Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini 6 Poin Penting Omnibus Law Perpajakan

Kompas.com - 16/12/2019, 17:06 WIB
Mutia Fauzia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah bakal memasukkan draft omnibus law perpajakan pekan ini. Namun demikian, pembahasan draft Rancangan Undang-undang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Ekonomi tersebut baru akan dilakukan Januari 2020 setelah masa reses berakhir.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, di dalam omnibus law perpajakan hanya ada 28 pasal yang merupakan hasil amandemen dari tujuh undang-undang.

"Amandemen tujuh undang-undang, yaitu undang-undang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Kepabeanan, Cukai, Pajak Daerah dan Pemerintah Daerah," ujar Sri Mulyani ketika bertemu dengan pimpinan DPR RI di Jakarta, Senin (16/12/2019).

Baca juga: Pekan Ini, Pemerintah Ajukan Omnibus Law Perpajakan ke DPR

"Semoga ini bisa dibahas ketika masa persidangan 2020 dimulai," ucap mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.

Nantinya, terdapat enam klaster atau poin penting yang menjadi fokus dalam omnibus law perpajakan. Berikut keenam fokus tersebut:

1. Penurunan pajak penghasilan badan dan bunga denda pajak untuk menarik investasi

2. Mengimplementasi sistem teritorial, di mana penghasilan perusahaan dividen luar negeri dibebaskan pajak asal berinvestasi di Indonesia.

3. Untuk subjek pajak pribadi untuk orang Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari bisa jadi subjek pajak luar negeri. Begitu juga untuk yang orang luar negeri tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, pembayaran PPh di dalam negeri hanya untuk pendapatan yang berasal dari Indonesia saja.

Baca juga: Pemerintah Bentuk Satgas Omnibus Law, Apa Tugasnya?

4. Adapun untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan, pemerintah mengatur ulang sanksi dan bunga denda. Tadinya bunga denda pembayaran pajak sebesar 2 persen untuk 24 bulan. Sementara di dalam omnibus law bunga denda sebesar bunga yang berlaku di pasar.

5. Menerapkan pajak elektronik dibuat sama dengan sistem perpajakan biasa. Untuk perusahaan digital luar negeri yang tidak memiliki badan usaha tetap di Indonesia tetap dipungut pajaknya. Pemerintah juga menunjuk perusahaan-perusahaan digital untuk memungut pajak dari pengguna layanannya.

6. Memasukkan seluruh insentif pajak dalam satu klaster, yaitu tax holiday, tax allowance, Kawasan Ekonomi Khusus, dsb.

Baca juga: Ada Omnibus Law, Aturan Ketenagakerjaan Akan Lebih Longgar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com