Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Menerbangkan Kembali Sang Garuda yang Tengah Terpuruk

Kompas.com - 23/12/2019, 11:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MASKAPAI penerbangan Garuda Indonesia belakangan ini tengah mengalami banyak permasalahan.

Mulai dari pergantian manajemen hingga beberapa kali, soal laporan keuangan yang mencuat keluar, dan yang terakhir mengenai kasus penerbangan ferry pesawat baru yang datang dari Perancis.

Pada awalnya tersebar di media mengenai Garuda Indonesia yang mengalami kerugian, sehingga dibutuhkan pergantian manajemen untuk memperbaikinya.

Namun, dengan munculnya beberapa permasalahan sampai dengan peristiwa terakhir belakangan ini, maka untuk sementara dapat disimpulkan bahwa persoalan yang dihadapi Garuda ternyata tidak mudah atau tidak cukup untuk dapat diselesaikan dengan “hanya” melakukan pergantian tim manajemen.

Apabila kita kembali ke belakang, saat diketahui Garuda kesulitan keuangan sehingga perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar. Mungkin perlu dipikirkan untuk menyelidiki terlebih dahulu tentang penyebab mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Masalah finansial di sebuah maskapai penerbangan memang tidaklah sederhana, antara lain karena beberapa hal utama yang sangat mempengaruhinya.

Yang pertama adalah maskapai penerbangan membutuhkan kapital yang sangat besar. Pada saat yang bersamaan, maskapai penerbangan adalah sebuah bisnis yang margin keuntungannya sangat “tipis”.

Baca juga: Soal Laporan Keuangan, Luhut Bilang Garuda Tak Boleh Bohong Lagi

Itu sebabnya maskapai penerbangan memang membutuhkan seseorang dengan latar belakang finansial yang sarat pengalaman. Itupun tidak cukup, karena di sisi lain bisnis dalam dunia penerbangan sangat membutuhkan pula sosok manajemen yang menguasai atau setidaknya dibekali dengan latar belakang pengetahuan tentang anatomi penerbangan yang sangat “khas” dan “unik”.

Dunia penerbangan yang erat sekali dengan dinamika perkembangan kemajuan teknologi mutakhir membutuhkan disiplin tinggi dari para pelakunya. Ketaatan yang tanpa kompromi terhadap aturan dan ketentuan yang berlaku, menyebabkan proses pengelolaan operasi penerbangan menjadi tidak mudah dan taruhannya adalah terhadap tingkat keselamatan penerbangan.

Dalam pengelolaan sebuah maskapai penerbangan sudah terbiasa akan terjadi interaksi yang dinamis dalam kesehariannya. Paling tidak antara divisi Marketing, Operasi Penerbangan, dan divisi Adminstrasi dukungan logistik penyiapan dan pemeliharaan pesawat terbang.

Hal itulah yang menyebabkan penelitian atau penyelidikan terhadap kerugian yang dialami Garuda harus tuntas terlebih dahulu dalam menemukan fakta di lapangan tentang apa gerangan yang menjadi penyebab utamanya.

Dengan diagnosa yang cermat tentang penyebab kerugian, barulah dapat disusun strategi apa yang harus dilakukan untuk dapat menyelesaikannya sesuai dengan tahapan target yang hendak dicapai. Barulah setelah itu disusun sebuah tim manajemen yang kapabilitasnya sesuai dengan strategi yang telah disusun dan akan dijalankan tersebut.

Selama Pola penyelesaian masalah “hanya” dilakukan dengan cara mengganti saja susunan BOC dan BOD maka dipastikan penanggulangan masalah kerugian yang dialami Garuda akan sulit untuk dapat diselesaikan, disamping justru dapat membuka peluang dari munculnya masalah masalah baru.

Itulah sebenarnya yang tengah kita saksikan bersama di permukaan pada belakangan ini.

