Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Minta Pelaku Jastip Tidak Jualan di Medsos

Kompas.com - 27/09/2019, 20:44 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Maraknya pelaku jasa titipan yang menjual barang-barang mewah membuat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) serta pelaku industri ritel gerah. Pasalnya, pelaku jastip bisa menjual barang mereka dengan harga super miring lantaran menghindar dari kewajiban pembayaran bea impor hingga kewajiban perpajakan lain.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, pihaknya akan meminta para pelaku jastip untuk melakukan kegiatan bisnis secara resmi dengan menaati prosedur kepabeanan hingga melakukan kegiatan jual-beli secara adil.

Adapun salah satu syarat bagi penyelenggara jastip yang ingin bisnisnya berjalan secara legal diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

"Kami telah mewajibkan pengusaha jastip untuk mencantumkan NPWP dan kami sudah kerja sama dengan pajak," ujar Heru di Jakarta, Jumat (27/9/2019).

Baca juga: Bea Cukai Tahan Barang-barang Jastip, Mengapa?

Heru pun menegaskan, pelaku jastip wajib menyatakan bahwa barang yang mereka bawa sebagai barang dagangan, bukan sebagai barang pribadi seperti yang saat ini kerap terjadi.

Hal tersebut dilakukan untuk melindungi pelaku usaha dalam negeri yang telah mematuhi peraturan perpajakan.

"Kalau dia memang benar-benar memiliki barang itu, dia declare barang itu kalau dia akan jual. Kalau dia dagang ada kewajiban pajak domestik, pajak badan, dan sebagainya. Ini untuk memberi perlindungan ke pengusaha yang taat pajak," ucap Heru.

Baca juga: 5 Alasan Mengapa Jastip Kian Digemari

Selain itu, Heru pun menginginkan agar para pelaku jastip melakukan kegiatan jual beli melalui platform resmi seperti di e-commerce, bukan melalui media sosial.

"Sehingga bisnis ini resmi, ada ketentuan, bayar pajak, dan dia jual di platform, bukan di medsos," ujar dia.

Sebagai infromasi, bea dan cukai telah menindak 422 kasus pelanggaran jasa titipan sepanjang 2019. Jastip tersebut menggunakan modus splitting di mana mereka memecah barang pesanan titipan kepada orang-orang tertentu dalam satu rombongan.

Dengan demikian, mereka bisa mengakali batas nilai pembebasan sebesar 500 dollar AS yang diatur dalam Peraturan menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017.

Baca juga: Panen Rupiah saat Ramadhan dengan Memanfatkan Jastip...

Selain menjadi modus pada barang bawaan penumpang, splitting juga acap kali terjadi pada barang kiriman yang memiliki de minimis value, atau batasan nilai barang impor yang dikenai bea masuk sebesar 75 dollar AS.

Bea Cukai pun telah menerapkan program anti splitting melalui PMK 112/PMK.04/2018 pada Oktober lalu untuk mengatasi hal tersebut.

Dengan program tersebut, dari Oktober hingga Desember 2018, Bea Cukai telah menjarin 72.592 dokumen impor dengan total nilai mencapai Rp 4 miliar. Sementara di awal 2019 hingga akhir 2019, nilai tersebut naik jadi 140.863 dokumen impor dengan nilai penerimaan hingga Rp 28,05 miliar.

Baca juga: Mengintip Peluang Mendulang Uang dari Bisnis Jastip

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com