Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Prioritas Inovasi Koperasi Indonesia Mendatang

Kompas.com - 09/12/2019, 12:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRIORITAS inovasi koperasi yang pertama tak beda jauh dengan visi pemerintah sekarang, yakni membangun sumber daya manusia (SDM) unggul.

Riset yang dilakukan oleh Cooperative Innovation Hub (CIH) Lab Koperasi dan UKM FEB UNSOED, bekerja sama dengan Kopkun Institute dan LPDB-KUKM, menemukan bahwa 90,19 persen responden menjawab penting dan sangat penting soal inovasi pengembangan SDM. Riset itu telah dilaksanakan pada Oktober–November 2019.

Riset awal ini bertujuan memetakan status dan prioritas inovasi koperasi di Indonesia. Riset dilakukan dengan dua metode: survei online secara nasional dan wawancara mendalam di lima provinsi (Jakarta, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Barat dan Bangka Belitong).

Ada 1.050 responden yang berpartisipasi pada survei online yang tersebar di seluruh provinsi, kecuali Papua. Kemudian, 113 informan pada wawancara mendalam yang tersebar di lima provinsi dan 10 kabupaten.

Dalam paparannya pada 4-5 Desember 2019 di Semarang, tim peneliti menggambarkan penilaian inovasi menurut responden. Dengan profil responden yakni 81,71 persen adalah pengurus dan sisanya manajer koperasi.

Sementara itu, 82,76 persen adalah koperasi wilayah kota/ kabupaten, 11,71 persen wilayah provinsi dan sisanya nasional.

Tiga besar prioritas inovasi pertama adalah inovasi pengambangan SDM (90,19 persen), inovasi pemasaran (82,4 persen) dan inovasi sosial (82,38 persen).

Disusul kebutuhan inovasi berikutnya yakni peningkatan jumlah anggota (81,81 persen), inovasi pada produk dan jasa yang sudah ada (80,95 persen), adopsi teknologi (78,86 persen), inovasi pada produk dan jasa baru (77,81 persen), inovasi model bisnis (76,51 persen) dan terakhir inovasi pada proses bisnis (49,52 persen).

Bila dibandingkan negara lain, prioritas inovasi di Indonesia tergolong elementer. Hal ini bisa dipahami karena berpuluh tahun gerakan koperasi abai dalam kerja-kerja riset dan pengembangan keinovasian.

Survei sejenis telah dilakukan di koperasi-koperasi Amerika Selatan dan Eropa (Brat, 2016) dan pada perusahaan-perusahan di Amerika Serikat (BCG, 2015).

Riset Brat menemukan prioritas inovasi koperasi di Amerika Selatan dan Eropa lebih fokus pada inovasi layanan baru, adopsi teknologi, layanan sosial serta inovasi SDM.

Adapun riset BCG menemukan kebutuhan inovasi pada teknologi, inovasi produk dan proses bisnis pada perusahaan-perusahaan swasta.

SDM unggul

Kebutuhan inovasi pengembangan SDM ini bersesuaian dengan kondisi lapangan yang sebagian besar koperasi mengalami sindrom penuaan.

Penuaan ini dialami pada basis anggota. Sebanyak 60-70 persen anggota koperasi adalah generasi Baby Boomer dan X.  Hal serupa juga terjadi pada level pengurus dan manajer.

Penuaan SDM ini akan menjadi masalah jangka panjang terkait dengan regenerasi dan bisnis. Tentu saja, koperasi harus menyesuaikan strategi agar dapat keluar dari jebakan sindrom penuaan tersebut.

Temuan di lapangan urgensi pengembangan SDM ini dibutuhkan baik oleh koperasi kecil, menengah, atau besar, baik oleh koperasi-koperasi yang anggotanya di bawah atau di atas 600 orang.

Hal ini berbeda dengan prioritas inovasi lainnya yang hanya dibutuhkan oleh koperasi-koperasi dengan anggota minimal 600 orang.

Secara kelembagaan kebutuhan SDM unggul ini dapat direkayasa dengan membuat kebijakan kuota 30 persen anak muda pada struktur pengurus, pengawas dan manajemen.

Tanpa secara sengaja membuat affirmative action ini, akan sulit kiranya meretas masalah sejak puluhan tahun itu.

Yang kedua adalah mengefektifkan alokasi Dana Pendidikan baik dari Sisa Hasil Usaha (SHU) dan biaya organisasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com