Bila ada tiga pihak, maka dalam tata kelolanya harus diwakili tiga pihak itu. Dalam pengambilan keputusan jumlah modal dan individu tidak dipertimbangkan. Misalnya Pemerintah Desa sebagai anchor institution keberadaan BUMDes memiliki jumlah suara lebih besar daripada pihak lainnya, minimal 50 persen.
Hal itu dibuat sebagai cara untuk menjaga (safeguard) orientasi dan tujuan BUMDes, memberi manfaat dan layanan sebesar-besarnya bagi masyarakat desa. Pihak kedua, masyarakat sebagai konsumen/produsen bisa memiliki 20-30 persen suara. Lalu pihak ketiga, yakni kelompok pendukung (supporter group), bisa berupa kelompok investor atau lembaga sosial lain, memiliki suara 10-20 persen.
Dengan memberikan hak voting pada dua kelompok itu, tata kelola BUMDes menjadi lebih terkendali. BUMDes menjadi lebih efektif karena masing-masing pihak secara alamiah menghendaki nilai terbaik bagi kepentingannya. Juga makin transparan karena masing-masing pihak membutuhkan informasi yang cukup agar dapat mengendalikannya. Efek lanjutannya, penyalahgunaan wewenang oleh elit (elite captured) dapat dihindari.
Ada kisah bagus di mana salah seorang usahawan besar di Indonesia membuka pihak lain ikut dalam perusahaan keluarganya. Ketika ditanya apa tujuannya? Modal? Bukan.
Ternyata tujuannya untuk membuat tata kelola perusahaannya lebih baik (good governance). Sebab dengan mengajak investor masuk di dalamnya, secara alamiah mereka akan ikut mengawasi tata kelolanya. Yang itu akan sulit dicapai pada perusahaan berbasis keluarga.
Itulah nature dari tata kerja sebuah bisnis. Masing-masing pihak terdorong mengawasi karena untuk mengamankan kepentingannya.
Dalam model koperasi multi pihak BUMDes seperti di atas, secara hipotetis good governance secara alamiah dapat tercapai.
Manfaat lainnya, seperti Prof. Hans Munkner bilang, koperasi multi pihak bertujuan untuk mengonsolidasi sumberdaya lokal bagi pembangunan ekonomi masyarakat. Anggota masyarakat seberapa kecil pun memiliki modal finansial.
Dengan instrumen yang tepat dan mudah, konsolidasi modal anggota masyarakat dapat menjadi leveraging factor bagi pengembangan bisnis-bisnis BUMDes secara akseleratif. Bila masih kurang, investor lokal (BUMDes/desa lain) dapat diajak serta berinvestasi.
Perimbangan kekuasaan/suara sebagaimana di atas cukup diatur oleh Anggaran Dasar. Pada proses itulah demokrasi deliberatif (mufakat) digunakan untuk membangun aturan main bersama antar para pihak. Sedangkan demokrasi voting digunakan dalam membuat kebijakan-keputusan turunan berikutnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.