BrandzView
Konten ini merupakan kerjasama Kompas.com dengan Sampoerna Retail Community

Kisah Trimulyani, Sukses Usaha Toko Kelontong Hingga Punya Tiga Cabang

Kompas.com - 22/12/2019, 08:51 WIB
Mico Desrianto,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com –Kamu tak usah lanjut sekolah ya nduk, biar kakak mu saja karena ia laki-laki yang kelak akan menjadi pemimpin bagi keluarganya.”

Pesan itu diterima Trimulyani (34) langsung dari ayahnya saat perempuan asal Wonogiri, Jawa Tengah itu lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun 2000.

Padahal saat itu, Tri, begitu ia biasa disapa mendapatkan predikat sebagai lulusan terbaik di sekolahnya.

“Saat mendengarnya saya sedih sekali, sampai mengurung diri di kamar selama berhari-hari,” ucap Tri kepada Kompas, Senin (2/12/1990).

Kedua orangtuanya hanya berprofesi sebagai petani. Pendapatannya pun tidak banyak.

“Untuk makan sehari-hari saja terkadang kurang,” ucap Tri.

Dengan kondisi itu, sang ayah terpaksa memilih memprioritaskan pendidikan untuk kakak laki-lakinya.

“Ayah bilang baiknya aku jadi ibu rumah tangga saja, sehingga tidak perlu sekolah tinggi-tinggi,” ujarnya.

Namun demikian, Tri tidak begitu saja mengikuti pesan sang ayah. Berbekal semangat yang kuat untuk terus menimba ilmu, ia berupaya mencari cara agar bisa melanjutkan pendidikan.

Tak lama setelah peristiwa itu, ada sebuah keluarga di Jakarta yang mengajak dirinya bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga (ART).

Baca juga: Melalui Pojok Lokal, SRC Beri Jalan Pelaku UKM Lakukan Promosi Produk

Tri dijanjikan tak hanya mendapatkan gaji, tapi juga akan dibiayai sekolah ke tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).

Tanpa ragu, Tri memutuskan meninggalkan Wonogiri menuju Jakarta dengan satu tujuan, bekerja agar bisa sekolah.

Setelah 3 tahun menjadi ART di sana, Tri pun lulus SMA, tepat pada 2003.

Mulai berwirausaha

Setelah cita-citanya tercapai, Tri memilih melanjutkan hidup di Jakarta.

Ijazah SMA-nya ia gunakan untuk melamar sejumlah pekerjaan, seperti pelayan di restoran atau sales promotion girl (SPG) di swalayan.

Sayangnya, ia ditolak banyak perusahaan karena tinggi badan yang dianggap kurang ideal.

Sebagai informasi, tinggi badan Tri hanya 151 cm.

Tak ada kata menyerah dalam kamus hidup Tri. Setelah lama berkeliling mencari pekerjaan, ia akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai kasir di salah satu bengkel motor di Jakarta Barat.

Selama bekerja di bengkel kurang lebih enam tahun, Tri mengaku banyak mendapatkan pengetahuan seputar bisnis.

Dari sanalah ide untuk memulai usaha muncul.

“Saya belajar teknik marketing selama di sana (bengkel),” kata Tri.

Akhirnya, ia memberanikan diri untuk berwirausaha.

Bermodalkan uang Rp 12 juta hasil pinjaman bank, pada 2011 ia membuka usaha toko kelontong di Tangerang, Banten.

Gabung SRC

Dengan modal seadanya, perlahan tapi pasti usaha toko kelontong Tri mulai berkembang.

Bahkan, saat ini, Tri dapat membantu keuangan keluarga. Pasalnya, sang suami hanya berprofesi sebagai buruh bangunan.

Pendapatan usahanya kian berkembang saat pihak Sampoerna Retail Community (SRC) mendatangi toko kelontongnya pada 2013.

Baca juga: Penyebab Toko Kelontong di Indonesia Sulit Berkembang

Saat itu, Tri ditawari bergabung dengan SRC dengan iming-iming mendapatkan bimbingan usaha agar bisnis toko kelontong miliknya dapat jauh lebih berkembang.

Ia memutuskan untuk bergabung karena tertarik dengan tawaran SRC itu.

Sebagai informasi, SRC merupakan program pembinaan dan pendampingan yang berkelanjutan dari PT HM Sampoerna untuk meningkatkan daya saing toko kelontong.

Melalui SRC, wajah toko kelontong dipermak secara kekinian, sehingga memiliki tampilan rapi, bersih, dan terang.

Trimulyani (dua dari kanan) saat berbicang dengan Menteri Koperasi dan UKM RI Teten Masdukidok. SRC Trimulyani (dua dari kanan) saat berbicang dengan Menteri Koperasi dan UKM RI Teten Masduki
Selama menjadi anggota SRC, Tri memanfaatkan program pembinaan dan pelatihan yang diberikan.

Apapun ilmu yang diterimanya dari SRC, ia terapkan ke toko kelontong miliknya.

“Saya dibimbing untuk melakukan segala perubahan, seperti menata toko sampai perubahan mindset dari toko tradisional menjadi toko modern,” papar Tri.

Hasilnya, toko kelontong Tri sudah banyak berubah. Dari segi tampilan, toko miliknya menjadi bersih dan nyaman.

Bahkan, toko kelontongnya pun sudah memiliki identitas, Trijaya namanya.

“Sesuai namanya, harapannya semoga toko milik saya akan selalu jaya,” jelas Tri.

Tak hanya itu, Tri diberi kemudahan akses membeli barang dagangan ke agen lewat aplikasi SRC dengan harga yang kompetitif.

“Pesanan saya langsung diantar ke toko,” papar Tri.

Pendapatan naik

Kini pendapatan Tri naik 10 kali lipat. Bisnis yang ia bangun itu pun sudah memiliki cabang.

“Dulu sebelum gabung SRC, sebulan hanya rata-rata hanya bisa dapat Rp 3 juta sampai Rp 4 juta saja. Kini puluhan juta,” ujarnya.

Saat ini, Tri mampu membuka dua toko baru. "Lokasinya masih sekitar toko pertama saya,” kata Tri.

Berpijak pada pengalaman itu, Tri mengajak para pemilik toko kelontong di Indonesia untuk mengikuti jejaknya.

“Jika ada kemauan pasti ada jalan, mari seluruh toko kelontong di Indonesia untuk segera bergabung dengan SRC karena punya banyak manfaat,” jelas Tri.

Penasaran seperti apa tampilan toko SRC? Silakan download aplikasi AYO SRC Indonesia di Google Playstore untuk mengetahui keberadaan SRC terdekat.


Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com