Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kinerja Penerimaan Perpajakan Loyo, Ini Penyebabnya

Kompas.com - 25/11/2019, 17:16 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan, penerimaan pajak dari Januari hingga Oktober 2019 hanya tumbuh 0,23 persen menjadi Rp 1.018,47 triliun.

Angka tersebut merosot tajam jika dibandingkan dengan penerimaan tahun lalu yang tumbuh hingga 16,21 persen.

Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak DJP Yon Arsal mengatakan salah satu penyebab anjloknya kinerja penerimaan perpajakan adalah besarnya restitusi atau pengembalian pajak yang harus dibayarkan oleh DJP, terutama untuk restitusi dipercepat.

"(Penyebab pertama) restitusi yang besar, karena bagian dari restitusi dipercepat yang meningkat. Meskipun di Oktober kita lihat pertumbuhannya menurun," ujar Yon di Jakarta, Senin (25/11/2019).

Baca juga: Realisasi Penerimaan Pajak Tertekan, Ada Sebabnya?

Dia memaparkan, Oktober tahun lalu pertumbuhan restitusi dipercepat mencapai 78 persen (yoy) sementara untuk tahun ini mencapai 65 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Sebelumnya, Dirjen Pajak Suryo Utomo sempat mengatakan, realisasi restitusi dipercepat hingga Oktober 2019 menapai Rp 29 triliun.

Adapun untuk keseluruhan realisasi restitusi mencapai Rp 133 triliun. Jika restitusi pajak tidak dimasukkan dalam hitungan, maka penerimaan pajak sampai akhir Oktober bisa tumbuh 2,9 persen (yoy).

Yon pun memaparkan, faktor kedua penyebab seretnya penerimaan perpajakan tahun ini adalah perekonomian global yang menurun signifikan. Hal tersebut tercermin dari aktivitas impor yang kinerjanya menurun.

Di dalam APBN 2019, pemerintah menargetkan pertumbuhan penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor tumbuh 23 persen.

Baca juga: DPR Minta Pemerintah Serius Dongkrak Penerimaan Pajak

Namun realisasi hingga Oktober, justru kinerjanya minus hingga 7 persen. Padahal, keduanya berkontribusi hampir 18 persen dari total penerimaan pajak.

"Jadi memang kalau kita lihat perkembangan sampai Juli sebenarnya PPN impor masih tumbuh -2 persen. Tetapi di ulan Juli, Agustus, September, Oktober penurunannya makin dalam, itu terkonfirmasi dalam data BPS," ujar dia.

Faktor ketiga penerimaan pajak yang seret adalah harga komoditas yang masih belum menunjukkan perbaikan. Meskipun, untuk harga komoditas sawit sudah menunjukkan perbaikan di Oktober lalu.

Namun demikian, transmisinya terhadap kinerja penerimaan pajak baru akan terlihat di Desember atau bahkan tahun depan.

Baca juga: Sri Mulyani ke Dirjen Pajak Baru: Tugas Anda Sangat Berat...

Walau begitu, Yon masih optimistis bakal ada pendongkrak kinerja penerimaan perpajakan di akhir tahun, terutama dari penerimaan PPh 21.

"Kalau dilihat dari jenis pajak, PPh 21 masih stabil di atas 2 persen. Kalau kita track pertumbuhannya sampai Juli masih di kisaran 14 persen. Meski Agustus-September minusnya gila-gilaan. Tetapi Oktober kemarin PPh 21 sudah kembali tumbuh 10 persen," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com