Mengapa itu bisa terjadi?
Perlu diingat, bahwa pelabuhan Indonesia di sepanjang Selat Melaka belum memiliki fasilitas bongkar muat kontainer yang mampu menghasilkan pelayanan optimal disertai tarif yang kompetitif.
Salah satu pelabuhan yang punya peluang besar meraup keuntungan adalah Pelabuhan Tanjung Buton di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Letaknya begitu strategis bukan hanya karena dekat dengan Selat Malaka, melainkan juga Batam yang notabene hanya berjarak sepelemparan batu dari Singapura.
Akan tetapi, sebuah peristiwa memilukan hadir beberapa waktu lalu. Pada September 2019 operasional Pelabuhan Tanjung Buton ditutup akibat ada kerusakan di tiang penyangga dermaga.
Ini sungguh memprihatinkan! Penutupan operasional pelabuhan itu merupakan bukti riil pelabuhan-pelabuhan di sekitar Selat Malaka belum dimaksimalkan secara seksama.
Lebih fokus
Jokowi memang tidak secara spesifik menyinggung visi poros maritim dunia dalam pidato-pidatonya jelang dan setelah periode kedua kepemimpinannya dimulai. Sebutlah misalnya pada pidato tertanggal 14 Juli 2019.
Saat itu Jokowi menyebut 5 agenda pembangunan prioritas yang akan dijalankan dalam 5 tahun ke depan selama pemerintahan kedua, yaitu pembangunan infrastruktur; pembangunan sumberdaya manusia; mengundang investasi seluas-luasnya; melakukan reformasi birokrasi; dan menjamin penggunaan APBN yang fokus dan tepat sasaran.
Hal itu sempat menuai kritikan dari sejumlah lembaga. Namun, bisa kita nilai bahwa komitmen itu tetap ada.
Ya, salah satu indikatornya adalah masih ada kementerian yang secara khusus menangani urusan kemaritiman, walau kini nomenklaturnya berubah menjadi Kemenko Kemaritiman dan Investasi.
Pucuk pimpinan tertingginya masih sama, yaitu Luhut Binsar Pandjaitan. Namun, berkaca dari periode pertama lalu, ada isu ketidakkompakan di antara kementerian-kementerian yang berada di bawah lingkup Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
Tanpa perlu dijabarkan di sini, pembaca tentu mahfum soal hal itu. Oleh karena itu, harapan yang pertama dan utama tentu adalah harmoni pada periode kedua ini.
Urusan ini tentu tidak akan sulit. Sebab, yang diperlukan hanya komunikasi secara terbuka di antara para menteri di bawah lingkup Kemenko Kemaritiman dan Investasi.
Kapasitas Luhut sebagai menteri serba bisa sehingga fungsi investasi dibebankan kepada purnawirawan tentara itu sudah menjadi bukti sahih.
Kembali kepada kisah Pelabuhan Tanjung Buton di atas, pemerintah perlu menjadikan peningkatan kapasitas pelabuhan-pelabuhan di sepanjang Selat Malaka sebagai fokus pembenahan. Jangan lagi ada isu kerusakan dermaga yang menimpa pelabuhan, sebab ini adalah cerminan negatif terhadap investor.