Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Target 5 Tahun, Mimpi Gojek Jadi Pemain di Kancah Global

Kompas.com - 02/11/2019, 17:43 WIB
Ade Miranti Karunia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ditinggal oleh pendirinya, yakni Nadiem Makarim yang kini telah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), lantas tidak menyurutkan impian perusahaan aplikasi jasa berbasis daring Gojek untuk berkancah secara global.

Impian tersebut akan dicapai dengan meningkatkan rasio dari pelanggan Indonesia versus pasar lnternasional dari 80:20 menjadi 50:50.

Gojek juga bakal melakukan ekspansi di pasar-pasar baru di Asia Tenggara. Kendati target itu dirasakan cukup tertantang, Gojek tetap optimistis bisa menggapainya.

"Kalau target 50:50, insya Allah 5 tahun, mudah-mudahan bisa lebih cepat. Tapi, paling lambat 5 tahun itu mimpi kami," ucap Co-CEO Gojek, Andre Soelistyo dalam konfrensi persnya pada acara rangkaian HUT ke-9 Gojek, di Jakarta, Sabtu (2/11/2019).

Baca juga: HUT Ke-9, Co-CEO Gojek Teringat Hadapi Driver yang Gaptek

Tantangan yang harus dihadapi Gojek, tentu saja ketertarikan pelanggan pada tawaran layanan jasa. Namun, menurut Andre, tidak semua negara berminat pada layanan jasa yang ditawarkan Gojek.

Lain halnya dengan masyarakat di Indonesia yang banyak mengkonsumsi seluruh aplikasi layanan jasa Gojek. Sebagai informasi, ada tiga aplikasi jadi andalan Gojek selama ini, yaitu super app buat pelanggan, pengemudi, dan merchant.

"Sebenarnya di Filipina, kita sudah ada untuk pembayaran. Tapi, Gojek servisnya sendiri belum (beroperasional). Dan ini sesuatu yang sedang kita usahakan. Sebenarnya, di tim kami kalau layanan yang ada di Indonesia bisa diubah ke negara lain dengan cepat. Nah, tinggal pemimpin-pemimpin di negara tersebut yang milih," ujarnya.

"Misalnya, mungkin yang laku di Indonesia belum tentu laku di negara lain. Bisa saja dikembangkan lebih lokal lagi, supaya memuaskan pelanggan di negara-negara tersebut," kata Andre menambahkan.

Baca juga: Pamitnya Nadiem Makarim dan Masa Depan Gojek

Contohnya saja, masyarakat pengguna aplikasi Gojek di Singapura yang lebih memilih hanya menggunakan jasa transportasi saja ketimbang penyedia layanan jasa lainnya.

"Meskipun, di Singapura lebih rumit ya karena pelanggannya itu lebih kelas atas. Maksudnya, mereka penduduknya lebih sedikit. Belum tentu servis yang ada di Indonesia, bisa cocok di Singapura. Makanya di sana, fokusnya cuma transportasi," ungkapnya.

Tidak ingin bersikap pesimis, duo Co-CEO Gojek Kevin dan Andre yang kini memimpin perusahaan tersebut tetap berusaha ingin menawarkan seluruh layanan jasa aplikasi mereka. Terutama untuk negara Malaysia yang terang-terangan menolak masuknya aplikasi Gojek.

Pada pemberitaan Kompas.com sebelumnya (29/8/2019) disebutkan, masuknya startup asal Indonesia, Gojek ke Malaysia ditolak oleh seorang politisi Malaysia, Khairuddin Aman Razali.

Politisi yang berasal dari Partai Islam Se-Malaysia (PAS) itu menyebut masuknya Gojek berpotensi meningkatkan angka pelecehan seksual.

Baca juga: Gojek Bakal Akhiri Era Bakar Uang

Selain politisi, penolakan masuknya Gojek juga ditentang oleh pendiri taksi Big Blue, Shamsubahrin Ismail. Dia menyebut, Gojek cocok di negara-negara miskin, salah satunya seperti Indonesia. Atas pernyataannya itu, sempat membuat warganet Indonesia geram.

"Tahun depan, moga-moga bisa masuk ke negara yang disebut (Malaysia dan Filipina), bisa menjadi sebuah peluang. Kami sudah mempersiapkan semuanya untuk bisa berada di negara tersebut. Mimpi kami tahun depan, servis-servisnya boleh apa saja tapi harus bisa memuaskan pelanggan di negara tersebut," harapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com