Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Akan Batasi Ekspor Bijih Nikel, Industri Baja Eropa Tuding Ini

Kompas.com - 18/12/2019, 12:00 WIB
Muhammad Idris,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Uni Eropa (UE) menggugat Indonesia ke World Trade Organization (WTO) terhadap pembatasan ekspor bijih nikel mendapat dukungan Asosiasi Produsen Baja Eropa atau Eurofer.

Dikutip Kompas.com dari laman resmi Eurofer, Rabu (18/12/2019), Eurofer menuding metode pemurnian smelter di Indonesia tujuh kali lebih banyak menghasilkan karbon dioksida dibandingkan dengan standar yang diterapkan industri peleburan Eropa.

"Risikonya adalah bahwa baja (produksi Indonesia) yang sangat murah dan berpolusi tinggi akan menggantikan baja yang lebih bersih dari produsen Uni Eropa," tulis Eurofer dalam pernyataannya.

Menurut Eurofer, pembatasan ekspor bijih nikel dinilai tidak adil karena membatasi akses produsen baja Uni Eropa atas bahan baku.

Keberatan dengan kebijakan Indonesia yang membebaskan pajak dan bea masuk impor untuk pembangunan smelter sepanjang memenuhi konten lokal sebesar 30 persen, dan menganggap kebijakan itu sebagai subsidi ilegal.

"Indonesia telah melakukan ekspansi yang agresif di sektor pengolahan nikel dan stanless steel," ujar Sekretaris Jenderal Eurofer Axel Eggert.

Baca juga: Perang Dagang Indonesia-Uni Eropa: Sawit Ditolak, Nikel Bertindak

Keberatan Eurofer sebenarnya sudah dikemukakan sejak lama. Indoenesia sendiri sempat melarang ekspor bijih nikel tahun 2014, sebelum kemudian dilonggarkan pada tahun 2017.

"Ini dimulai Indonesia pada tahun 2014 yang melarang ekspor bahan baku yang mengandung nikel, guna memastikan industri domestik bisa mendapatkan akses harga di bawah pasar," ungkap Eggert.

Bagi industri baja Uni Eropa, nikel punya nilai sangat penting. Nikel adalah salah satu komponen utama penyusun baja yang tahan karat.

"Indonesia menempati posisi sebagai salah satu negara yang memiliki cadangan nikel terbesar dunia. Indonesia juga membangun industri stainless steel dengan bermaksud masuk ke pasar lain menggunakan sarana penghalang yang ada di WTO," tegasnya.

Eurofer mencatat, ekspor produk stainless steel Indonesia ke Uni Eropa hampir 0 persen pada 2017. Kemudian, mulai mengambil 18 persen pasar Uni Eropa pada kuarter kedua 2019. Komponen nikel menyumbang 45 persen dari seluruh biaya pembuatan baja.

Tentang nikel

Mengutip laman resmi Vale Indonesia, nikel adalah logam sangat berguna yang dimanfaatkan di mana-mana.

Nikel keras namun bisa dibentuk, tahan karat, dan sifat mekanis serta fisiknya tetap bertahan biarpun terpapar suhu ekstrem.

Logam ini bermutu tinggi karena berguna untuk pelapisan dan baterai. Nikel juga berfungsi memberi lapisan metalik cemerlang seperti pada keran dan pancuran di kamar mandi.

Bahkan di saat sekarang, hampir tak ada orang yang tak bisa lepas dari nikel. Ini karena logam ini dipakai sebagai salah satu bahan utama pembuat baterai lithium isi ulang pada gadget.

Nikel juga sangat berharga di masa depan seiring pesatnya tren kendaraan listrik di dunia.

Baca juga: Jokowi: Nikel Kita, Mau Ekspor atau Enggak, Suka-suka Kita

Dalam industri baja, logam ini berperan sangat penting. Nikel memiliki sifat tahan karat. Dalam keadaan murni, nikel bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang keras.

Berdasarkan publikasi Vale Indonesia yang mengutip Data US Geological Survey menyebutkan, dari 80 juta metrik ton cadangan nikel dunia, hampir 4 juta metrik ton tersimpan di Indonesia.

Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-6 dunia dengan deposit nikel terbesar di dunia. Cadangan nikel ini sebagian besar berada di Pulau Sulawesi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com