Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Susi, Ini Alasan Ekspor Ikan RI Belum Bisa Saingi Thailand

Kompas.com - 14/10/2019, 14:51 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak diberlakukannya kebijakan pemberantasan IUU Fishing, ekspor ikan Indonesia meningkat.

Kendati demikian, Indonesia belum mampu menyaingi Thailand dalam hal ekspor ikan, utamanya ke Uni Eropa.

Padahal, Thailand membeli ikan dari Indonesia untuk diekspor kembali ke negara-negara Uni Eropa.

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti membeberkan alasannya. Susi mengatakan, Uni Eropa melayangkan tarif impor ikan untuk Indonesia sebesar 20 persen.

Sementara Vietnam dan Thailand tidak dikenakan tarif sama sekali alias nol persen.

"Sebetulnya kalau (ekspor) dunia, kita sudah nomor 2 (terbesar) setelah China. Kalau AS kita nomor 1. Tapi kalau Eropa, kita harus lewat Vietnam atau Thailand karena mereka (Vietnam/Thailand) punya 0 persen impor tarif," kata Susi Pudjiastuti di Jakarta, Senin (14/10/2019).

Baca juga: Susi: Ada yang Bilang Investor Takut Ketegasan Ibu Menteri, Aneh...

Hal itu membuat Indonesia sulit mengekspor hasil laut ke sana. Pasalnya, pengenaan tarif sebesar 20 persen membuat produk ikan asli Indonesia mahal.

Akibatnya, produk ikan asal Indonesia tidak bisa bersaing dengan produk ikan negara lain.

"Produk kita sekarang ini hampir tidak bisa masuk Eropa karena terlalu mahal jadinya. Harga produk kita plus 20 persen, sementara Vietnam 0 persen. Jadi kita kalah harga. Karena harga ditambah 20 persen impor tarif," jelasnya.

Dia pun terheran-heran kenapa negara yang mencuri ikan dari Indonesia justru mendapat keringanan tarif.

"Negara yang curi ikan dari kita dapat 0 persen, Indonesia yang dicuri bayar 20 persen. Vietnam beli (hasil laut) dari kita, di Morotai sana kita lihat datanya banyak ekspor ke Vietnam," ungkap Susi.

Baca juga: Susi Minta Kebijakannya Diteruskan oleh Menteri Selanjutnya

Susi mengatakan, salah satu cara yang bisa ditempuh untuk membebaskan impor tarif adalah dengan perundingan.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), dipandangnya harus melangsungkan perundingan.

Apalagi, Indonesia masuk ke dalam jajaran negara G20 yang bisa dipertimbangkan oleh Uni Eropa.

"Ya harus ada perundingan itu Mendag dan Menlu. Kalau saya ngomelin sudah, ngancam, mau minta European Union untuk turunkan tarif ikan kita. Karena 20 persen itu besar, untungnya berapa? Jadi kita tidak bisa kompetitif masuk Eropa," paparnya.

Susi yakin, pembebasan tarif dapat mengalahkan Thailand dalam ekspor hasil laut. Hal tersebut sudah terbukti di AS sejak negeri Paman Sam itu membebaskan tarif pada 2015.

Sejak saat itu, rata-rata ekspor ikan Indonesia meningkat lebih dari 500 juta dollar AS.

"Makanya kita nomor 1 di AS. AS bebaskan impor tarif karena keberhasilan memberantas IUU Fishing juga. Karena kita perangi (IUU Fishing) AS mau membebaskan, itu tanpa perundingan bertele-tele, cuma minta saja," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com