Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Koperasi Multi Pihak untuk BUMDes

Kompas.com - 23/12/2019, 06:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Azas dasarnya sama, bahwa jumlah modal serta jumlah individu tidak menentukan dalam perimbangan kekuasaan tersebut. Meski Pemerintah Desa hanya menyetor modal Rp 1 miliar, sedangkan masyarakat Rp 2 miliar, dan investor Rp 3 miliar, Pemerintah Desa tetap memiliki kekuasaan yang besar daripada yang lain.

Terkait imbal hasil juga diatur oleh Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah Tangga masing-masing. Prinsipnya adalah imbal hasil yang wajar dan berkeadilan bagi para pihak.

Menerobos kekakuan

Di luar BUMDes, koperasi multi pihak bisa digunakan dalam sektor dan kepentingan apapun. Di masa depan model ini akan sangat dibutuhkan masyarakat. Perkembangan model bisnis yang multi ragam bentuknya dapat diakomodasi dalam koperasi ini. Misalnya koperasi platform, koperasi P2P, koperasi pekerja-investor, skema kerjasama PPPP dan jenis-model lainnya.

RUU Perkoperasian yang baru harus memasukkan model koperasi multi pihak untuk menjawab tantangan zaman. Sehingga masyarakat memiliki kepastian hukum untuk menjalankannya.

RUU nampaknya perlu juga mengatur tentang koperasi model baru seperti yang dilakukan oleh Negara Bagian Alberta, Kanada yang secara langsung memasukkan pasal “New Generation Cooperatives”.

Tujuannya agar menjadi payung hukum bagi pengembangan aneka koperasi model baru, yang detil teknis penyelenggaraannya bisa diturunkan dalam Peraturan Menteri Koperasi.

Dalam tata kelola publik, pemerintah perlu untuk mengadopsi pendekatan atau model Private-Public-People Partnership (PPPP) yang membuka peluang lahirnya model kelembagaan baru yang bersifat quasi negara-swasta, quasi negara-komunitas atau bahkan quasi negara-swasta-komunitas.

Koperasi multi pihak memungkinkan untuk menjadi model kelembagaan menjawab tantangan itu. Bagaimana kepentingan dan representasi negara, swasta dan komunitas dapat hadir dalam satu wadah yang bersama-sama menciptakan nilai bagi mereka.

Model PPPP itu bisa kita lihat pada koperasi BUMDes di atas. Pemerintah Desa sebagai representasi public; Anggota Masyarakat sebagai representasi people; Dan kelompok investor sebagai representasi private. Nilai dan prinsip koperasi internasional (ICIS, 1995), yang keberadaannya telah teruji lebih dari 100 tahun, dapat menjadi ikatan bersama (common bond) di antara mereka.

Untuk menciptakan model baru itu, kita harus dapat melampaui kekakuan struktural dari regulasi yang ada dan kekakuan fungsional dari model masa lalu yang terbatas. Kadang, keterbatasan regulasi itu bermula dari keterbatasan imajinasi, yang membuat kita seolah membentur tembok dan tak ada alternatif lainnya.

Saya pikir beberapa bulan ini Menteri Koperasi yang baru, Teten Masduki, telah menunjukkan kemampuannya dalam menjebol kekakuan struktural dan fungsional yang ada.

Mungkin itulah yang membuat Presiden Joko Widodo menunjuknya untuk mengorkestrasi pengembangan UMKM di Indonesia. Lewat omnibus law mendatang kita akan belajar bagaimana segala kekakuan struktural bisa dijebol.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com