Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terjebak dalam Sandwich Generation, dari Mana Akar Masalahnya?

Kompas.com - 09/10/2019, 16:58 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mata rantai 'sandwich generation' nampaknya sulit putus di negara dengan nilai-nilai kekerabatan yang kuat seperti Indonesia.

Istilah generasi sandwich sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Dorothy Miller dan Elaine Brody, di tahun 1981 melalui jurnal dengan judul 'The 'sandwich' generation: adult children of the aging'.

Istilah ini merujuk pada kondisi seseorang yang terjepit pada dua tanggung jawab keuangan sekaligus.

Yaitu, tanggung jawab finansial menghidupi keluarga sendiri seperti anak dan pasangan. Juga, tanggung jawab finansial menghidupi orang tua atau keluarga besar seperti adik yang masih sekolah. 

Sebenarnya apa yang menyebabkan seseorang terjebak dalam kondisi ini?

Presiden Direktur sekaligus pendiri Jouska.id Aakar Abyasa Fidzuno mengatakan, mata rantai generasi sandwich sendiri bermula karena minimnya pengetahuan keuangan yang diajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Baca juga: Anda Generasi Sandwich? Begini Caranya Menentukan Prioritas Keuangan

Salah satu contohnya, kebiasaan orang tua Indonesia memberi uang saku yang jumlahnya kian besar seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan bertambahnya usia sang anak.

Hal tersebut akhirnya membawa imbas ke masalah lain. Seiring dengan berjalannya waktu, anak tersebut akhirnya dewasa dan terbiasa dengan pendapatan pasif yang didapatkan dari orang tua. Dirinya pun merasa pendapatan yang didapat di dunia kerja juga harus lebih besar dari yang diberi oleh orang tuanya.

"Rantai dari sandwich generation ini dari ujung ke ujung. Dari mulai kita ngasih uang saku, jadi nggak bisa ngatur duit, hingga akhirnya kita jadi money oriented," ujar Aakar ketika menjadi pembicara dalam Indonesia Knowlede Forum di Jakarta, Rabu (9/10/2019).

Karena beban keuangan yang berlebih, seseorang jadi tidak bisa mengatur keuangan, tidak bisa menabung hingga akhirnya berinvestasi menjadi hal sulit.

Kurangnya pengetahuan mengenai perencanaan keuangan yang baik hingga akhirnya harus menerima ketika terjebak dalam kondisi sandwiched atau terhimpit ini pun dialami Riza Adrian (25).

Riza mengatakan, banyak hal yang harus dia korbankan karena dia harus mengalokasikan sebagian penghasilannya untuk orang tua. Salah satunya tabungan sekolah untuk anaknya yang masih balita.

"Banyak hal yang harus direm, terutama buat hal yang sifatnya keinginan pribadi karena dialokasikan buat orang tua," ujar Riza ketika bercerita kepada Kompas.com.

Baca juga: Kini Hadir Produk Asuransi Khusus untuk Generasi Sandwich

Aakar mengatakan, fenomena harus menanggung keluarga ini membuat orang-orang Indonesia terjebak pada paham pendapatan atau gaji seseorang akan terus naik.

Tanpa memedulikan berbagai kemungkinan buruk di kemudian hari. Sehingga, dirinya pun tidak siap ketika akhirnya sadar menjadi bagian dari generasi sandwich.

"Isu mengajarkan pada anak kalau uang akan selalu ada dan hidup baik-baik saja itu sudah nggak relevan, banyak orang yang jadi nggak siap dengan sandwich generation," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com