Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riset: Pasar Respon Positif Sri Mulyani Jadi Menkeu Lagi

Kompas.com - 29/10/2019, 12:17 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah mengumumkan susunan Kabinet Indonesia Maju yang akan membantunya selama pemerintahan periode 2019-2024.

Sejumlah nama-nama baru muncul memberikan kejutan. Namun, beberapa posisi masih tetap diduduki oleh wajah lama, salah satunya Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Kepala Ekonom DBS Indonesia Masyita Crystallin berdasarkan analisisnya mengatakan, penunjukan kembali Sri Mulyani sangat positif di tengah kondisi global yang masih bergejolak.

"Tantangan global saat ini sangat berat, pertumbuhan ekonomi dunia melemah, belum lagi diwarnai perang dagang dan beberapa isu geopolitik. Penetapan Ibu Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan mendapat reaksi positif dari pasar," kata Masyita dalam siaran pers, Selasa (29/10/2019).

Baca juga: Pasar Cermati Langkah Menkeu Sri Mulyani, Rupiah Menguat

Sedangkan mengenai kabinet baru secara keseluruhan, Masyita menilai cukup netral terhadap pertumbuhan ekonomi.

"Kabinet ini memiliki kombinasi antara partai dan profesional yang cukup baik," ujar dia.

Untuk Kementerian Keuangan, Masyita memprediksi Kemenkeu akan melanjutkan manajemen anggaran yang baik dan melanjutkan reformasi fiskal.

Menurutnya, manajemen anggaran yang baik sangat penting dalam kondisi yang volatile, karena anggaran pemerintah diperlukan sebagai stimulus di saat ekonomi sedang melemah.

"Secara bersamaan menjaga defisit agar tetap berada di koridor yang aman. Kebijakan fiskal yang kontra siklus berarti pada saat perekonomian sedang lemah, stimulus fiskal dapat digunakan untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi," ujar Masyita.

Baca juga: Investor Minta Kabinet Baru Prioritaskan Dua Hal Ini

Selain itu, Masyita juga menilai reformasi fiskal akan tetap menjadi prioritas. Hal tersebut memang sangat diperlukan untuk Indonesia karena rasio pajak yang masih kurang dari 12 persen di bawah rata-rata negara peers.

"Untuk tumbuh lebih tinggi, Indonesia membutuhkan rasio pajak setidaknya 15 persen," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com