Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Capt. Soenaryo Yosopratomo

Direktur Indonesia Aviation and Aerospace Watch (IAAW), mantan Penerbang TNI AL, dan mantan Dirjen Perhubungan Udara

Mendesaknya Pengambilalihan Wilayah Udara RI yang Dikuasai Singapura

Kompas.com - 03/12/2019, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bahkan Undang-undang no 1 tahun 2009 tentang Penerbangan telah mengamanatkan bahwa pengelolaan FIR tersebut harus dapat dikelola oleh pihak perhubungan udara Indonesia selambat-lambatnya 15 tahun sejak undang-undang tersebut disahkan atau tepatnya pada tahun 2024.

Saat ini pemerintah masih dalam proses negosiasi pembahasan ulang FIR Singapura. Hal yang oleh beberapa media sering disalah pahami dengan menyebutkan "merebut FIR Singapura" padahal skema yang diajukan adalah mengambil kembali wilayah udara Indonesia yang kita rasa telah mampu kita kelola.

Wilayah ini berada pada sektor A, B dan C atau tepatnya berada di wilayah udara Batam dan Kepulauan Natuna.

Baca juga : Tingkatkan Pelayanan, AirNav Gelontorkan Rp 2,6 Triliun

Secara lebih khusus dalam pembahasan re-alignment pada sektor B dan C memerlukan keterlibatan pemerintah Malaysia yang selama ini memerlukan pengelolaan FIR untuk menghubungkan wilayah Malaysia Barat dengan Timur yaitu Sabah dan Serawak melalui
wilayah udara kepulauan Natuna dan Matak.

Untuk pembahasan antara pemerintah Indonesia, Singapura, dan Malaysia diperlukan suatu perundingan yang saling menguntungkan ketiga belah pihak dengan prinsip bahwa penghormatan pada kedaulatan masing-masing negara harus diutamakan.

Kesepakatan antarnegara ini juga harus diimplementasikan dalam hal teknis operasional. Idealnya perundingan dan persiapan teknis ini dapat diselesaikan pada akhir tahun 2020. Dengan catatan bahwa masa transisi pengambil alihan FIR dapat dimulai pada awal 2020 hingga setahun kemudian.

Dengan hasil perundingan ini maka secara otomatis negara-negara yang melewati wilayah tersebut harus mengikuti kesepakatan yang telah dihasilkan.

Punya Kemampuan Cukup

Sementara dari sisi perangkat keras dan perangkat lunak yang dimiliki, pihak perhubungan udara sudah memiliki kemampuan yang cukup.

Hal ini dapat dibuktikan yaitu dengan kemampuan yang sangat baik pengaturan lalu lintas udara di FIR Jakarta, serta areal Jakarta, jumlah trafiknya jauh lebih besar bila dibandingkan dengan FIR Singapura sektor A, B, C tersebut. Sehingga dapat memberikan gambaran bahwa dari sisi teknis operasional, kemampuan yang kita miliki tidak dapat diragukan lagi.

Untuk sumber daya manusia, kita dituntut untuk terus melakukan upaya perbaikan. Misalnya untuk mendukung re-alignment ini dibutuhkan senior Air Traffic Controller (ATC) dari berbagai bandara.

Penempatan ATC terbaik mutlak diperlukan agar semangat re-alignment ini juga diimbangi dengan kemampuan kita mengatur lalu lintas udara internasional yang padat. Menurut penulis, peningkatan dan penambahan sumber daya manusia dalam jumlah yang besar harus dilaksanakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Baca juga : 

Indonesia berada dalam posisi "point of no return" karena rencana re-alignment FIR telah disampaikan oleh presiden. Semua jajaran harus memiliki strategi yang tepat untuk mengimplementasikan arahan presiden, dengan visi yang satu arah dan satu tujuan serta satu gerak langkah bersama.

Sehingga, tidak perlu ada lagi perdebatan mana yang harus didahulukan antara masalah kedaulatan atau masalah keselamatan penerbangan (safety) dalam pembahasan FIR Singapura - Indonesia. Ini karena keduanya harus dilaksanakan secara bersamaan, dan hal ini mutlak harus segera dapat diwujudkan karena menyangkut Kedaulatan di udara NKRI dan martabat bangsa.

Selain masalah re-alignment, yang harus segera juga diwujudkan jika Indonesia ingin disegani dalam menjaga kedaulatan udaranya adalah dengan menggelar peralatan untuk terwujudnya Air Defense Identification Zone (ADIZ) untuk wilayah NKRI dan segera menginisiasi pembahasan Undang-undang Kedaulatan Udara NKRI.

Indonesia Aviation and Aerospace Watch (IAAW) telah memulai dengan menyusun naskah akademis tentang Undang-undang Kedaulatan Udara yang telah diserahkan kepada DPR RI periode 2014 - 2019 lalu. Jika kedua langkah strategis ini dapat dijalankan, maka kita dapat berharap bahwa Indonesia akan menjadi negara yang tangguh dalam mengelola dan menegakkan kedaulatan wilayah udaranya.

Whoever controls of the air, generally control the surface..

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com