Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Usul Bentuk Badan Pengawas OJK, Buat Apa?

Kompas.com - 27/11/2019, 19:13 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi XI DPR RI berencana melakukan revisi atas UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Salah satu poin revisi yang dilakukan adalah untuk membentuk badan pengawas untuk regulator industri keuangan dan pasar modal tersebut.

Nantinya, badan pengawas itu memiliki tugas sama seperti Badan Supervisi Bank yang mengawasi Bank Indonesia (BI) ataupun Badan Pengawas yang akan mengawasi KPK.

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Demokrat Vera Febyanthy mengatakan, saat ini draf revisi UU OJK itu tengah dibahas oleh antarfraksi di komisi keuangan dan perbankan tersebut.

 

Baca juga: Investasi Ilegal Marak, OJK Ingatkan Masyarakat untuk Ingat 2L

Dia mengatakan, wacana revisi muncul karena DPR menilai kualitas pengawasan OJK terhadap industri keuangan dinilai kurang optimal.

Hal tersebut tercermin dari sejumlah masalah yang terjadi pada tiga institusi keuangan yang berada di bawah supervisi OJK yakni Bank Muamalat, Asuransi Jiwasraya dan AJB Bumiputera.

"Iya (pemicunya), banyak kasus yg terjadi dan itu terlambat utk ditangani," ujar dia ketika ditemui awak media di kawasan DPR RI, Jakarta, Rabu (27/11/2018).

Dalam waktu dekat, revisi UU OJK itu akan diusahakan masuk ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI agar masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2020.

Menurut Vera, selama ini Komisi XI yang menjadi pengawas dari kinerja OJK. Namun karena beban dari komisi tersebut cukup banyak, pengawasan terhadap OJK jadi kurang optimal.

Hasilnya, pengawasan OJK ke lembaga keuangan perbankan dan non perbankan tak maksimal. Bahkan menurutnya, OJK baru bersuara ketika suatu kasus telah mencuat ke publik.

Baca juga: Jiwasraya Butuh Rp 32,89 Triliun, Ini Kata OJK

"Selama ini kan yang ngawasin OJK kan Komisi XI, tapi karena beban kami cukup banyak, kami tidak bisa memonitoring atau melakukan supervisi aksi-aksi kebijakan mereka. Sehingga ketika ini sudah terjadi, baru muncul ke permukaan," jelasnya.

Revisi UU OJK ini diharapkan selesai pada 2020. Sehingga bisa diterapkan mulai 2021, termasuk mengenai Badan Pengawas OJK.

"Kita harapkan 2020 selesai, jadi 2021 bisa efektif, termasuk soal Badan Pengawas," tambahnya.

Sebelumnya, dalam beberapa kali rapat dengar pendapat (RDP) dengan asosiasi perbankan dan bank-bank BUMN, para anggota DPR pun kerap menyinggung mengenai kinerja OJK.

Seperti pada RDP dengan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (KOMPAS100: BBRI).

Baca juga: OJK Akan Paksa Perbankan Nasional Berkonsolidasi

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fraksi PDIP Eriko Sotarduga pun meminta pendapat perseroan mengenai kinerja OJK serta masukan untuk revisi UU OJK. Ia juga akan meminta tanggapan pelaku industri keuangan lain mengenai peran OJK saat ini.

"Kita minta pendapat perbankan dulu, evaluasi peran OJK. Ini soalnya penting, karena Komisi XI akan merevisi UU OJK," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Whats New
Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Whats New
Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com