Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Capt. Soenaryo Yosopratomo

Direktur Indonesia Aviation and Aerospace Watch (IAAW), mantan Penerbang TNI AL, dan mantan Dirjen Perhubungan Udara

Mempertimbangkan Kembali Pengembangan Bandara-bandara Baru

Kompas.com - 19/11/2019, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pertama, menggunakan area atau lokasi tanah yang tidak produktif. Pembangunan bandara memerlukan lahan yang cukup luas sesuai dengan rencana yang optimal serta sesuai dengan persyaratan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP). Karena kebutuhan lahan yang luas, sedapat mungkin lokasi bandara tidak menggunakan lahan produktif (fertile soil).

Kedua, bandara harus diletakkan sebagai proyek strategis jangka panjang. Sebagai fasilitas transportasi yang membutuhkan lahan yang luas dengan biaya yang besar, bandara harus diproyeksikan untuk dapat dioperasikan minimal untuk 50 tahun ke depan dengan perencanaan penggunaan 50-100 tahun.

Untuk mendukung hal ini, diperlukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat terkait dengan rencana umum tata ruang (RUTR) wilayah setempat.

Satu hal yang perlu disepakati dalam koordinasi ini adalah tidak adanya perubahan atau penyimpangan dari master plan bandara terkait lahan maupun bangunan di sekitar bandara. Hal ini sangat penting melihat perkembangan penggunaan lahan di beberapa bandara di Indonesia.

Misalnya pembangunan Istana Plaza di Polonia Medan, penggunaan ratusan hektar lahan di sekitar Bandara Soekarno Hatta untuk perumahan dan pembangunan real estate di sekitar Bandara Ahmad Yani, Semarang.

Peruntukan lahan sekitar bandara untuk kepentingan non-penerbangan ini akan menambah rumit penataan kawasan sekitar bandara yang akan berpengaruh pada sisi keselamatan penerbangan.

Ketiga, untuk menunjang operasional bandara, pemerintah perlu menyediakan akses yang digunakan khusus untuk menuju ke atau dari bandara.

Selain itu, harus diperhatikan jarak antara satu bandara dan bandara lain minimal 108 km guna memastikan keselamatan penerbangan yang terkait dengan kedatangan dan keberangkatan pesawat oleh pihak ATC atau pengatur lalu lintas udara.

Keempat, luasan lahan yang disediakan harus susai dengan kajian awal pemanfaatan bandara tersebut. Salah satu bagian penting dari kajian ini adalah penggunaan landasan pacu. Berdasarkan performance rata-rata pesawat yang digunakan dan kondisi geografis di Indonesia panjang landasan dapat dibagi ke dalam 4 kategori , yaitu 1) landasan 1.100 meter-1.200 meter, 2) landasan 1.200 meter-1.800 meter, 3) landasan 1.800 meter-2.200 meter, dan 4) landasan 2.200 meter-3.650 meter (annex ICAO menyebutkan 4 reference code number untuk panjang landasan, yaitu a, b, c, dan d).

Khusus untuk bandara privat, seperti yang akan dibangun di Kediri dan Hambalang, maka panjang landasan dibatasi sampai pada ukuran 1.800 meter, dan untuk bandara-bandara yang terpaksa dibangun hanya kurang dari 800 meter dimasukkan dalam kategori non attended airport.

Kelima, untuk memastikan segi keselamatan penerbangan, pembangunan bandara juga harus memperhitungkan keberadaan fasilitas kesehatan yang memadai. Setiap bandara harus dapat memastikan keberadaan fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau dalam waktu singkat.

Fasilitas kesehatan ini harus dilengkapi dengan ruang darurat dan ruang rawat, termasuk ICU dengan jumlah tempat tidur yang memadai sesuai dengan kebutuhan.

Beberapa bandara yang telah memiliki atau dekat dengan fasilitias kesehatan, antara lain Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, Semarang, dan Medan.

Sementara beberapa bandara baru, salah satunya Bandara YIA Yogyakarta, merencanakan akan membangun fasilitas kesehatan yang terintegrasi dengan bangunan utama bandara.

Sebagai penutup, penulis perlu mengingatkan kembali bahwa pembangunan bandara tidak hanya terkait dengan keperluan penerbangan. Namun, juga menyangkut banyak aspek perkembangan sebuah wilayah.

Maka, kehati-hatian dalam hal perencanaan, pemilihan lokasi dan perumusan visi jangka panjang mutlak diperlukan. Salah satunya karena pada masa depan airport akan menjadi basis pembangunan sebuah kota atau disebut aerotropolis dengan prinsip: the airport leaves the city, the city follows the airport, the airport becomes a city.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com