Berdasarkan data Foreign Corruption Practices Act kata dia, China menjadi salah satu negara dengan tingkat pembayaran tidak wajar (improper payment) yang paling tinggi sejak 2009 hingga 2018.
"Pembayaran tidak wajar (improper payment) tentu saja merupakan bagian dari praktik korupsi, dan selama ini hanya KPK yang terlihat getol atau serius mengawasi praktik-praktik korupsi dilingkungan BUMN maupun swasta," ujarnya.
Berbenturan...
Alih-alih menghambat investasi, pengesahan UU KPK yang baru justru dinilai berbenturan dengan visi misi Presiden Jokowi yakni "SDM Maju Indonesia Unggul" pada pemerintahan periode kedua.
Pasalnya, data mengungkap sektor pendidikan menjadi salah dari 5 sektor terbesar yang didalamnya banyak terdapat korupsi. Anggaran desa yang fungsingnya untuk membangun desa juga menjadi salah satu dari 5 sektor terbesar.
Baca juga: Investasi Butuh Kepastian Hukum, Pengusaha Ingin KPK Diperkuat
Data Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap, bidang pendidikan yang bertugas menciptakan SDM unggul adalah bidang ketiga terbesar setelah bidang transportasi dan pemerintahan, yang terjerat kasus korupsi dengan total kerugian mencapai Rp 81,8 miliar.
Bidang transportasi telah merugikan negara sebesar Rp 985 miliar dan bidang pemerintahan merugikan negara sebesar Rp 255 miliar.
Kemudian disusul oleh bidang sosial kemasyarakatan di posisi keempat dengan 40 jumlah kasus dan total kerugian mencapai Rp 41,1 miliar. Begitu juga anggaran desa sebesar Rp 39,3 miliar dengan jumlah 98 kasus.
Oleh karena itu Yustinus menilai, revisi UU yang melemahkan KPK justru bisa membuat penindakan korupsi di bidang pendidikan ikut melemah. Hal ini bisa berkorelasi pada kualitas SDM, seperti kualitas mental anti korupsi dan spirit kompetitif.
Bila korupsi merajarela di bidang pendidikan, maka Indonesia bisa kekurangan SDM unggul dan tidak punya investasi SDM di masa depan.
Baca juga: Kata Pengusaha, Keberadaan KPK Beri Kepastian Hukum untuk Investasi
"Ketika pendidikan terpuruk, anak-anak kita untuk mendapatkan pendidikan terbaik hilang. Akhirnya kita menciptakan generasi yang tidak baik dan tidak kompetitif. Tidak berdaya saing dan tidak siap kerja. Berarti negara ini sedang tidak berinvestasi untuk masa depan," ujar dia.
Segera Melangkah
Untuk itu, Yustinus menyarankan agar Presiden segera membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK. Dalam Perppu tersebut, dia menyarankan hendaknya ada poin-poin perbaikan yang dibuat secara objektif.
"Ada urgensi untuk buat Perppu. Misalnya, tetap ada dewan untuk mendorong semua pemerintahan berjalan dengan baik dan lancar. Bukan untuk menghambat, bukan untuk izin. Gitu seharusnya," tandasnya.
Dia bilang, urgensi membuat Perppu adalah salah satu cara untuk memperbaiki kepercayaan investor disamping membuat formasi kabinet yang membuat respon pasar membaik.
Baca juga: Siang Ini APBN 2020 Diketok, Anggaran KPK Naik, Bagaimana dengan DPR?
Selain itu dia mengimbau untuk mengantisipasi keluarnya aliran modal asing (capital outflow) akibat demonstrasi karena revisi RUU KPK.
Hendaknya, kata dia, pemerintah tidak menganggap enteng unjuk rasa di berbagai daerah yang menuntut dikeluarkannya Perppu KPK. Pasalnya, unjuk rasa lah yang menurunkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Akibatnya, banyak aliran modal asing yang keluar dan membuat Indonesia kekurangan likuiditas saat defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) masih dalam.
"Capital outflow akan membuat kita kekurangan likuiditas disaat kita mengalami CAD. Ini kan bahaya bagi perekonomian. Maka jangan main-main dengan persepsi, jangan main-main dengan hal seperti ini karena ini akan mempengaruhi," pungkasnya.
Baca juga: Indef: Revisi UU KPK Bikin Investor Makin Ogah Investasi di Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.