Tujuannya meningkatkan kualitas SDM dengan berbagai pelatihan serta lokakarya yang dibutuhkan.
Di sinilah pentingnya koperasi-koperasi sekunder untuk fasilitasi pelatihan yang dibutuhkan oleh primer anggotanya.
Pemerintah, Kementerian Koperasi dan UKM serta dinas-dinas di provinsi/kota/kabupaten, juga perlu mengatur ulang strategi pembangunan kapasitas SDM koperasi.
Balai Pelatihan Koperasi dan UKM (Balatkop) perlu ditinjau ulang terkait dengan efektivitas kurikulum, metode serta pesertanya.
Ada persoalan serius dengan pola pelatihan yang diselenggarakan pemerintah terkait dua hal: kurikulum dan kepesertaan.
Kurikulum harus disesuaikan dengan kebutuhan koperasi sesuai skala, sektor dan tantangan masa depan. Pemerintah dapat bekerja secara kolaboratif dengan lembaga training yang kredibel alih-alih menyelenggarakan sendiri.
Di sini pemerintah cukup memberikan subsidi beasiswa kepada koperasi yang ingin mengikuti pelatihan berkualitas, bersertifikasi dan berbayar.
Sedangkan di sisi kepesertaan, akses informasi harus dibuka seluas mungkin sehingga mereka mendaftarkan diri secara sukarela dan bukannya melalui undangan delegasi.
Harusnya hal ini mudah di zaman sebagian besar manajer/pengurus koperasi menggunakan media sosial. Toh nyatanya di luar sana banyak pelatihan berbayar yang selalu ramai peserta.
Riset menemukan tiga kendala besar yang dihadapi koperasi dalam berinovasi: implementasi ide, menghindari risiko dan kesulitan pemasaran hasil inovasi.
Inovasi sebagai terobosan-terobosan baru memang membutuhkan pengelolaan khusus yang disebut sebagai Manajemen Inovasi. Koperasi sama sekali belum mengenal bagaimana mengelola sebuah inovasi.
Kapasitas baru ini dapat dikembangkan melalui serangkaian pelatihan atau lokakarya bagi para manajer.
Perlu juga untuk membangun cooperative innovation hub (CIH) yang diimplan di kampus-kampus guna mendampingi koperasi-koperasi dalam berinovasi.
Melalui CIH, koperasi dapat belajar antar teman sejawat di mana kampus hadir untuk menjembatani jurang pengetahuan dan keterampilan.
Dr Manerep Pasaribu (2016) dalam bukunya Knowledge, Innovation and Entrepreneurship: From the Perspective of Strategic Management, menggambarkan bahwa inovasi berhubungan juga dengan manajemen pengetahuan dan kewirausahaan.
Inovasi memang keterampilan tingkat lanjut dan karenanya koperasi dan pemerintah bisa berinvestasi di pengembangan CIH itu.
Kendala berikutnya, sikap menghindari risiko dapat dipahami karena inovasi bisa berujung berhasil atau gagal.
Secara kelembagaan dapat direkayasa dengan mengalokasikan dana inovasi yang diambil dari SHU atau biaya organisasi.
Anggota juga perlu diberi pemahaman menyeluruh pentingnya inovasi, dengan risiko-risikonya, sehingga dapat berpikir secara holistik dan jangka panjang.
Dengan alokasi Dana Inovasi tersebut Manajer atau Pengurus tidak perlu risau bila ternyata inovasi yang dikerjakan berujung kegagalan. Pun hal ini bisa dilakukan secara kolaboratif antar koperasi sehingga risiko bisa dibagi.