Risiko

Setiap orang, tentu memiliki profil yang berbeda-beda. Apakah kamu termasuk tipe agresif atau konservatif dalam berinvestasi? Atau justru keduanya? Tergantung kamu sendiri yang menentukan dari posisi keuangan.

Biasanya, investor milenial cenderung agresif karena belum ada tanggungan keluarga atau tanggungan kebutuhan mendesak lainnya sehingga return yang didapat akan lebih besar.

Kendati demikian, hal itu kembali lagi kepada dirimu. Pasalnya tipe manapun dan instrumen apapun tidak semuanya bisa dibilang paling tepat untuk kamu. Inilah gunanya mengtahui profil risiko dan tujuan keuangan kamu.

"Saya enggak bisa bilang mana yang paling tepat untuk semua orang. Jadi harus memahami profil risiko dan tahu tujuan keuangannya bagaimana. Setelah dia tahu tujuan, maka dia akan bisa menentukan mana yang tepat untuk dia," kata Prita H. Ghozie di Jakarta beberapa waktu lalu.

Baca juga: Kaum Milenial Unik, Investasi Apa yang Sesuai?

2. Pilihlah yang Handal

Pilihlah tempat atau wadah investasi yang telah berizin dan mendapat lisensi peredarannya, seperti izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappeti).

Perhatikan juga manager investasi yang kamu pilih. Pastikan manajer investasi itu telah memiliki pengalaman dan handal dalam dunia investasi.

3. Aset Beragam

Setelah mengetahui profil risiko kamu, langkah selanjutnya adalah menaruh portofolio investasi di beragam aset. Bukan hanya saham, tetapi taruhlah di instrumen investasi lainnya. Seperti obligasi, reksadana, logam mulia, dan sebagainya.

Mengapa harus beragam? Karena kalau kamu menaruh semua dana di satu instrumen investasi saja, mana kala instrumen tersebut jeblok. Maka hangus juga investasi kamu.

Itulah mengapa pentingnya kamu perlu menaruh portofolio di aset yang beragam. Jika satu aset turun dan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, kamu masih memiliki aset di instrumen investasi lainnya.

Selain itu, kebutuhan kamu juga beragam dan semakin beragam kedepannya. Kebutuhan yang beragam ini tidak akan cukup dengan satu aset investasi.

"Kebutuhan kita itu beragam, entah jalan jalan, beli kamera, dana darurat, atau semuanya. Otomatis semua itu enggak bisa dibackup dengan satu aset," kata Prita.

Baca juga: Milenial Ingin Investasi? SBR008 Bisa Dibeli Mulai Hari Ini

Bagaimana dengan emas?

Meski tidak ada instrumen investasi yang paling tepat untuk semua orang, Prita tetap menyarankan Anda untuk menaruh portofolio Anda di berapa aset. Salah satu aset yang tidak boleh dilupakan adalah logam mulia alias emas.

Bahkan, Prita menyebut emas mesti ada dalam setiap portofolio investasi. Terkait besarannya, itu tergantung diri Anda. Biasanya orang yang bermain konservatif akan menaruh aset di emas sebesar 30 persen.

Mengapa demikian? Seperti yang Anda tahu, emas lebih mudah untuk dijangkau ketimbang investasi lain.

Pun orang lebih familiar dan mengenal emas. Bahkan, para orang tua sering kali berinvestasi dalam bentuk emas sejak dulu, baik emas batangan maupun emas perhiasan.

Secara statistik, nilai emas terus naik sehingga kamu bisa lindung nilai dalam investasi emas. Potensi kenaikannya selalu nyaris di atas inflasi, meski tidak sebesar return investasi saham.

"Emas selalu memberikan potensi kenaikan nyaris di atas inflasi. Kalau yang jauh di atas inflasi mah namanya bisnis. Makanya mindset-nya harus investasi," kata Prita

Bahkan sejak 5 tahun belakangan, harga emas cenderung naik. Dari Januari-Agustus 2019, kenaikan harga emas sudah hampir 10 persen dengan kenaikan tertinggi tanggal 4 September, yakni Rp 775.000 per gram.

Nah, pada masa ekonomi global sedang tidak ada bagus-bagusnya, para investor akhirnya beralih menyimpan dananya ke aset safe haven seperti emas. Itulah mengapa emas seringkali dijadikan back-up aset karena keamanannya.

Tidak hanya itu, Prita mengatakan emas memudahkan seseorang untuk mencapai kemampuan finansial saat semua aset sedang turun. Untuk itu juga lah dia menyarankan untuk mendiversifikasikan portofolio.

"Jadi itulah emas yang harus ada dalam portofolio seseorang. Kalau enggak percaya, tanya saja pemerintah kenapa cadangan devisanya emas?" tandasnya.

Baca juga: Studi: Milenial Paling Pelit soal Uang Tip

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com