Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Tepatkah Kebijakan Menteri Edhy Buka Ekspor Benih Lobster?

Kompas.com - 05/12/2019, 10:09 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan yang diambil Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo kembali menuai pro dan kontra. Kali ini soal adanya kemungkinan membuka keran ekspor benih lobster yang tengah dikaji.

Pengkajian ulang membuka peluang eskpor benih lobster membuat Edhy saling berpunggungan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan di Kabinet Kerja Susi Pudjiastuti.

Susi dengan keras melarang peredaran benih lobster di bawah 200 gram sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) 56/2016 tentang Penangkapan Lobster.

Direktur Eksekutif Center for Maritime Studies for Humanity (Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan), Abdul Halim mengatakan, adanya kemungkinan Menteri Edhy untuk membuka peluang ekspor benih lobster merupakan langkah yang tidak strategis dalam jangka panjang.

Sebab, ekspor benih lobster yang kemudian dibudidayakan di negara tujuan, sangat menguntungkan negara importir. Salah satunya Vietnam yang sangat ketergantungan dengan kebutuhan benih lobster.

Baca juga : Berbeda dengan Susi, Edhy Buka Peluang Ekspor dan Budidaya Lobster

Di sisi lain, ekspor benih lobster akan menghancurkan sentra-sentra perikanan Indonesia. Sebab, membuka peluang ekspor benih lobster sama saja mengizinkan eksploitasi besar-besaran di beberapa sentra lobster.

"Seperti di Lombok. Akan banyak eksploitasi yang dilakukan pembubidaya (asing) dengan pertimbangan jangka pendek. Secara ekonomi boleh jadi menggiurkan, tapi dalam konteks ekonomi jangka panjang sangat merugikan RI," kata Abdul Halim saat dihubungi Kompas.com, Rabu (4/12/2019).

Apalagi kata Abdul, banyak negara tetangga yang berkepentingan dengan sumber daya ikan RI, termasuk Vietnam yang pernah mendapat kartu kuning dari Uni Eropa karena pengelolaan ikan yang tidak berkelanjutan.

Artinya, banyak pelanggaran HAM, praktek illegal fishing yang masif, dan penangkapan plasma nutfah secara tidak bertanggung jawab. Untuk itu, Pemerintah Vietnam memberlakukan UU Perikanan per Januari 2019.

"Tapi dengan adanya kebijakan baru dan adanya peluang ekonomi baru dari RI mereka akan memanfaatkan itu sebanyak mungkin untuk meningkatkan pendapatan nasional mereka dari sektor perikanan," ungkap Abdul.

Budidaya dalam negeri

Kendati demikian, Abdul masih setuju dengan kebijakan penangkapan benih lobster untuk mengembangkan budidaya perikanan sepanjang budidaya dilakukan di dalam negeri.

"Penangkapan benih lobster diperbolehkan sepanjang dibudidayakan di dalam negeri. Bukan kemudian diekspor ke luar negeri. Jadi (membuka peluang ekspor) sebaiknya dihentikan dan dialihkan ke pengembangan budidaya di dalam negeri," ucap Abdul.

Alih-alih mengekspor, lebih baik benih lobster dibudidaya di dalam negeri sehingga menghasilkan nilai tambah yang lebih banyak. Apalagi di Indonesia tren makan seafood tengah menjamur di kalangan manapun.

"Manfaatnya jauh lebih besar apalagi losbter merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi. Tren hari ini kulinernya adalah kuliner seafood di indonesia yg tengah berkembang," sebut Abdul.

Dia pun setuju bila nantinya lobster yang dibudidaya akan diekspor ke luar negeri. Dengan mengekspor lobster besar, nilai tambah pun akan semakin besar dan tidak mengurangi cadangan devisa.

"Dengan pembesaran nilai ekonominya jauh lebih tinggi dibanding ekspor baby lobster," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com