Fadjar menambahkan, karena sudah tak dilayani GMF, armada milik Sriwijaya Air dirawat oleh para engineering-nya sendiri. Namun, ketersediaan sparepart-nya terbatas.
Tak hanya itu, engineering Sriwijaya Air pun terbatas. Fadjar menyebut jumlahnya hanya 50 orang.
Akibat keterbatasan itu, kondisi perusahaan berada di level Hazard, Identification dan Risk Assessment (HIRA) 4A.
Baca juga: Benarkah Sriwijaya Air Akan Hentikan Operasionalnya?
Atas dasar itu, Fadjar merekomendasikan agar maskapai tersebut menghentikan sementara operasi hingga kondisinya membaik. Sebab, jika dipaksakan, berpotensi menimbulkan bahaya.
“Kalau dibilang sangat membahayakan (tidak), (tapi) berpotensi (berbahaya) iya. Karena dari sisi pesawat yang dirawat dalam kondisi yang limited berpotensi terjadi hal-hal yang di luar yang kita perkirakan,” ujar Fadjar.
Atas pertimbangan keselamatan penerbangan, Direktur Quality, Safety, dan Security PT Sriwijaya Air Toto Soebandoro telah memberikan rekomendasi kepada Plt Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson Jauwena agar maskapai itu berhenti beroperasi.
Rekomendasi tersebut dikeluarkan setelah melakukan tinjauan dari segi perawatan dan pemeliharaan pesawat sesuai HIRA yang kemudian diurai dan dimitigasi menjadi kesepakatan dengan Direktorat Kelaikan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU).
Baca juga: Pertamina Tagih Utang Rp 791,44 Miliar ke Sriwijaya, Buntut Pencopotan Direksi?
Dalam surat itu disebutkan bahwa ketersediaan tools, equipment, minimum spare, dan jumlah qualified engineer yang ada ternyata tidak sesuai dengan laporan yang tertulis dalam kesepakatan yang dilaporkan kepada Dirjen Perhubungan Udara dan Menteri Perhubungan.
Sriwijaya Air dianggap belum berhasil melakukan kerja sama dengan JAS Engineering atau MRO lain terkait dukungan line maintenance.
Hal ini berarti risk index masih berada dalam zona merah 4A (tidak dapat diterima dalam situasi yang ada), yang dianggap bahwa maskapai tersebut dianggap kurang serius terhadap kesempatan yang diberikan pemerintah untuk melakukan perbaikan.
Atas dasar itu, pemerintah sudah mempunyai cukup bukti dan alasan untuk menindak Sriwijaya Air stop operasi karena berbagai alasan.
Sehubungan dengan hal tersebut dan setelah diskusi dengan Direktur Teknik dan Direktur Operasi sebagai pelaksana safety, direkomendasikan Sriwijaya Air menyatakan stop operasi atas inisiatif sendiri (perusahaan) atau melakukan pengurangan operasional disesuaikan dengan kemampuan untuk beberapa hari ke depan karena alasan memprioritaskan safety.
Namun, rekomendasi tersebut tak diindahkan oleh Plt Dirut Sriwijaya Jefferson.
Baca juga: Tiga Direksi Sriwijaya Air yang Dicopot Mantan Pejabat Garuda
Karena tak mau menanggung risiko yang mungkin terjadi, Direktur Operasi Sriwijaya Air Fadjar Semiarto dan Direktur Teknik Sriwijaya Air Ramdani Ardali Adang mengundurkan diri dari jabatannya.
“Kami memutuskan untuk mengundurkan diri untuk menghindari conflict of interest," ujar Fadjar di Jakarta, Senin (30/9/2019).