KOMPAS.com - Anis Alfiyah (49) awalnya hanya berkeliling menawarkan dagangannya yang berupa makanan-makanan ringan khas Banyuwangi. Dia pun memasukkan produk-produkanya ke berbagai toko oleh-oleh yang ada di seputaran Banyuwangi.
Tahun 2012, dia pun berkenalan dengan BTPN Syariah. Melalui program yang mengadopsi pola Bank Grameen, anak usaha BTPN itu mencoba memberdayakan masyarakat khususnya perempuan.
Anis pun mendapatkan kucuran modal kerja sebesar Rp 3 juta tanpa harus memberikan jaminan apapun kepada pihak BTPN Syariah. Dana tersebut digunakan untuk memperkuat usahanya.
Selang 3 tahun kemudian, dia pun membuka toko oleh-oleh di rumahnya di kawasan Karangrejo, Banyuwangi, Jawa Timur. "Ketika itu pas dapat pinjaman Rp 10 juta, sekitar 2015," sebut dia.
Baca juga: Jualan Kopi, Pria Ini Kantongi Omzet Rp 600 Juta Per Bulan
Setelah mempunya outlet bernama Anisa, perempuan beranak dua ini tidak perlu pergi berkeliling untuk menawarkan produknya kepada toko-toko lain. Kini mereka lah bisa mengambilnya langsung ke tempatnya.
Selain offline, Anis juga memasarkan produknya secara online. Dia memasarkan produk-produknya di berbagai marketplace.
Tak terasa, 7 tahun berlalu, omzet Anis pun terus meningkat. Bahkan kini omzet toko Anisa sudah di atas Rp 50 juta per bulan.
Saat ini dia mempekerjakan 3 karyawan, serta memberdayakan keluarganya, termasuk suami, anak dan mantunya.
"Anak saya membantu marketingnya, suami saya belanja," ucap dia.
Baca juga: Kuartal III 2019, BTPN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 976 Miliar
Anis mengaku berani mengambil pinjaman dari BTPN Syariah karena tidak perlu jaminan apapun. Selain itu cicilannya pun terbilang ringan. Serta bila telat membayar ditanggung renteng oleh kelompoknya, sehingga dia memiliki waktu untuk membayar di dua pekan berikutnya.
Bahkan saat ini, Anis sudah kembali meminjam Rp 25 juta untuk untuk mengembangkan usahanya, sekaligus membantu putri sulungnya, Nisa, untuk membangun usahanya.
"Yang Rp 25 juta saya engga semunya buat di toko ini, tapi buat buka usaha lain. Membantu anak saya membuka cafe kopi," katanya.
Menurut dia, jaminannya kehadiran wajah para penerima pinjaman tersebut dalam pertemuan kelompok tiap dua minggu sekali.
"Bertemu muka setiap saat, ini psikologis, kalau kita memunculkan muka kita, berarti kita masih ada niat untuk membayar," ucapnya di Banyuwangi.
Adapun ujung tombak BTPN Syariah adalah community officer. Para community officer ini berperan menjadi bankir pemberdaya yang blusukan ke pelosok perkampungan. Mereka membentuk komunitas yang tiap kelompok terdiri dari 15 – 20 anggota.
Para community officer tersebut membantu melayani urusan perbankan sekaligus memberikan pendampingan pada para anggota komunitas terkait pengelolaan keuangan.
Sebelum memberikan modal usaha, para bankir pemberdaya ini lah yang melakukan screening (langkah identifikasi) untuk menggali jenis usaha yang ingin diwujudkan oleh nasabah itu.
Ratih menyebut, pihaknya mempunyai 8.500 community officer yang merupakan lulusan setingkat SMA di seluruh Indonesia.
Berkat mereka menurut dia, BTPN Syariah bisa menyalurkan pembiayaan Rp 10 triliun per tahun kepada perempuan dari keluarga prasejahtera produktif.
"20.000 keluarga sejahtera dananya disalurkan ke 3,65 juta nasabah keluarga prasejahtera," kata Ratih.
Baca juga: Keuangan Inklusif, BTPN Syariah Berdayakan Perempuan Keluarga Pra-Sejahtera
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.