Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keuntungan Sindikat Penyelundup Benih Lobster Tak Main-main

Kompas.com - 16/12/2019, 13:38 WIB
Muhammad Idris,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyelundupan benih lobster masih sangat tinggi. Hal ini yang mendorong Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo membuka kembali ekspor benur.

Edhy mengaku punya cukup alasan merevisi Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.

Dikatakannya, angka penyelundupan benih lobster sangatlah tinggi. Ketimbang jadi selundupan yang tak menguntungkan negara, lebih baik ekspor dibuka sehingga mudah dikendalikan.

Melansir pemberitaan harian Kompas pada 22 Januari 2019, penyelundup benur seolah tak pernah jera. Ini karena keuntungan yang didapatkan mengalahkan ketakutan pada ancaman hukuman pidana.

Berdasarkan data Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Surabaya I, frekuensi penyelundupan benih lobster selama 2018 di Jawa Timur sebanyak 24 kasus dengan jumlah benih yang diselamatkan 323.818 ekor atau senilai Rp 40 miliar.

Baca juga: Cerita Susi Sentil Singapura Karena Jadi Transit Lobster Selundupan

Di Jambi, sepanjang tahun 2018, enam kali penyelundupan lobster jenis mutiara dan pasir digagalkan. Barang bukti yang disita petugas gabungan sebanyak 431.918 benih lobster dengan nilai jual Rp 62 miliar.

Tahun 2017, upaya penyelundupan juga dilakukan meskipun kasus yang terungkap tak sebanyak tahun 2018. Pun tahun 2015 dan 2016, juga dilakukan penyelundupan, di antaranya melalui Bandara Adisutjipto, Yogyakarta.

Saat itu, sebanyak 320.000 benih lobster senilai Rp 5,4 miliar disimpan di enam koper besar yang hendak dikirim ke Singapura.

Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian, dan Informasi BKIPM Surabaya I Wiwit Supriyono mengatakan, sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku penyelundupan terbilang ringan.

Sanksi itu tidak sebanding dengan kerugian negara yang ditimbulkan dan usaha yang dikeluarkan untuk menangkap pelaku.

”Rata-rata hukuman pidana yang dijatuhkan kepada pelaku kurang dari setahun penjara dan pidana denda ringan. Padahal, sesuai undang-undang, ancaman hukuman bisa sampai enam tahun penjara,” ujar Wiwit.

Sebagai contoh, Dedy Kriswoyo, penyelundup 3.997 benih lobster yang ditangkap di Tulungagung, Jatim, 12 Agustus 2018.

Ia hanya dijatuhi pidana empat bulan penjara dan denda Rp 1 juta subsider satu bulan kurungan. Padahal, nilai benih lobster yang diselundupkan Rp 427 juta.

Di Jambi, awal Januari lalu, 20 penyelundup benih lobster dihukum delapan bulan penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Jambi.

Para terdakwa dikenai denda masing-masing Rp 1 miliar. Jika denda tidak dibayarkan, akan diganti pidana 15 hari penjara.

Baca juga: Nelayan Sultra Khawatirkan Kebijakan Edhy Buka Ekspor Benih Lobster

Harga selangit

Ancaman pidana yang ringan seolah tak sebanding dengan keuntungan yang didapat. Harga benih lobster di tingkat nelayan sekitar Rp 20.000 per ekor.

Sementara jenis lobster yang disukai pengepul adalah mutiara dan pasir karena harga jual di luar negeri bisa di atas Rp 200.000 per ekor.

Kawasan pantai di selatan Jawa, seperti Pacitan, Tulungagung, Trenggalek, Malang, dan Banyuwangi, adalah lokasi perburuan benih lobster.

Menangkap benih lobster sepanjang Januari-April jauh lebih menguntungkan dibandingkan menangkap ikan.

Musim seperti sekarang ini banyak lobster bertelur dan benih baru menetas. Benih-benih itu berada di pinggir pantai sehingga mudah ditangkap dengan risiko kecil.

Baca juga: Dilema Edhy, Larang Ekspor Benih Lobster dan Maraknya Penyelundupan

Modal kerja pun kecil dengan memasang perangkap sederhana dari kertas bekas bungkus semen.

Tahun 2015, WWF Indonesia memublikasikan temuan mereka di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Di sana, tangkapan anakan lobster berukuran 0,5-1,5 cm bisa mencapai 100.000 per bulan yang dijual Rp 15.000 per ekor ke pengepul.

Selanjutnya, anakan lobster itu dikirim ke Singapura, Vietnam, dan China untuk dibesarkan hingga ukuran konsumsi dan dijual mahal.

Di sepanjang pantai selatan Jawa, pengepul membeli rata-rata Rp 20.000 per ekor. Di Singapura, mereka menjual 10 kali lipat lebih tinggi.

Harga lobster pun terus naik. Benih lobster jenis pasir semula Rp 100.000 per ekor pada tahun 2017, naik hingga Rp 130.000 pada awal 2018.

Pertengahan 2018, harganya sudah Rp 150.000. Kenaikan serupa juga terjadi pada jenis mutiara yang sudah Rp 200.000 per ekor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com