Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
William Henley
Pendiri Indosterling Capital

Pendiri Indosterling Capital

Mewujudkan Cita-cita Poros Maritim Dunia

Kompas.com - 25/11/2019, 10:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor M Latief

KOMPAS.com - "Kita telah lama memunggungi samudera, laut, selat, dan teluk. Maka, mulai hari ini kita kembalikan kejayaan nenek moyang sebagai pelaut pemberani, menghadapi badai dan gelombang di atas kapal bernama Republik Indonesia".

Kata-kata di atas merupakan penggalan kalimat Presiden Joko Widodo tatkala menyampaikan pidato kenegaraan pertama selaku Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019 di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, 20 Oktober 2014 silam.

Kalimat itu merupakan penegasan visi besar Jokowi, yang saat itu bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla, ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Salah satu langkah konkret Jokowi-JK adalah membentuk kementerian khusus di bidang kemaritiman, yaitu Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.

Saat itu, tercatat ada 3 orang yang menjadi pucuk pimpinan tertinggi di kementerian itu, yaitu Indroyono Soesilo, Rizal Ramli, dan Luhut Binsar Pandjaitan. Namun, hingga Kabinet Kerja berakhir, tampak nyata visi menjadikan RI Poros Maritim Dunia masih jauh dari angan.

Ada banyak indikator di bidang logistik hingga perikanan yang menunjukkan Indonesia tertinggal ketimbang negara-negara tetangga, terutama Singapura. Kini, di periode kedua, Jokowi yang berpasangan dengan Ma'ruf Amin memiliki kesempatan kedua untuk mewujudkan RI sebagai poros maritim dunia.

Lalu, apa tantangan yang harus dituntaskan pemerintah, terutama Kabinet Indonesia Maju, terkait hal tersebut?

Negara besar

Sudah jamak diketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Indonesia memiliki 17.504 pulau.

Dari jumlah itu, sebanyak 16.056 pulau telah memiliki nama baku dan tercatat di Perserikatan Bangsa-bangsa. Tak pelak, status itu membuat Indonesia memiliki potensi menjadi poros maritim dunia. Indonesia diharapkan bisa bertransformasi ke arah negara maritim besar, kuat, dan makmur.

Caranya adalah dengan mengembalikan identitas Indonesia sebagai bangsa maritim, pengamanan kepentingan, dan keamanan maritim, memberdayakan potensi maritim untuk mewujudkan pemerataan ekonomi Indonesia.

Tahapan menuju poros maritim dunia itu akan meliputi pembangunan proses maritim dari sisi infrastruktur, politik, sosial-budaya, hukum, keamanan, dan ekonomi. Detailnya antara lain penegakkan kedaulatan wilayah laut Negara Kesatuan Republik Indonesi hingga penguatan dan pengembangan konektivitas maritim.

Kantor Wilayah IV Khusus Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kepulauan Riau berhasil mengamankan kapal bermuatan barang impor asal Malaysia.KOMPAS.COM/HADI MAULANA Kantor Wilayah IV Khusus Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kepulauan Riau berhasil mengamankan kapal bermuatan barang impor asal Malaysia.
Perairan tersibuk

Namun, setelah periode pertama pemerintahan Jokowi berlalu, masih banyak capaian yang jauh panggang dari api. Dari sisi logistik misalnya.

Sudah jadi pengetahuan umum bahwa perairan Indonesia, terutama Selat Malaka, merupakan perairan tersibuk di dunia. Setiap tahun sekitar 90 persen kapal dunia melintas selat ini. Dari jumlah itu, ada 90 juta TEUs kontainer per tahun!

Itu jumlah yang tidak main-main. Akan tetapi, untung besar justeru diperoleh negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang masing-masing 40 juta TEUs kontainer. Adapun Indonesia hanya sekitar 1 juta TEUs kontainer.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com