Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Sampai Penyelamatan Jiwasraya Jadi Beban BUMN Asuransi Lain

Kompas.com - 25/12/2019, 12:18 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir akan mengambil langkah membentuk induk usaha di sektor industri alias holding asuransi untuk mengatasi kasus gagal bayar Jiwasraya.

Dipastikan pembentukkan holding ini akan berlangsung pada tahun 2020 mendatang setelah direstui oleh Presiden. Tujuan dari pembentukkan perusahaan induk BUMN asuransi tersebut adalah sebagai solusi kasus gagal bayar Jiwasraya.

Nantinya holding asuransi bisa menghimpun dana yang bisa digunakan untuk membayar ganti rugi nasabah Jiwasraya, Saat ini, para nasabah Jiwasraya terus menuntut ganti rugi, termasuk datang langsung ke Kantor Kementerian BUMN.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, berujar pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN harus melakukan pembenahan dulu pada Jiwasraya.

Jangan sampai, sambungnya, penyelamatan Jiwasraya malah jadi beban tanggung renteng bagi BUMN asuransi lainnya.

"Sekarang kan ada (solusi) merger (lewat holding BUMN asuransi). Karena Jiwasraya ini ada kerugian besar, jangan sampai nanti (BUMN asuransi lain) yang sehat, ikutan jadi nggak sehat," ungkap Enny kepada Kompas.com, Rabu (25/12/2019).

Baca juga: Pemerintah Diminta Berani Selesaikan Masalah Likuiditas Jiwasraya

"Jadi penyakitnya dulu harus diselesaikan. Harus ada valuasi menyeluruh pada perusahaan yang lebih mendetail. Berapa posisi asetnya, dikurangi beban-bebannya, apakah masih minus, ini yang diselesaikan dulu," tambahnya.

Meski saham-saham perusahaan BUMN asuransi seluruhnya dimiliki pemerintah, harus ada kalkulasi yang hati-hati untuk proses merger tersebut. Apalagi jika tujuannya untuk menyelamatkan Jiwasraya.

"Kalau dia sudah holding, yang sehat kan harus ikut nanggung yang tidak sehat. Pertama BUMN-BUMN asuransi itu direvaluasi aset secara menyeluruh, termasuk Jiwasraya apakah asetnya juga seberapa cukup mampu nombokin utangnya," jelas Enny.

Rencana pembentukan holding asuransi terdiri dari enam asuransi, dua reasuransi, dan satu perusahaan umum (perum).

BUMN asuransi yang direncanakan masuk holding antara lain PT Asuransi Asei Indonesia, PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), PT Asuransi Jiwasraya, dan PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo).

Anggota holding lainnya yakni Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), PT Jasa Raharja, PT Jasaraharja Putera, PT Reasuransi Indonesia Utama (Re-Indo), dan PT Reasuransi Nasional Indonesia (Nasre).

Sementara itu PT Taspen dan asuransi TNI-Polri PT Asabri, masih dikecualikan dari holding yang bakal dibentuk.

Ditekankan Enny, kerugian yang dialami Jiwasraya tergolong berat. Sehingga perlu kehati-hatian agar BUMN asuransi lain di dalam holding tidak terbebani kinerja keuangannya.

"Yang penting jangan sampai membebani holding. Sakitnya dulu diselesaikan," ujarnya.

Kemudian, lanjut dia, perusahaan asuransi sampai tekor triliunan rupiah dinilainya tidak lazim. Pengelolaan dana di industri asuransi, berbeda dengan perusahaan investasi.

"Tidak lazim, nggak lazim sekali kalau sampai asuransi bisa rugi sebesar itu. Kalau sampai rugi triliunan di industri ini, berarti ada salah kelola atau moral hazard," katanya.

Menurutnya, di industri asuransi menerapkan prinsip kehati-hatian yang sangat ketat. Umumnya perusahaan asuransi juga menggunakan reasuransi. Dimana risiko bisa dibagi dengan perusahaan asuransi lain.

"Di sistem asuransi itu yang namanya pertanggungan diberikan sesuai dengan polisnya. Nggak ada rugi semacam BPJS (Kesehatan)," kata Enny.

Karena ada moral hazard pada manajemen lama Jiwasraya, sambungnya, pemerintah juga harus mendahulukan penegakkan hukum.

"Pertama harus ada law enforcement. Jadi sebenarnya sebelum dicari alternatif solusi, harus didahulukan pengungkapan kasusnya agar sampai tuntas dan transparan," kata Enny.

Gagal bayar JS Saving Plan

Sebagai informasi, Jiwasraya mengalami gagal bayar polis kepada nasabah terkait produk investasinya, JS Saving Plan. Nilai tunggakan pada nasabahnya tak tanggung-tanggung, mencapai Rp 12,4 triliun.

Baca juga: Ini Langkah Erick Thohir Atasi Masalah Gagal Bayar Jiwasraya

Seretnya keuangan Jiwasraya bermula dari jatuhnya nilai portofolio saham yang dimilikinya. JS Saving Plan merupakan produk asuransi jiwa sekaligus investasi yang ditawarkan melalui perbankan atau bancassurance.

Berbeda dengan produk asuransi unit link yang risiko investasinya ditanggung pemegang polis, JS Saving merupakan investasi non unit link yang risikonya sepenuhnya ditanggung perusahaan asuransi.

Tujuh bank yang menjadi agen penjual yakni PT Bank Rakyat Indonesia, Standard Chartered Bank, PT Bank Tabungan Negara Tbk, PT Bank QNB Indonesia, PT Bank ANZ Indonesia, PT Bank Victoria International Tbk (BVIC), dan PT Bank KEB Hana.

JS Saving Plan yang ditawarkan dengan jaminan return sebesar 9 persen hingga 13 persen sejak 2013 hingga 2018 dengan periode pencairan setiap tahun.

Nilai return ini jauh lebih tinggi atau hampir dua kali lipat daripada bunga yang ditawarkan deposito bank yang saat ini besarannya di kisaran 5-7 persen. Kesalahan manajemen lama dalam penempatan dana investasi nasabah ini jadi penyebab utama pembayaran polis kepada nasabah macet.

Total polis jatuh tempo atas produk JS Saving Plan pada Oktober-Desember 2019 yakni sebesar Rp 12,4 triliun. Dalam laporan keuangan yang Jiwasraya, aset berupa saham pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp 6,63 triliun, menyusut drastis menjadi Rp 2,48 triliun pada September 2019.

Yang paling parah, terjadi pada aset yang ditempatkan di reksa dana, dimana pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp 19,17 triliun, nilainya anjlok menjadi Rp 6,64 triliun pada September 2019.

Sementara itu aset lainnya yang ditempatkan di obligasi korporasi dan SUN relatif stabil. Saham-saham yang dikoleksi Jiwasraya sangat fluktuatif yang disebut-sebut masuk dalam kategori saham gorengan.

Di sisi lain, aset perusahaan asuransi ini juga tak cukup menalangi pembayaran polis. Jiwasraya sebenarnya memiliki aset tetapi nilainya menyusut menjadi Rp 2 triliun dari Rp 25 triliun. Sehingga, nilai aset tersebut tidak mungkin diandalkan untuk melunasi pembayaran.

Kondisi kinerja investasi yang terpuruk ini membuat rasio kecukupan modal sampai minus menjadi 805%, jauh di atas modal minimum yang wajib dipenuhi oleh perusahaan asuransi sebesar 120% sebagaimana yang ditetapkan OJK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com