Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simak, 5 Kesalahan Keuangan yang Dilakukan Orangtua pada Anak

Kompas.com - 02/12/2019, 20:12 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

Sumber CNBC

NEW YORK, KOMPAS.com - Bagi banyak orangtua, membicarakan tentang keuangan dengan anak menjadi hal yang sulit dilakukan.

Sebagian orangtua memilih melakukan hal lain ketimbang membicarakan keuangan dengan anak. Terkadang, literasi keuangan orangtua pun tidak mumpuni, sehingga berdampak pada perilaku keuangan yang ditunjukkan kepada anak.

Dilansir dari CNBC, Senin (2/12/2019), menurut Brad Klontz, penulis buku Mind Over Money dan salah satu pendiri Financial Psychology Institute, orangtua harus mengidentifikasi keyakini mereka soal keuangan dan menilik kembali peristiwa yang terjadi di dalam keluarga yang ada kaitannya dengan uang.

Klontz menuturkan, ada peristiwa tertentu yang memberikan dampak besar terhadap hubungan orang dengan uang. Ia memberi contoh adalah krisis keuangan yang membuat sebagian orang tak percaya terhadap institusi keuangan karena kegagalan sistem perbankan.

Baca juga: Ajarkan Anak Anda tentang Keuangan, Simak Caranya

Adapun menurut Thomas Henske, perencana keuangan bersertifikat, banyak orangtua merasa enggan berbicara tentang uang dengan anak-anak mereka. Sebab, mereka tak ingin menjawab pertanyaan "liar" yang mungkin diajukan anak.

Henske memberi contoh pertanyaan tersebut adalah salah satunya, "Apakah kita kaya?"

"Itu adalah awal dari pembicaraan yang bagus. Jawablah dengan pertanyaan. 'Kaya memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang. Apa yang kamu maksud dengan kaya?'" ujar Henske.

Berikut ini sejumlah kesalahan keuangan yang dilakukan orangtua terhadap anak, baik disadari atau tidak.

1. Selalu berkata "ya"

"Orangtua kadang-kadang terlalu berkorban demi anak," kata Liz Gendreau, penulis blog tentang keuangan keluarga.

Gendreau menuturkan, adalah sebuah kesalahan bila orangtua memberikan segalanya bagi anak, apalagi jika sampai harus mengorbankan dana pensiun. Orangtua harus menyeimbangkan kebutuhan mereka sendiri dengan kebutuhan anak.

"Bantu anak berbicara tentang opsi-opsi alternatif. Kadang-kadang mereka tidak tahu harga sesuatu," ujar Gendreau.

Adapun Henske menuturkan, banyak orang salah mengartikan menyayangi dengan memberi sesuatu. Menurut dia, ketimbang memberikan banyak barang untuk anak, menghabiskan waktu dengan anak adalah hal yang lebih berharga.

Baca juga: Sri Mulyani Tanya Siapa Menteri Pendidikan, Anak-anak SD Kebingungan

2. Langsung membelikan

Anak harus sejak dini diajari perbedaan antara keinginan dan kebutuhan.

"Anak sedang di toko, ingin sesuatu, Anda bilang tidak, dan anak langsung menangis," kata Henske.

Ia menuturkan, orangtua harus mengajarkan anak-anak strategi dan berdiskusi tentang seberapa besar mereka menginginkan sesuatu. Salah satu caranya adalah dengan menyusun daftar barang yang diinginkan.

Bila anak masih terlalu kecil untuk menulis, orangtua bisa mencetak gambar barang-barang yang diinginkan anak.

"Dua hari kemudian, bisa saja anak tidak menginginkannya lagi," terang Henske.

3. Tidak mengajarkan anak tentang dasar keuangan

"Penting untuk duduk bersama dengan anak untuk membicarakan dasar-dasar keuangan dan apabila anak sudah cukup besar, ajarkan tentang bahaya penggunaan kartu kredit," ungkap Klontz.

Ajarkan pula tentang perbedaan kartu debit dan kartu kredit. Tentang konsep kartu kredit, Anda bisa jelaskan tentang meminjam uang kepada bank, namun ada bunga yang mengikuti.

Adapun kartu debit digunakan untuk transaksi dengan menggunakan uang sendiri. Ketika belanja dengan kartu debit, maka uang diambil dari rekening sendiri.

Henske mengungkapkan, anak yang tidak memahami cara kerja kredit bisa menghadapi bencana keuangan ketika mereka nanti memiliki kartu kredit saat dewasa.

Baca juga: Perkenalkan Konsep Pengelolaan Keuangan Negara, Sri Mulyani Ajari Anak SD

4. Tidak melibatkan anak dalam keputusan besar

Menurut Henske, jika anak tidak menjadi bagian dari proses ketika membeli mobil atau merencanakan liburan, mereka melewatkan banyak pelajaran penting mengenai keuangan.

Artinya, banyak kesempatan yang hilang untuk mengajarkan anak tentang nilai uang, karena mereka belum sepenuhnya tahu seberapa mahal sebuah barang.

Anak bisa saja berpikir bahwa membeli mobil Maserati itu keren, tapi tak tahu berapa harganya.

Bahanya, di kemudian hari mereka tidak memiliki hal-hal yang mendukung untuk membuat keputusan yang tepat terkait ke universitas mana mereka akan melanjutkan pendidikan atau karier seperti apa yang mereka inginkan.

Merencanakan liburan barangkali lebih menyenangkan ketimbang berbicara tentang pilihan mobil dan negosiasi dengan dealer.

"Bicarakan tentang harga tiket pesawat atau berapa anggaran untuk makanan," ucap Henske.

Baca juga: Ingin Anak Kelak Jadi Investor Ulung? Ayah Ibu Harus Lakukan Ini

5. Menganggap topik tentang uang adalah tabu

Henske menyebut, tidak membicarakan tentang keuangan sama saja tidak memberikan pendidikan seks kepada anak. Ia merekomendasikan orangtua secara terbuka berbincang tentang keuangan dengan anak.

"Kita masih memperlakukan uang dan keuangan sebagai hal yang tabu," ujar Gendreau.

Ia tidak merekomendasikan orangtua membicarakan keuangan secara mendalam ketika anak masih duduk di bangku TK. Namun, ketika anak sudah dalam tahap remaja, anak sudah bisa diajak bicara misalnya tentang biaya kuliah.

"Anak akan diuntungkan dari belajar bagaimana menyusun anggaran. Semakin besar Anda bisa mengedukasi anak melalui contoh dalam kehidupan nyata, maka semakin baik," jelas Gendreau.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber CNBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com