Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penerapan Kemasan Polos Dinilai Picu Produk Ilegal

Kompas.com - 09/10/2019, 20:20 WIB
Murti Ali Lingga,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berupaya untuk menekan jumlah perokok di Indonesia. Salah satu upaya terbaru ialah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) yang terkait perendaran rokok.

Pemerintah pun mewacanakan kebijakan pembatasan merek (brand restriction) dan menerapkan kemasan polos (plain packaging). Nantinya, kemasan rokok yang semula mencantumkan peringatan kesehatan bergambar seram sebesar 40 persen akan menjadi 90 persen.

Mencermati itu, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo Siswanto menilai bahwa wacana tersebut tidak ada relevansinya dengan upaya menekan jumlah perokok.

Baca juga: Kemasan Rokok Polos Bisa Kurangi Ekspor Produk Tembakau Indonesia

Kebijakan tersebut justru akan merugikan industri rokok, konsumen serta pemerintah sendiri dimana akan terjadi banyak pemalsuan rokok/rokok illegal.

"Di Australia sudah melakukan plain packaging tapi itu malah muncul banyak rokok ilegal atau palsu," kata Budidoyo dalam diskusi di Hotel Milenium, Jakarta, Rabu (9/10/2019).

Budidoyo menyatakan, pihaknya menolak wacana tersebut karena pemerintah tidak punya alasan kuat seperti riset yang valid untuk mengakui bahwa kemasan polos itu bisa menekan jumlah perukok.

Selain itu, kebijakan yang diberlakuakan seharusnya bisa melindungi semua kelompok masyarakat baik produsen maupun konsumen sendiri.

Baca juga: Per 12 September Kemasan Rokok di Thailand Tanpa Merek dan Logo

Menurut dia, penurunan jumlah rokok yang terjadi di berbagai negara itu bukan semata-mata adanya kebijakan penerapan aturan kemasan polos. Sebab, kemasan polos sebenarnya tidak ada relevansinya dalam mengurangi jumlah perokok di negara tersebut.

"Penurunan jumlah perokok bukan soal plain packaging tapi lebih karena kebijakan negara bersangkutan. Misalnya di AS ada kebijakan tidak boleh ada zat perasa dan sebagainya," ujarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com