Baca juga: Menhub: Garuda Mau Turunkan Harga Tiket 30 Persen di Hari Senin-Kamis

Maskapai Merpati Nusantara telah “bangkrut” beberapa tahun lalu yang hingga kini tidak terdengar lagi kabar beritanya.  Sekarang Garuda Indonesia tengah bermasalah. Kondisi ini akan berdampak serius dalam tata kelola pemerintahan secara keseluruhan, karena sistem perhubungan udara nasional berpengaruh langsung terhadap perputaran roda ekonomi di dalam negeri dan di kawasan regional.

Dalam konteks inilah kiranya, maka perlu disusun sebuah tim teknis yang terdiri dari mereka yang ahli dan kompeten untuk menyelamatkan Garuda.

Sebagai contoh sederhana saja dalam aspek operasional penerbangan maka idealnya Garuda seharusnya hanya memiliki 2 atau 3 jenis pesawat saja agar efisien dalam penggunaan dan aspek pemeliharaan pesawat serta SDM yang mengawakinya untuk menerbangkan rute-rute tertentu yang menjadi andalannya.

Demikian pula harus dipikirkan tentang bagaimana keberpihakan regulasi dalam pengelolaan sebuah maskapai penerbangan milik Pemerintah. Adalah sangat tidak masuk akal, misalnya saja, maskapai penerbangan Garuda yang tengah mengalami “kerugian besar” harus bersaing di lapangan berhadapan dengan maskapai swasta yang memiliki “modal kuat”.

Dalam kondisi persaingan yang tidak seimbang itu, Garuda masih pula dituntut dan dibebani untuk menjual tiket murah. Tidak mengherankan, apabila itu yang terjadi maka kebangkrutan Garuda akan menjadi soal menunggu waktu saja.

Di sini harus benar-benar cerdas dalam mengatur sebuah Maskapai Negara yang tidak murni melakukan “bisnis”, akan tetapi mengandung beban dalam menjalankan tugas “pelayanan masyarakat” dan juga “pelayanan dukungan administrasi logistik” bagi keberlangsungan tata kelola pemerintahan.

Itu adalah sekedar contoh saja yang harus menjadi pertimbangan kita bersama. Tentu saja masalah kredibiltas moral personal dari susunan manajemen yang akan mengawaki Garuda Indonesia tidak dapat diabaiakan begitu saja disamping kompetensi dan kadar keahlian serta pengalamannya.

Baca juga: Dewan Komisaris Minta Ari Askhara Angkat Kaki dari Anak Cucu Usaha Garuda

Indonesia idealnya, sebagai sebuah negara kepulauan yang sangat luas, tidak bisa dihindari akan sangat bergantung kepada jejaring perhubungan udara yang mapan di bawah pengelolaan perusahaan negara dengan pengawasan yang ketat.

Indonesia membutuhkan maskapai penerbangan pembawa bendera sebagai duta bangsa yang menghubungkan kota-kota besar di dalam dan luar negeri.

Indonesia juga membutuhkan maskapai penerbangan perintis yang menjembatani kota-kota kecil di pedalaman yang terisolasi.

Indonesia sangat memerlukan sebuah maskapai penerbangan kargo bagi kebutuhan angkutan sembako dan kebutuhan pokok (dalam mendukung kebijakan 1 harga dari Sabang sampai Merauke) kesegenap penjuru daerah kepulauan di dalam negeri terutama di kawasan perbatasan.

Indonesia membutuhkan sebuah maskapai penerbangan charter yang sanggup melayani kebutuhan transportasi orang dan barang dari para investor yang bergiat di dalam negeri.

Mudah-mudahan dengan langkah yang sudah dan tengah serta akan dilakukan, Garuda Indonesia kebangaan dan kecintaan kita semua dapat bangkit lagi terbang dengan gagah perkasa menghubungkan kota-kota besar di Indonesia dan di luar negeri.

Bangkit lagi sebagai bagian utuh dari pengelolaan NKRI yang eksistensi nya banyak tergantung kepada jejaring perhubungan udara yang mapan. Semoga Garuda dapat terbang lagi menjaga martabat Ibu Pertiwi dan Bapak Angkasa.

Baca juga: Awal Januari, Erick Thohir Ajukan 3 Nama Calon Dirut Garuda ke Presiden

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com