JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengungkapkan, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) punya risiko lebih besar dibandingkan dengan tenaga pembangkit lainnya.
Indonesia dipandang perlu oleh Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) memiliki ketersediaan energi listrik yang cukup akan menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satunya dengan membangun PLTN.
"Soal keamanan dan keandalan semua orang sekarang mendiskusikan hal itu. Karena orang tahu bahwa risko dari nuklir itu kan besar, radiasinya besar," kata Surya di Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Baca juga: KEIN Dorong Pembangunan PLTN di Indonesia
Surya menyebutkan, banyak hal yang perlu dibenahi Indonesia jika memang ingin menghadirkan energi listrik bertenaga nuklir tersebut. Misalnya soal kedisiplinan yang rendah dalam kehidupan sehari-hari, termasuk kedisiplinan pekerjaan dalam bekerja di pembangkit nantinya.
"Sementara negara seperti kita disiplin dalam menjalankan kehidupan juga masih sangat rendah, bagaimana hadapi sebuah teknologi yang membutuhkan disiplin yang luar biasa tinggi kan?" ujarnya.
"Makanya itu ada perdebatan dan diskusi yang panjang, ini harus diselesaikan, tapi in the long run, saya lihat," tambah dia.
Baca juga: KEIN Dorong Pembangunan PLTN di Indonesia
Surya mengakui energi listrik yang dihasilkan pembangkit nuklir memang bisa menjadi solusi di tengah pembangkit-pembangkit tenaga lainnya. Namun, belum saatnya Indonesia membangunnya sekarang.
Artinya Indonesia masih punya peluang dan potensi untuk memanfaatkan sumber daya lain untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.
"Nuklir memang bisa merupakan sebuah solusi, cuma di kita, di Indonesia saya melihat selama energi terbarukan masih ada mestinya itu jadi prioritas," ungkapnya.