Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rhenald Kasali: Bali Perlu Waspadai Overcrowd Tourism

Kompas.com - 27/11/2019, 17:12 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Akademisi dan praktisi bisnis Rhenald Kasali menyarankan para pelaku usaha di bidang pariwisata mewaspadai lonjakan turis menjelang liburan akhir tahun.

Sebab, para pelancong menghendaki suasana gembira dan memanfaatkan waktu liburan sebaik-baiknya. Bila lonjakan turis terlalu banyak, para turis akan kehilangan harapan. Begitu pun penduduk setempat bukan tidak mungkin akan marah bila para turis berlaku seenaknya.

"Lonjakan pelancong akhir tahun bisa membuyarkan harapan itu. Macet di mana-mana dan tak bisa kemana-mana kalau daya dukung tak ditingkatkan," kata Rhenald Kasali dalam siaran pers, Rabu (27/11/2019).

Rhenald mencontohkan, kemarahan penduduk setempat pernah terjadi di berbagai destinasi wisata terkemuka. Sebut saja Venesia, Spanyol, Prancis, Belanda, dan Kroasia.

Baca juga: Menhub Ajak Maskapai Bantu Pemerintah Kembangkan 5 Bali Baru

Adapun yang dipersoalkan adalah jalan macet, harga melambung tajam, tempat wisata hanya dijadikan selfie, dan membuang sampah sembarangan.

Untuk meredakan hal tersebut, akhirnya walikota di berbagai tempat itu mengambil sikap mengingat gejolak tak hanya terjadi di dunia nyata, tapi juga dunia maya.

"Mereka akhirnya mengambil sikap untuk membatasi kedatangan turis, bahkan kapal pesiar pun dikenakan premi tinggi. Penyebaran Airbnb pun dibatasi. Larangan-larangan dikeluarkan untuk melindungi penduduk kota dari ketidaknyamanan," cerita Rhenald.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia?

Bila mengacu pada data Tourism Density Index yang dikeluarkan oleh World Tourism Organization (UNWTO) PBB, lonjakan turis ke Indonesia memang tidak setinggi kota-kota Kroasia, Islandia, Denmark, Singapura, Yunani, dan Spanyol.

Baca juga: Rhenald Kasali soal NET: Tak Bisa Hanya Andalkan Pendapatan Utama

Rasio Indonesia yang berada di tingkat 23 masih disejajarkan dengan negara-negara potensial wisata seperti Mesir, Kenya, dan Tanzania.

Meski demikian, destinasi wisata Indonesia harus waspada mengingat gairah pelancong lokal sangat tinggi. Jumlah kunjungan wisatawan domestik melesat begitu cepat menyusul membaiknya infrastruktur, adanya low cost carrier, sharing ride, dan sharing-based apartment.

"Density index pada tourism di Bali telah mencapai angka yang mengkhawatirkan yaitu di peringkat ke- 4. Apalagi daya dukung Bali untuk pengembangan infrastrukturnya agak dibatasi, sementara daya Pesona Bali sebagi destinasi kunjungan utama dunia terus membaik," ucap Rhenald.

Buat Bali baru

Oleh karena itulah, Rhenald menyarankan para perencana dan pemimpin daerah perlu hati-hati dalam menyambut era baru kedatangan wisatawan milenial. Pengusaha pun perlu mengubah strategi dengan menciptakan Bali Baru.

"Pengusaha wisata Bali perlu mengubah strategi dari eksploitasi Bali menjadi orkestrator yang turut mengantarkan turis ke destinasi-destinasi baru di luar Bali, untuk mendapatkan sumber pendapatan baru," saran Rhenald.

Sementara untuk pemerintah, nampaknya peelu untuk menciptakan standar Bali Baru yang tak kalah dengan Bali saat ini.

"Negara perlu menciptakan sandar bagi Bali-Bali baru yang tak jauh dari apa yang bisa diberikan oleh Bali. Ini tentu menuntut perubahan mindset dan kewirausahaan," pungkasnya.

Baca juga: Rhenald Kasali Minta Pemerintah Perbanyak TK Negeri, Apa Alasannya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com