“Bagaimana pun pestisida itu tetap harus ramah lingkungan. Kami juga ingin memperkuat kelembagaan di bidang pestisida," kata Sarwo Edhy.
Pestisida palsu dan pestisida ilegal, lanjutnya, yang tidak diketahui mutu dan efikasinya sangat merugikan petani karena harganya sama dengan produk aslinya tetapi kualitasnya rendah.
“Produsen pestisida juga dirugikan karena terkait hak kekayaan intelektual termasuk di antaranya paten, hak cipta, hak desain industri, merek dagang hak varietas tanaman, dan indikasi geografis," ujar Sarwo Edhy.
Pestisida palsu juga dapat menghambat ekspor komoditas hasil pertanian sendiri karena dinilai terlalu banyak terpapar residu pestisida.
Baca juga: Marak Pestisida Palsu, Kementan Minta Petani Konsultasi pada Penyuluh
Di beberapa negara tujuan ekspor dari komoditas pertanian Indonersia, sangat perhatian terhadap maximum residue limit (MRL) sehingga penggunaan pestisida palsu dan ilegal bisa mempersulit ekspor produk pertanian.
Sarwo Edhy mengungkapan, berdasarkan hasil penelitian di Institut Pertanian Bogor (IPB) penggunaan pupuk dan pestisida palsu juga membuat struktur tanah rusak sehingga hasil produksinya turun.
“Yang asli efektif, yang palsu ada dalam racikannya itu yang kimiawinya malah menumbuhkan organisme pengganggu tanaman baru,” pungkas Sarwo Edhy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.