Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah KPK Hambat Investasi?

Kompas.com - 02/10/2019, 06:41 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan KPK di Indonesia disebut-sebut menghambat investasi. Rupanya, data berkata lain. KPK, yang telah berdiri sekitar 17 tahun justru positif bagi dunia usaha dan investasi.

Hal tersebut ditunjukkan oleh Indeks Kemudahan Berbisnis (IKB) yang dikeluarkan Bank Dunia dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dirilis Transparency International.

Dalam IPK 2018, Indonesia naik ke posisi 89 dari 180 negara. IKB Indonesia juga mengalami kenaikan siginifikan dalam 4 tahun terakhir.

Kedua indeks di atas menunjukkan korupsi dinilai menjadi salah satu faktor yang menghambat minat investasi, lantaran menyebabkan ekonomi tinggi.

Baca juga: Pengamat: KPK Hambat Investasi Sangat Tidak Mendasar

Tak berhenti sampai situ, data World Bank bertajuk World Development Indicators tahun 2018 juga menunjukkan investasi yang membaik selama beberapa tahun terakhir.

Data tersebut mencatat, rasio pembentukan investasi terhadap PDB Indonesia dibanding negara-negara ASEAN, India, dan China merupakan kedua tertinggi setelah China sebesar 32, 3 persen dari PDB tahun 2018.

Sementara China, berada di angka 42,6 persen dari PDB. Adapun India berada di urutan ketiga setelah Indonesia sebesar 28,9 persen dari PDB negaranya.

"Peringkat investasi di ASEAN meningkat. Investment grade Indonesia meningkat karena goverment-nya bagus, kalau goverment-nya bagus berarti berbanding terbalik dengan korupsi. Indeks persepsi korupsi kita meningkat kok, siapa bilang melambat. Sudah jelas semua data membantah itu," kata Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo di Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Ditambah, Yustinus mengungkap ada beberapa pertimbangan investor sebelum menanamkan modal di negara yang dituju, khususnya soal besaran angka korupsi. Besarnya angka korupsi membuat investor malas masuk karena menyebabkan biaya tinggi.

Baca juga: Revisi RUU KPK Dinilai Berbenturan dengan Visi SDM Unggul Jokowi

"Apa yang membuat investor mau menanamkan modal di negara berkembang? Mereka melihat dari angka korupsi, pajak, kondisi makroekonomi di negara setempat, transparansi kepastian, proteksi pada investor, dan kemudahan mendapat perizinan. Itu faktor utama yang semua berkorelasi dengan anti korupsi," kata Yustinus Prastowo di Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Tidak Mendasar

Di tempat yang sama, Wakil Direktur Visi Integritas Emerson Yuntho mengatakan, pernyataan soal KPK yang menghambat investasi sangat tidak mendasar karena data berkata sebaliknya.

"Pernyataan yang disampaikan Moeldoko sangat tidak mendasar dan tanpa disertai dengan data atau bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Lebih tepatnya adalah pernyataan ini adalah alasan yang dicari-cari sebagai pembenaran untuk melakukan revisi," kata Emerson.

Selain tidak mensasar, Emerson juga menyebut pemerintah seperti menunjukkan rasa kecewa akibat investasi dari China tidak masuk ke Indonesia, melainkan ke negara tetangga, seperti Vietnam, Malaysia, Kamboja, dan Thailand.

Baca juga: Ekonom Sebut Revisi UU KPK Malah Bikin Investor Kabur

Padahal sebelumnya pada Mei 2019, kata Emerson, KPK telah mengingatkan jajaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar berhati-hati saat berhadapan dengan investasi dari China.

Berdasarkan data Foreign Corruption Practices Act kata dia, China menjadi salah satu negara dengan tingkat pembayaran tidak wajar (improper payment) yang paling tinggi sejak 2009 hingga 2018.

"Pembayaran tidak wajar (improper payment) tentu saja merupakan bagian dari praktik korupsi, dan selama ini hanya KPK yang terlihat getol atau serius mengawasi praktik-praktik korupsi dilingkungan BUMN maupun swasta," ujarnya.

