Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

METI: Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Punya Risko yang Lebih Tinggi

Kompas.com - 26/09/2019, 05:09 WIB
Murti Ali Lingga,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengungkapkan, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) punya risiko lebih besar dibandingkan dengan tenaga pembangkit lainnya.

Indonesia dipandang perlu oleh Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) memiliki ketersediaan energi listrik yang cukup akan menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satunya dengan membangun PLTN.

"Soal keamanan dan keandalan semua orang sekarang mendiskusikan hal itu. Karena orang tahu bahwa risko dari nuklir itu kan besar, radiasinya besar," kata Surya di Jakarta, Rabu (25/9/2019).

Baca juga: KEIN Dorong Pembangunan PLTN di Indonesia

Surya menyebutkan, banyak hal yang perlu dibenahi Indonesia jika memang ingin  menghadirkan energi listrik bertenaga nuklir tersebut. Misalnya soal kedisiplinan yang rendah dalam kehidupan sehari-hari, termasuk kedisiplinan pekerjaan dalam bekerja di pembangkit nantinya.

"Sementara negara seperti kita disiplin dalam menjalankan kehidupan juga masih sangat rendah, bagaimana hadapi sebuah teknologi yang membutuhkan disiplin yang luar biasa tinggi kan?" ujarnya.

"Makanya itu ada perdebatan dan diskusi yang panjang, ini harus diselesaikan, tapi in the long run, saya lihat," tambah dia.

Baca juga: KEIN Dorong Pembangunan PLTN di Indonesia

Surya mengakui energi listrik yang dihasilkan pembangkit nuklir memang bisa menjadi solusi di tengah pembangkit-pembangkit tenaga lainnya. Namun, belum saatnya Indonesia membangunnya sekarang.

Artinya Indonesia masih punya peluang dan potensi untuk memanfaatkan sumber daya lain untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.

"Nuklir memang bisa merupakan sebuah solusi, cuma di kita, di Indonesia saya melihat selama energi terbarukan masih ada mestinya itu jadi prioritas," ungkapnya.

Dia mengatakan, pembangunan listrik bertenaga nuklir menjadi pilihan paling akhir bagi Indonesia. Sebab masih ada energi-energi lain yang bisa dimanfaatkan.

"Kalau nuklir itu di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), itu kan opsi terakhir," sebutnya.

Menurut dia, dalam PP itu jelas pemerintah telah menentukan terkait PLN menjadi opsi paling terakhir untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi. Apalagi, diketahui PLTN tidak masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028.

"Karena itu angka sampe tahun 2030, kan belum masuk. Jadi fine aja setelah itu terima masuk, setelah tahun 2030," ucap dia.

Baca juga: 2030 Malaysia Bangun PLTN, Indonesia Kapan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com