Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hampir Sebulan Jadi Menteri KKP, Apa Beda Edhy Prabowo dengan Susi?

Kompas.com - 19/11/2019, 08:18 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hampir sebulan Mantan Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) menggantikan menteri sebelumnya, Susi Pudjiastuti.

Menjadi menteri setelah Susi yang terobosannya kerap nyentrik membuatnya jadi salah satu yang disorot publik.

Publik meminta langkah Edhy sama tegasnya atau lebih tegas dari langkah Susi dalam memerangi pencuri ikan dan segala yang berkaitan dengan sektor kelautan dan perikanan.

Misalnya saja, soal penenggelaman kapal asing yang dilakukan Susi hingga jargon "Tenggelamkan!" viral di media sosial.

Baca juga: Susi soal Penghentian Penenggelaman Kapal: Tak Perlu Lagi Bicara...

Alih-alih menenggelamkan, Edhy punya cara sendiri dalam memerangi illegal fishing. Dia lebih memilih menghibahkan kapal-kapal ikan yang jumlahnya ribuan itu kepada nelayan yang membutuhkan.

Adapun inisiatif tersebut berdasarkan koordinasinya dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan dan Kejaksaan Agung.

"Ini kita serahkan ke nelayan. Semua kemampuan nelayan kita data semua. Ada beberapa hasil pengadilan yang dimusnahkan. Tapi kita lihat lagi yang akan dimusnahkan itu masih memungkinkan untuk disita negara dan direparasi untuk nelayan atau bagaimana," kata Edhy di Jakarta, Senin (18/11/2019).

Edhy menuturkan, langkah ini bukannya karena dia takut terhadap mafia-mafia pencuri ikan, apalagi sebagai pencitraan.

Dia justru melihat ada berbagai macam efek baik bila kapal-kapal yang jumlahnya mencapai ribuan itu tidak ditenggelamkan.

"Kalau hanya sekedar menenggelamkan, kecil buat saya. Bukannya saya takut, enggak ada (takut-takutan). Kita enggak pernah takut dengan nelayan asing. Tapi jangan juga semena-mena sama nelayan kita sendiri," tegasnya.

Baca juga: Menteri KKP Edhy Prabowo: Kalau Sekadar Menenggelamkan, Kecil Buat Saya

Memang saat menghibahkan kapal, ada kekhawatiran lagi yang muncul, salah satunya kapal-kapal ikan tidak dijual lagi kepada pemilik aslinya alias para pencuri ikan.  Namun, dia memastikan, akan mengutamakan prinsip kehati-hatian.

Dia pun bakal menunjukkan bahwa pemerintah percaya kepala nelayan dengan menghibahkan kapal-kapal itu, sehingga nelayan juga akan percaya pada negara.

"Kita harus menaruh kepercayaan lah kepada nelayan kita. Percaya, nanti mereka akan percaya kepada negara. Karena nelayan kekuatannya bukan hanya menangkap ikan, dia adalah mata telinga kita di tengah laut. Begitu ada pencuri kapal, dia akan langsung laporan. Ini pagar yang paling mudah," tuturnya.

Untuk memaksimalkan, pihaknya juga bakal melakukan pembinaan dan memasang akan pelacak di setiap kapal-kapal hibahan tersebut.

Ada sesuatu janggal

Selain berbeda soal penindakan kapal ilegal, dia juga ingin berbeda dengan menteri sebelumnya dalam hal komunikasi dengan para stakeholder di perikanan, salah satunya para pelaku usaha.

Dia ingin memperbaiki komunikasi sebab menurutnya selama 5 tahun terakhir, komunikasi para pelaku usaha tidak terserap dengan baik. Hal ini mengakibatkan kebijakan yang diambil menteri kurang maksimal.

"Saya merasa 5 tahun ini ada sesuatu yang janggal, yang mungkin belum terkomunikasi dengan baik. Saya tidak bermaksud meng- down grade pendahulu saya," katanya.

Untuk membuat kebijakan secara maksimal, dia melakukan sejumlah cara untuk menjalin komunikasi. Salah satunya menyambangi kantor Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dan berkomunikasi pada para pengusaha yang diundang ke sana.

Baca juga: Menteri KKP: Saya Merasa 5 Tahun Ini Ada Sesuatu yang Janggal...

Menurut dia, tidak ada negara maju manapun di dunia, yang tidak mendengarkan aspirasi para pengusaha.

"Tidak ada negara maju di dunia, yang meninggalkan atau menganak-tirikan pengusahanya. Untuk itu saya akan tampung yang belum terkomunikasikan," ujarnya.

Dia berharap dengan mendengarkan aspirasi para pelaku usaha, manfaat kebijakan bisa terlihat di awal tahun 2020. Pun dia meminta maaf jika selama 5 tahun belakangan banyak aspirasi yang belum tertampung.

"Yang jelas kita berharap awal tahun itu keliatan semua. Ini lho hadiahnya dari kami. Kami perlu dukungan para pengusaha. Kami juga mohon maaf kalau 5 tahun lalu ada hubungan komunikasi yang kurang baik," ucapnya.

Bukan kali ini saja

Perbedaan antara Edhy dengan Susi memang bukan kali ini saja terjadi. Sebelum perbedaan tentang penindakan kapal asing ilegal mencuat, Edhy kerap berbeda dalam beberapa hal pula.

Misalnya saja soal penggunaan alat tangkap cantrang. Dia bilang, penggunaan alat tangkap memang perlu didiskusikan. Bukan berarti cantrang berukuran besar akan dibebaskan kembali, dia tengah mencari alat tangkap yang lebih ramah lingkungan sebagai pengganti cantrang.

Begitu pun soal izin-izin pengoperasian kapal asing. Dalam masa jabatan menteri-menteri sebelumnya, Edhy menemukan masalah perizinan juga terkendala karena adanya peraturan yang berbeda di setiap kepemimpinan pada KKP.

"Kalau dalam evaluasi saya soal kapal, ada pengusaha yang membuat kapal di luar negeri sesuai perintah menteri di masanya. Kemudian begitu ganti rezim, kapal ini tidak diizinkan menangkap. Ini mau digimanakan?" ucapnya.

Untuk itu, di masa kepemimpinannya, Edhy akan banyak berdiskusi untuk menyelesaikan nasib kapal tersebut. Sebab, para pengusaha yang membuat kapalnya di luar negeri juga sudah merogoh kocek dalam. Belum lagi bunga bank yang harus dibayar.

"Makanya ini harus kita diskusikan. Kami mau ini clear. Saya tidak mau ada nelayan kecewa dan menjerit, bagaimana kita mengakomodasinya," ucapnya.

Baca juga: Soal Cantrang, Menteri Edhy Sebut Perlu Ada Kajian Mendalam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com