Berbenturan...

Alih-alih menghambat investasi, pengesahan UU KPK yang baru justru dinilai berbenturan dengan visi misi Presiden Jokowi yakni "SDM Maju Indonesia Unggul" pada pemerintahan periode kedua.

Pasalnya, data mengungkap sektor pendidikan menjadi salah dari 5 sektor terbesar yang didalamnya banyak terdapat korupsi. Anggaran desa yang fungsingnya untuk membangun desa juga menjadi salah satu dari 5 sektor terbesar.

Baca juga: Investasi Butuh Kepastian Hukum, Pengusaha Ingin KPK Diperkuat

Data Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap, bidang pendidikan yang bertugas menciptakan SDM unggul adalah bidang ketiga terbesar setelah bidang transportasi dan pemerintahan, yang terjerat kasus korupsi dengan total kerugian mencapai Rp 81,8 miliar.

Bidang transportasi telah merugikan negara sebesar Rp 985 miliar dan bidang pemerintahan merugikan negara sebesar Rp 255 miliar.

Kemudian disusul oleh bidang sosial kemasyarakatan di posisi keempat dengan 40 jumlah kasus dan total kerugian mencapai Rp 41,1 miliar. Begitu juga anggaran desa sebesar Rp 39,3 miliar dengan jumlah 98 kasus.

Oleh karena itu Yustinus menilai, revisi UU yang melemahkan KPK justru bisa membuat penindakan korupsi di bidang pendidikan ikut melemah. Hal ini bisa berkorelasi pada kualitas SDM, seperti kualitas mental anti korupsi dan spirit kompetitif.

Bila korupsi merajarela di bidang pendidikan, maka Indonesia bisa kekurangan SDM unggul dan tidak punya investasi SDM di masa depan.

Baca juga: Kata Pengusaha, Keberadaan KPK Beri Kepastian Hukum untuk Investasi

"Ketika pendidikan terpuruk, anak-anak kita untuk mendapatkan pendidikan terbaik hilang. Akhirnya kita menciptakan generasi yang tidak baik dan tidak kompetitif. Tidak berdaya saing dan tidak siap kerja. Berarti negara ini sedang tidak berinvestasi untuk masa depan," ujar dia.

Segera Melangkah

Untuk itu, Yustinus menyarankan agar Presiden segera membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK. Dalam Perppu tersebut, dia menyarankan hendaknya ada poin-poin perbaikan yang dibuat secara objektif.

"Ada urgensi untuk buat Perppu. Misalnya, tetap ada dewan untuk mendorong semua pemerintahan berjalan dengan baik dan lancar. Bukan untuk menghambat, bukan untuk izin. Gitu seharusnya," tandasnya.

Dia bilang, urgensi membuat Perppu adalah salah satu cara untuk memperbaiki kepercayaan investor disamping membuat formasi kabinet yang membuat respon pasar membaik.

Baca juga: Siang Ini APBN 2020 Diketok, Anggaran KPK Naik, Bagaimana dengan DPR?

Selain itu dia mengimbau untuk mengantisipasi keluarnya aliran modal asing (capital outflow) akibat demonstrasi karena revisi RUU KPK.

Hendaknya, kata dia, pemerintah tidak menganggap enteng unjuk rasa di berbagai daerah yang menuntut dikeluarkannya Perppu KPK. Pasalnya, unjuk rasa lah yang menurunkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Akibatnya, banyak aliran modal asing yang keluar dan membuat Indonesia kekurangan likuiditas saat defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) masih dalam.

"Capital outflow akan membuat kita kekurangan likuiditas disaat kita mengalami CAD. Ini kan bahaya bagi perekonomian. Maka jangan main-main dengan persepsi, jangan main-main dengan hal seperti ini karena ini akan mempengaruhi," pungkasnya.

Baca juga: Indef: Revisi UU KPK Bikin Investor Makin Ogah Investasi di Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com