Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Menhub, Ini Dampak Positif Cerainya Garuda dan Sriwijaya Air

Kompas.com - 25/11/2019, 13:15 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Maskapai Garuda Indonesia dengan Sriwijaya Air resmi menghentikan Kerja Sama Manajemen (KSM) per tanggal 8 November 2019.

Putusnya kerja sama itu membuat kedua maskapai independen berdiri sendiri.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, putusnya kerja sama terlihat lebih banyak hal positif yang dapat diambil bagi kedua maskapai. Setidaknya dia bilang, terdapat dua hal positif yang bisa diambil dari putusnya kerja sama.

"Kami laporkan terakhir Garuda dan Sriwijaya independen untuk berdiri sendiri. Pemisahan Garuda dan Sriwijaya lebih positif. Salah satunya terjadi persaingan harga yang lebih baik, sehingga timbul harga yang lebih mature," kata Budi di Jakarta, Senin (25/11/2019).

Baca juga: Rapat dengan DPR, Menhub Disinggung Soal Kisruh Garuda dan Sriwijaya

Selain terjadi persaingan harga yang lebih baik, putusnya kerja sama juga membuat pemilahan masalah jauh lebih jelas, tidak tercampur antar manajemen.

"Misalnya kalau Sriwijaya salah, kita bisa minta keterangan Sriwijaya langsung. Kalau Garuda yang salah, kita juga bisa minta keterangan langsung," ucap Budi.

Lebih lanjut Budi berujar, pihaknya telah melakukan pengujian kemampuan dan kelaikan terbang Sriwijaya 1 x 24 jam usai pisah. Pengujian tersebut meliputi pengujian manajemen dan direktur operasi.

"Kami juga memastikan bahwa stakeholder yang support Sriwijaya dilakukan secara profesional, yaitu dari segi maintenance dan ground handling. Dari situ terlihat secara teknis Sriwijaya dapat melaksanakan kegiatan," ungkap Budi.

Baca juga: Cerai dengan Garuda, Sriwijaya Klaim Pelayanannya Berangsur Normal

Namun, terkait laporan keuangan, pihaknya mengaku belum mendapat laporan audit keuangan Sriwijaya Air selama bekerja sama dengan Garuda Indonesia.

"Kami belum mendapatkan audit report secara permanen, posisi keuangan Sriwijaya seperti apa. Kami belum dapat," tutur Budi.

Sebelumnya diberitakan, hubungan business to business antara Garuda Indonesia dengan Sriwijaya Air kembali memanas pada Kamis, (7/11/2019).

Retaknya hubungan kedua maskapai bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, kedua perusahaan tersebut sempat retak karena ulah dewan komisaris Sriwijaya Air melakukan perombakan direksi di tengah kerja sama.

Baca juga: Anggota Ombudsman Ini Sebut Garuda Telah Berhasil Selamatkan Sriwijaya Air

Tidak tanggung-tanggung, mereka mendepak orang-orang Garuda Indonesia dari jajaran direksi maskapai yang didirikan keluarga Chandra Lie tersebut.

Alhasil pada September 2019, Garuda Indonesia melalui GMF menarik dukungan layanan perawatan pesawat milik Sriwijaya Air sehingga 18 pesawat maskapai tidak boleh terbang.

Citilink yang merupakan anak usaha Garuda, juga mengajukan gugatan kepada Sriwijaya Air ke PN Jakarta Pusat karena terhentinya Kerja Sama Operasi (KSO).

Namun pada 31 Oktober 2018, kesepakatan kerja sama kembali dilakukan. Kedua maskapai berakhir rujuk karena berbagai alasan.

Cerita Garuda-Sriwijaya tidak berakhir sampai situ. Pada Kamis (7/11/2019), pihak Garuda Indonesiamengumumkan bahwa Sriwijaya Air bukan lagi bagian dari maskapai BUMN itu.

Sehari setelahnya, kedua maskapai akhirnya memutuskan berhenti bekerja sama dan independen berdiri sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com