Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Capt. Soenaryo Yosopratomo

Direktur Indonesia Aviation and Aerospace Watch (IAAW), mantan Penerbang TNI AL, dan mantan Dirjen Perhubungan Udara

Mempertimbangkan Kembali Pengembangan Bandara-bandara Baru

Kompas.com - 19/11/2019, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com — Mobilitas manusia dan barang menjadi urat nadi peradaban suatu bangsa. Seiring dengan perkembangan zaman, manusia berusaha untuk menciptakan moda transportasi yang paling cepat dan efisien.

Hingga saat ini, moda transportasi udara menggunakan pesawat terbang tetap menjadi pilihan utama. Faktor keselamatan, kecepatan, kenyamanan, dan keamanan pesawat udara masih menjadi andalan, terutama bagi masyarakat yang mampu atau membutuhkan.

Menurut data ASEANstats, sebuah lembaga riset ekonomi di bawah Sekretariat ASEAN, jumlah pengguna pesawat di Indonesia sampai pada 2017 sebanyak 31.556.000 penumpang. Posisi tersebut menempati urutan keempat ASEAN setelah Thailand, Singapura, dan Malaysia.

Peningkatan jumlah konsumen pesawat udara juga berbanding lurus dengan pendapatan daerah tempat sebuah bandara dibangun. Hal inilah yang menjadi daya tarik pemerintah daerah, investor, maupun pemerintah pusat untuk membangun atau mengembangkan bandara yang telah ada.

Selain mendapatkan keuntungan, hal lain yang juga menjadi tujuan adalah meningkatkan perekonomian pusat dan daerah, membuka isolasi daerah terpencil, khususnya daerah atau pulau-pulau terluar, dan memperkuat konektivitas seluruh wilayah NKRI.

Pengembangan bandara tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial historis. Beberapa bandara yang ada saat ini, terutama bandara perintis, berada di lokasi geografis yang tidak ideal. Hal ini disebabkan bandara tersebut dibangun di lokasi yang kurang atau tidak layak sebagai lokasi bandara. Misalnya bandara di Papua dan Kalimantan Utara yang dibangun dekat permukiman karena sulitnya transportasi darat menuju bandara pada waktu itu.

Selain faktor geografis, pembangunan bandara juga sering kali didasari oleh alasan politis, pertahanan, dan misi keagamaan, misalnya Bandara Pongtiku di Tana Toraja, Bandara Kalijati Subang, Bandara Husein Sastranegara, dan Bandara Tasikmalaya.

Tidak layak dikembangkan

Beberapa bandara tersebut, menurut penulis, tidak cukup layak untuk dikembangkan karena terkendala sisi kemampuan penerbangan (performance) bandara dari segi operasional penerbangan, misalnya banyaknya obstacle, panjang landasan yang tidak dapat ditambah, cuaca yang kurang bersahabat, dan lain-lain.

Oleh karena itu, pengembangan maupun pembangunan bandara baru harus melalui studi kelayakan yang matang dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu selain ilmu tentang penerbangan (aviation).

Hal ini mutlak diperlukan karena operasional sebuah bandara juga menyangkut biaya, rencana tata ruang, serta tidak terlepas dari ipoleksosbud-hankam, dan segi keselamatan (safety) yang harus diutamakan.

Hingga saat ini telah ada beberapa bandara baru maupun bandara yang dikembangkan. Namun, jika dilihat dari beberapa segi, keberadaan bandara tersebut tidak efektif sehingga pemanfaatannya kurang optimal. Beberapa bandara tersebut, antara lain:

Pertama, Bandara Husein Sastranegara. Bandara yang berada di pinggiran Kota Bandung ini mengalami kendala atau inefisiensi internal maupun eksternal.

Secara internal, walaupun sudah dilakukan perpanjangan landasan, menurut penulis, tidak akan menambah keuntungan dari Maximum Take Off Weight (MTOW) pesawat. Hal ini karena adanya Gunung Tangkuban Perahu yang menjadi obstacle pada saat take off dan landing.

Adapun secara eksternal, pembangunan terminal penumpang serta fasilitas lain dengan biaya besar seakan akan sia-sia karena bersamaan dengan pembangunan BIJB di Majalengka.

Bandara Husein harus bersaing dengan Bandara BIJB yang telah selesai dibangun pada 2018 dengan fasilitas yang lebih lengkap serupa dengan Bandara Kualanamu di Medan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com